
Lebih Cepat Bangun Kilang, Lebih Baik
Gustidha Budiartie & Alfado Agustio, CNBC Indonesia
20 March 2018 20:19

Jakarta, CNBC Indonesia- Beberapa waktu lalu kita membahas mengenai bagaimana Indonesia menekan pengeluaran devisa dari sisi perdagangan minyak.
Seperti yang ketahui sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia bulan Januari 2018 mengalami defisit sebesar US$ 670 juta dimana faktor penyebabnya dipicu tingginya angka impor terutama komoditas minyak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2018, tingkat impor minyak Indonesia Year-to-Year (YoY) mencapai 26,44%. Di sisi lain, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan sebab utama kenaikan impor karena meningkatnya investasi di sektor hulu hingga mencapai US$ 20 miliar atau meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya dimana mayoritas belanja modal tersebut berasal dari komoditas impor.
Lepas dari itu, CNBC Indonesia tetap meyakini pembangunan kilang minyak merupakan suatu keharusan tersendiri bagi Indonesia, mengingat perdagangan negara dalam tiga bulan terakhir selalu defisit terutama disebabkan tingginya impor minyak.
Ketidakseimbangan demand dan supply dalam negeri menjadi akar masalah yang harus diselesaikan melalui pembangunan kilang minyak. Berdasarkan fakta di lapangan, tingkat produksi lifting minyak di Indonesia selama 2017 tidak mampu memenuhi kebutuhan BBM nasional.
Konsumsi masyarakat terhadap BBM cukup tinggi, sebagaimana disebut Pertamina dalam rapat di Komisi VII DPR RI pada 19/3/2018 konsumsi BBM diperkirakan mencapai 1,6 juta barel per hari. Sementara rata-rata produksi minyak masih berada di kisaran 800 ribu barel per hari.
Berdasarkan data ini terlihat defisit yang cukup besar antara konsumsi dan produksi sehingga melahirkan jalan pintas berupa impor. Dengan kondisi seperti ini, Jika pemerintah dibiarkan terus menerus melakukan impor, defisit neraca perdagangan berpotensi untuk meningkat.
Oleh karena itu, pembangunan kilang minyak baru atau perluasan kapasitas sangat diperlukan. Dengan selisih antara produksi dan konsumsi yang mencapai ratusan ribu barel/hari, maka alternatif yang dapat dilakukan selain impor, yaitu membangun kilang baru.
Menurut Pertamina, investasi pembangunan kilang baru membutuhkan dana sekitar sekitar USD 12,5 miliar atau setara Rp. 168,75 triliun. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, pemerintah dapat melakukan revitalisasi terhadap kilang-kilang lama untuk meningkatkan kapasitas produksi yang ada.
Pertamina memperkirakan untuk melakukan hal ini membutuhkan investasi sekitar USD 5 miliar atau sebsesar Rp. 67,5 triliun (asumsi USD 1 setara Rp. 13.500). Kedua opsi ini selain impor dapat menjadi pertimbangan pemerintah guna mengatasi defisit ketersediaan Bahan bakar dalam negeri.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan terkait pembangunan kilang minyak maupun revitalisasi kilang lama yaitu membangun fasilitas penyimpanan (storage), termasuk mempertimbangkan faktor biaya transportasi yang dinilai masih cukup mahal. Maka dari itu, dalam mewujudkan alternatif baik pembangunan kilang maupun revitalisasi kilang lama perlu dibarengi oleh peningkatan infrastruktur pendukung agar nantinya berdampak kepada penurunan harga BBM nasional sehingga ikut berpengaruh terhadap penurunan biaya-biaya tertentu seperti barang kebutuhan pokok dan sebagainya.
(gus/gus) Next Article Pertamina Klaim Pembangunan 6 Kilang Masih "On Track"
Seperti yang ketahui sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia bulan Januari 2018 mengalami defisit sebesar US$ 670 juta dimana faktor penyebabnya dipicu tingginya angka impor terutama komoditas minyak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2018, tingkat impor minyak Indonesia Year-to-Year (YoY) mencapai 26,44%. Di sisi lain, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan sebab utama kenaikan impor karena meningkatnya investasi di sektor hulu hingga mencapai US$ 20 miliar atau meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya dimana mayoritas belanja modal tersebut berasal dari komoditas impor.
Ketidakseimbangan demand dan supply dalam negeri menjadi akar masalah yang harus diselesaikan melalui pembangunan kilang minyak. Berdasarkan fakta di lapangan, tingkat produksi lifting minyak di Indonesia selama 2017 tidak mampu memenuhi kebutuhan BBM nasional.
Konsumsi masyarakat terhadap BBM cukup tinggi, sebagaimana disebut Pertamina dalam rapat di Komisi VII DPR RI pada 19/3/2018 konsumsi BBM diperkirakan mencapai 1,6 juta barel per hari. Sementara rata-rata produksi minyak masih berada di kisaran 800 ribu barel per hari.
![]() |
Berdasarkan data ini terlihat defisit yang cukup besar antara konsumsi dan produksi sehingga melahirkan jalan pintas berupa impor. Dengan kondisi seperti ini, Jika pemerintah dibiarkan terus menerus melakukan impor, defisit neraca perdagangan berpotensi untuk meningkat.
Oleh karena itu, pembangunan kilang minyak baru atau perluasan kapasitas sangat diperlukan. Dengan selisih antara produksi dan konsumsi yang mencapai ratusan ribu barel/hari, maka alternatif yang dapat dilakukan selain impor, yaitu membangun kilang baru.
![]() |
Menurut Pertamina, investasi pembangunan kilang baru membutuhkan dana sekitar sekitar USD 12,5 miliar atau setara Rp. 168,75 triliun. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, pemerintah dapat melakukan revitalisasi terhadap kilang-kilang lama untuk meningkatkan kapasitas produksi yang ada.
Pertamina memperkirakan untuk melakukan hal ini membutuhkan investasi sekitar USD 5 miliar atau sebsesar Rp. 67,5 triliun (asumsi USD 1 setara Rp. 13.500). Kedua opsi ini selain impor dapat menjadi pertimbangan pemerintah guna mengatasi defisit ketersediaan Bahan bakar dalam negeri.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan terkait pembangunan kilang minyak maupun revitalisasi kilang lama yaitu membangun fasilitas penyimpanan (storage), termasuk mempertimbangkan faktor biaya transportasi yang dinilai masih cukup mahal. Maka dari itu, dalam mewujudkan alternatif baik pembangunan kilang maupun revitalisasi kilang lama perlu dibarengi oleh peningkatan infrastruktur pendukung agar nantinya berdampak kepada penurunan harga BBM nasional sehingga ikut berpengaruh terhadap penurunan biaya-biaya tertentu seperti barang kebutuhan pokok dan sebagainya.
(gus/gus) Next Article Pertamina Klaim Pembangunan 6 Kilang Masih "On Track"
Most Popular