Bagaimana Dampak Kebijakan BBM Jokowi ke APBN?

Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
07 May 2018 10:57
Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menahan harga BBM berimbas pada anggaran negara. Bagaimana dampak dari kebijakan ini kepada ekonomi Indonesia?
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC Indonesia- Kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah terus naiknya harga komoditas ini berimbas pada anggaran negara. Untuk menambal kerugian di sisi distributor, tambahan subsidi mau tidak mau dikucurkan. Lantas bagaimana dampak dari kebijakan ini kepada ekonomi Indonesia?

Jumat lalu, pemerintah menggelar rapat di kantor Menteri Koordinator Perekonomian. Rapat yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati membahas soal tambahan subsidi BBM, terutama untuk jenis solar yang memang masih masuk kategori.



Dalam APBN 2018, subsidi BBM untuk solar semula dianggarkan Rp 7,8 triliun untuk 16 juta kiloliter solar. Berdasar informasi yang didapat CNBC Indonesia, tambahan subsidi untuk solar dianggarkan sebanyak Rp 10 triliun.

Ekonom sekaligus Ketua DPP Partai Hanura Sutrisno Iwantono mengatakan tambahan subsidi ini tidak dapat dihindarkan, ketika harga komoditas naik dan Presiden mengarahkan tidak ada kenaikan tarif listrik maupun harga BBM hingga 2019. "Setiap kenaikan harga di pasar global untuk minyak akan membebabni APBN kita. Setiap kenaikan US$ 1 harga minyak diperkirakan bisa menimbulkan beban subsidi Rp 2,5 triliun," ujar Sutrisno, Senin (6/5/2018).

Menurut data, harga komoditi primer naik 16,9% antara Agustus 2017 hingga February 2018. Harga minyak meroket lebih dari US$ 65 per barel pada Januari 2018.

Kebijakan terkait BBM, kata Sutrisno, kerap menjadi dilema sendiri bagi pemerintah. "Menaikkan harga BBM cost-nya memang tinggi, terutama bagi rakyat yang tengah mengalami kesulitan ekonomi. Dampaknya bagi bisnis juga cukup besar, menambah biaya produksi mereka."

Agar APBN tetap terjaga, Sutrisno menyarankan efisiensi dan membuat produktif APBN. Salah satunya, jika diperlukan, adalah dengan pemangkasan di kementerian agar defisit APBN tak lewati angka 3%. "Presiden Jokowi sendiri sebenarnya telah memberikan jalan keluar bahwa pengelolaan anggaran pemerintahan sebaiknya jangan berorientasi pada prosedur tetapi kepada hasil. Perbaikan birokrasi dan prosedur perlu disederhanakan."

Paling penting, lanjut Sutrisno, adalah menjaga ekonomi dalam negeri. Koordinasi antar kementerian perlu diperkuat supaya tak ada lagi mau menang sendiri. "Beberapa survey menunjukan indek kepercayaan bisnis menurun sejak akhir tahun lalu hingga bulan Maret 2018 lalu. Usahakan ini ditingkatkan.Jangan gaduh yang menimbulkan kepanikan bagi masyarakat. Kepanikan akan menjadi penyebab timbulnya berbagai persoalan yang tidak perlu."
(gus/gus) Next Article "Jika Pemerintah Punya Nyali, Potong Subsidi BBM"

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular