'Panas' Lagi, AS Tuduh China Nyolong Via Transfer Teknologi
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
29 May 2018 06:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Utusan China dan AS berdebat di pertemuan World Trade Organization (WTO) pada Senin (28/5/2018) waktu setempat. Perdebatan tersebut muncul setelah Presiden AS Donald Trump yang menuding China mencuri ide-ide AS.
Duta Besar AS Dennis Shea mengatakan pemindahan teknologi secara paksa atau 'forced technology transfer' merupakan aturan tak tertulis bagi perusahaan yang mencoba mengakses pasar China yang sedang berkembang. Terutama jika mereka bermitra dengan perusahaan China yang dimiliki negara.
"Aturan lisensi dan administrasi China memaksa perusahaan asing untuk berbagi teknologi jika mereka ingin melakukan bisnis, sementara pejabat pemerintah dapat mengeksploitasi aturan investasi yang tidak jelas untuk memberlakukan persyaratan transfer teknologi," Kata Dennis Shea.
"Ini bukan aturan hukum. Faktanya, itu adalah hukum China sendiri yang memungkinkan pemaksaan ini," imbuh Dennis Shea yang mengatakan kepada badan penyelesaian sengketa WTO, dalam salinan pernyataannya yang diberikan kepada Reuters.
"Itu adalah tawaran 'lose-lose' [sudah pasti kalah] bagi investor asing," katanya lagi.
Dennis Shea juga mengklaim hal ini terjadi bukan hanya kepada AS, tapi semua negara akan melihat daya saingnya terkikis jika kebijakan China dibiarkan tanpa pengawasan.
China dengan tegas menolak kritik tersebut. Hal ini memicu sengketa WTO dari kedua belah pihak dan ancaman tarif US$ 50 miliar dari Trump.
"Tidak ada pemindahan teknologi secara paksa di China," kata Duta Besar China Zhang Xiangchen mengatakan pada pertemuan tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa argumen AS merupakan tuduhan langsung "praduga bersalah".
"Tapi faktanya, tidak ada dalam peraturan ini yang mengharuskan transfer teknologi dari perusahaan asing," tambahnya.
Lebih jauh Zhang mengatakan, transfer teknologi adalah kegiatan komersial normal yang paling menguntungkan AS.
Sementara inovasi Cina didorong oleh ketekunan dan kewirausahaan rakyatnya.
Para ahli hukum mengatakan Washington memerlukan dukungan WTO untuk menerapkan tarifnya sejauh menyangkut aturan WTO, sementara China menolak rencana tarif dan mengambil tindakan WTO untuk menghentikannya.
Berdasarkan aturan WTO, jika sengketa tidak diselesaikan secara damai setelah 60 hari, pengadu dapat meminta panel ahli untuk memutuskan, meningkatkan sengketa dan ini akan memicu kasus hukum yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan.
AS meluncurkan pengaduannya ke WTO pada 23 Maret lalu. Sejak perselisihan itu meletus, kebijakan perdagangan AS-China telah menjadi bahan pembicaraan bilateral tingkat tinggi.
WTO di Jenewa yang memang salah satu tugasnya mengadili kasus-kasus perdagangan, dapat memberi wewenang kepada negara-negara untuk menilai tarif ketika suatu negara tidak mematuhi peraturan perdagangan internasional.
(dru) Next Article Biden Beraksi Lagi, Kaji Ulang Janji Dagang AS-China Trump
Duta Besar AS Dennis Shea mengatakan pemindahan teknologi secara paksa atau 'forced technology transfer' merupakan aturan tak tertulis bagi perusahaan yang mencoba mengakses pasar China yang sedang berkembang. Terutama jika mereka bermitra dengan perusahaan China yang dimiliki negara.
"Aturan lisensi dan administrasi China memaksa perusahaan asing untuk berbagi teknologi jika mereka ingin melakukan bisnis, sementara pejabat pemerintah dapat mengeksploitasi aturan investasi yang tidak jelas untuk memberlakukan persyaratan transfer teknologi," Kata Dennis Shea.
"Itu adalah tawaran 'lose-lose' [sudah pasti kalah] bagi investor asing," katanya lagi.
Dennis Shea juga mengklaim hal ini terjadi bukan hanya kepada AS, tapi semua negara akan melihat daya saingnya terkikis jika kebijakan China dibiarkan tanpa pengawasan.
China dengan tegas menolak kritik tersebut. Hal ini memicu sengketa WTO dari kedua belah pihak dan ancaman tarif US$ 50 miliar dari Trump.
"Tidak ada pemindahan teknologi secara paksa di China," kata Duta Besar China Zhang Xiangchen mengatakan pada pertemuan tersebut.
Ia juga menambahkan bahwa argumen AS merupakan tuduhan langsung "praduga bersalah".
"Tapi faktanya, tidak ada dalam peraturan ini yang mengharuskan transfer teknologi dari perusahaan asing," tambahnya.
Lebih jauh Zhang mengatakan, transfer teknologi adalah kegiatan komersial normal yang paling menguntungkan AS.
Sementara inovasi Cina didorong oleh ketekunan dan kewirausahaan rakyatnya.
Para ahli hukum mengatakan Washington memerlukan dukungan WTO untuk menerapkan tarifnya sejauh menyangkut aturan WTO, sementara China menolak rencana tarif dan mengambil tindakan WTO untuk menghentikannya.
Berdasarkan aturan WTO, jika sengketa tidak diselesaikan secara damai setelah 60 hari, pengadu dapat meminta panel ahli untuk memutuskan, meningkatkan sengketa dan ini akan memicu kasus hukum yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan.
AS meluncurkan pengaduannya ke WTO pada 23 Maret lalu. Sejak perselisihan itu meletus, kebijakan perdagangan AS-China telah menjadi bahan pembicaraan bilateral tingkat tinggi.
WTO di Jenewa yang memang salah satu tugasnya mengadili kasus-kasus perdagangan, dapat memberi wewenang kepada negara-negara untuk menilai tarif ketika suatu negara tidak mematuhi peraturan perdagangan internasional.
(dru) Next Article Biden Beraksi Lagi, Kaji Ulang Janji Dagang AS-China Trump
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular