
Pertumbuhan Konsumsi Listrik Minim
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
14 March 2018 10:27

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah telah menyetujui Rencana Usaha Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2018 hingga 2027. Dalam target yang baru, pembangkit listrik direncanakan terpasang hingga 56 gigawatt (GW). Turun dari rencana sebelumnya yang mencapai 77,9 GW.
Alasan pemerintah menurunkan besaran target pembangkit adalah penyesuaian atas rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan konsumsi listrik. Dengan begitu, pemerintah memilih untuk realistis dibanding meningkatkan risiko pasokan berlebih (over supply).
Realisasi pertumbuhan konsumsi listrik hanya menyentuh 3,57% sepanjang tahun lalu, kurang dari separuh target sebesar 8,36%. Sedangkan tahun ini, target pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 6,86% dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,5%.
Melihat hal itu, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengaku akan mendorong penggunaan listrik oleh masyarakat. Salah satunya dengan penggunaan kompor induksi, sebab salah satu pertumbuhan penggunaan listrik yang rendah ada pada konsumsi rumah tangga.
Selain itu PLN mengejar konsumsi listrik dari pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, agar ada peningkatan konsumsi listrik oleh industri. "Sedang kami ingin bangun (permintaan listrik industri). Kami ciptakan permintaan, seperti smelter, itu yang harus kami lakukan," kaya Syofvi di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/3/2018).
Permintaan listrik di kawasan industri yang lambat, lanjut Syofvi, tidak seperti harapan PLN. Salah satunya yang terjadi di KEK Sei Mangkei. "(Di Sei Mangkei) cuma ada 5 MVA yang dipasang," ujar Syofvi.
Dia juga menyebut dalam RUPTL baru, konsep high-voltage, direct current (HVDC) masuk sebagai opsi penyediaan tenaga listrik. Konsep tersebut, kata dia, butuh intrakoneksi antara Sumatera ke Jawa serta Jawa ke Bali.
Maka dari itu, Syofvi mengatakan PLN akan melakukan evaluasi lebih dalam dengan melihat kondisi teknologi saat ini, apakah akan melanjutkan HVDC atau HVAC.
"Tapi prinsip intrakoneksi antara Sumatera-Jawa-Bali harus dilakukan," ungkap Syofvi.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut untuk bauran energi, pada tahun akhir 2025 target penggunaan batu bara adalah sebesar 54,4%, EBT menjadi 23%, gas menjadi 22%, dan BBM sebesar 0,4%. Peningkatan bauran energi hanya ditargetkan atas EBT, yaitu jenis bayu (angin), solar PV, bio massa, dan bio gas.
"Kapasitas PLTU ditarget akan berkurang 5 ribu MW, PLTG dan PLTGU berkurang 10 ribu MW, lalu peningkatan energi baru terbarukan (EBT) dari 1.200 MW menjadi 2.000 MW," papar Jonan.
Jonan menjelaskan proyek pembangkit yang tidak lagi masuk dalam RUPTL, akan masuk ke dalam daftar proyek potensial dan digeser target pembangunannya menjadi ke tahun 2030.
Sementara itu, total rencana pembangunan jaringan transmisi menjadi 63.855 km. Jumlah itu turun dari RUPTL sebelumnya yang mencapai 67,4 ribu km. Untuk pembangunan gardu induk, ditargetkan mencapai 151.424 MVA atau turun dari rencana sebelumnya sebesar 165,2 ribu MVA.
"Sedangkan untuk total rencana pembangunan jaringan distribusi adalah 526.390 km dan gardu distribusi sebesar 50.216 MVA," sebut Jonan.
Ke depan, sambung Jonan, pemerintah akan memperhatikan apakah akan ada pelonjakan atas kebutuhan listrik. Kalau memang ada, akan tertuang kembali dengan berbagai rencana baru dalam RUPTL selanjutnya.
"Kami juga mensyaratkan capacity factor-nya tinggi. Sekarang bisa 85%. Jadi, supaya biaya pokok produksi listrik per kWh bisa turun, kapasitas faktornya naik dan biaya ditekan," terang Jonan.
(gus/gus) Next Article Target Bangun Pembangkit Listrik Turun Jadi 56 GW Sampai 2027
Alasan pemerintah menurunkan besaran target pembangkit adalah penyesuaian atas rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan konsumsi listrik. Dengan begitu, pemerintah memilih untuk realistis dibanding meningkatkan risiko pasokan berlebih (over supply).
Melihat hal itu, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengaku akan mendorong penggunaan listrik oleh masyarakat. Salah satunya dengan penggunaan kompor induksi, sebab salah satu pertumbuhan penggunaan listrik yang rendah ada pada konsumsi rumah tangga.
Selain itu PLN mengejar konsumsi listrik dari pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, agar ada peningkatan konsumsi listrik oleh industri. "Sedang kami ingin bangun (permintaan listrik industri). Kami ciptakan permintaan, seperti smelter, itu yang harus kami lakukan," kaya Syofvi di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/3/2018).
Permintaan listrik di kawasan industri yang lambat, lanjut Syofvi, tidak seperti harapan PLN. Salah satunya yang terjadi di KEK Sei Mangkei. "(Di Sei Mangkei) cuma ada 5 MVA yang dipasang," ujar Syofvi.
Dia juga menyebut dalam RUPTL baru, konsep high-voltage, direct current (HVDC) masuk sebagai opsi penyediaan tenaga listrik. Konsep tersebut, kata dia, butuh intrakoneksi antara Sumatera ke Jawa serta Jawa ke Bali.
Maka dari itu, Syofvi mengatakan PLN akan melakukan evaluasi lebih dalam dengan melihat kondisi teknologi saat ini, apakah akan melanjutkan HVDC atau HVAC.
"Tapi prinsip intrakoneksi antara Sumatera-Jawa-Bali harus dilakukan," ungkap Syofvi.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut untuk bauran energi, pada tahun akhir 2025 target penggunaan batu bara adalah sebesar 54,4%, EBT menjadi 23%, gas menjadi 22%, dan BBM sebesar 0,4%. Peningkatan bauran energi hanya ditargetkan atas EBT, yaitu jenis bayu (angin), solar PV, bio massa, dan bio gas.
"Kapasitas PLTU ditarget akan berkurang 5 ribu MW, PLTG dan PLTGU berkurang 10 ribu MW, lalu peningkatan energi baru terbarukan (EBT) dari 1.200 MW menjadi 2.000 MW," papar Jonan.
Jonan menjelaskan proyek pembangkit yang tidak lagi masuk dalam RUPTL, akan masuk ke dalam daftar proyek potensial dan digeser target pembangunannya menjadi ke tahun 2030.
Sementara itu, total rencana pembangunan jaringan transmisi menjadi 63.855 km. Jumlah itu turun dari RUPTL sebelumnya yang mencapai 67,4 ribu km. Untuk pembangunan gardu induk, ditargetkan mencapai 151.424 MVA atau turun dari rencana sebelumnya sebesar 165,2 ribu MVA.
"Sedangkan untuk total rencana pembangunan jaringan distribusi adalah 526.390 km dan gardu distribusi sebesar 50.216 MVA," sebut Jonan.
Ke depan, sambung Jonan, pemerintah akan memperhatikan apakah akan ada pelonjakan atas kebutuhan listrik. Kalau memang ada, akan tertuang kembali dengan berbagai rencana baru dalam RUPTL selanjutnya.
"Kami juga mensyaratkan capacity factor-nya tinggi. Sekarang bisa 85%. Jadi, supaya biaya pokok produksi listrik per kWh bisa turun, kapasitas faktornya naik dan biaya ditekan," terang Jonan.
(gus/gus) Next Article Target Bangun Pembangkit Listrik Turun Jadi 56 GW Sampai 2027
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular