
Polemik Tenaga Kerja Asing di Tanah Air
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
07 March 2018 15:20

Melansir hasil penelitian dari Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, terdapat beberapa permasalahan TKA di Indonesia yang mendorong celah masuknya TKA illegal.
Pertama, tingginya intensitas penggunaan TKA dalam proyek investasi Negara China dibandingkan negara lain. Dalam kurun waktu 2010-2016, Negeri Tirai Bambu merupakan salah satu dari 10 investor terbesar yang masuk ke Indonesia. Peningkatan nilai investasi China yang relatif lebih cepat dibanding negara lain membawa konsekuensi tingginya TKA dari negeri tersebut yang masuk ke Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC, pada tahun 2016, TKA asal Negeri Panda tercatat sebanyak 21.271 orang, atau 28,67% dari total TKA.
Kedua, TKA ilegal asal China yang paling banyak, seiring dengan melonjaknya TKA asal negeri itu. Meskipun jumlah TKA ilegal asal China tidak dapat diketahui secara pasti, namun penemuan TKA asal China tanpa dokumen resmi di sejumlah daerah misalnya Bogor-Jawa Barat, Konawe-Sulewesi Tenggara, Gresik-Jawa Timur, Murungraya-Kalimantan Tengah, dan daerah lainnya mengindikasikan keberadaan TKA ilegal asal Tiongkok telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Hal ini juga didukung oleh data pelanggaran keimigrasian tahun 2016, pelanggaran paling banyak berasal dari China yang angkanya mencapai 24% dari seluruh pelanggaran (7.787 orang).
adanya celah peraturan yang berpotensi memunculkan TKA ilegal, yaitu perubahan Permenaker No.12 Tahun 2013 menjadi Permenaker No 16 Tahun 2015 dan diubah lagi menjadi Permenaker 35 Tahun 2015 tentang perubahan atas Permenaker No.16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA.
Perubahan tersebut cenderung melonggarkan penggunaan TKA, khususnya dilihat dari beberapa penghapusan syarat, di antaranya:
Syarat dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d, Permenaker No.12 Tahun 2013, telah dihilangkan dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015.
Penghapusan rasio Jumlah TKA dengan Tenaga Kerja Lokal. Sebelumnya pada pasal 3 Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 masih mencantumkan satu orang TKA menyerap 10 tenaga kerja lokal. Dengan beberapa kemudahan lainnya yang diperintahkan Jokowi baru-baru ini, celah masuknya TKA ilegal bisa berpotensi melebar tanpa pengawasan yang baik.
Keempat, pengawasan TKA yang belum maksimal. Minimnya ketersediaan tenaga pengawas menjadi salah satu kendala dalam melakukan pengawasan TKA. Berdasarkan data Kemenaker tahun 2017, pengawas TKA berjumlah 2.294 orang, terdiri dari pengawas umum, spesialis dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Jumlah tersebut dinilai LIPI belum mampu menjangkau TKA sebesar 71.025 orang yang merupakan TKA legal, belum lagi TKA ilegal. Tenaga pengawas tersebut juga harus mengawasi sejumlah 216.547 perusahaan. Idealnya satu pengawas mengawasi lima perusahaan.
Kesimpulannya, apabila Presiden Jokowi ingin memberikan kemudahan bagi TKA untuk bekerja di Indonesia, pemerintah perlu mewaspadai potensi TKA illegal yang masuk, salah satunya dengan menambah kualitas dan kuantitas pengawasan TKA. Selain itu, pemerintah juga perlu mewaspadai kuantitas TKA blue collar yang tercatat terus menunjukkan pertumbuhan signifikan, untuk memaksimalkan transfer pengetahuan untuk pekerja lokal. (roy/roy)
Pertama, tingginya intensitas penggunaan TKA dalam proyek investasi Negara China dibandingkan negara lain. Dalam kurun waktu 2010-2016, Negeri Tirai Bambu merupakan salah satu dari 10 investor terbesar yang masuk ke Indonesia. Peningkatan nilai investasi China yang relatif lebih cepat dibanding negara lain membawa konsekuensi tingginya TKA dari negeri tersebut yang masuk ke Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC, pada tahun 2016, TKA asal Negeri Panda tercatat sebanyak 21.271 orang, atau 28,67% dari total TKA.
![]() |
Perubahan tersebut cenderung melonggarkan penggunaan TKA, khususnya dilihat dari beberapa penghapusan syarat, di antaranya:
Syarat dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang tercantum dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d, Permenaker No.12 Tahun 2013, telah dihilangkan dalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015.
Penghapusan rasio Jumlah TKA dengan Tenaga Kerja Lokal. Sebelumnya pada pasal 3 Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 masih mencantumkan satu orang TKA menyerap 10 tenaga kerja lokal. Dengan beberapa kemudahan lainnya yang diperintahkan Jokowi baru-baru ini, celah masuknya TKA ilegal bisa berpotensi melebar tanpa pengawasan yang baik.
Keempat, pengawasan TKA yang belum maksimal. Minimnya ketersediaan tenaga pengawas menjadi salah satu kendala dalam melakukan pengawasan TKA. Berdasarkan data Kemenaker tahun 2017, pengawas TKA berjumlah 2.294 orang, terdiri dari pengawas umum, spesialis dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Jumlah tersebut dinilai LIPI belum mampu menjangkau TKA sebesar 71.025 orang yang merupakan TKA legal, belum lagi TKA ilegal. Tenaga pengawas tersebut juga harus mengawasi sejumlah 216.547 perusahaan. Idealnya satu pengawas mengawasi lima perusahaan.
Kesimpulannya, apabila Presiden Jokowi ingin memberikan kemudahan bagi TKA untuk bekerja di Indonesia, pemerintah perlu mewaspadai potensi TKA illegal yang masuk, salah satunya dengan menambah kualitas dan kuantitas pengawasan TKA. Selain itu, pemerintah juga perlu mewaspadai kuantitas TKA blue collar yang tercatat terus menunjukkan pertumbuhan signifikan, untuk memaksimalkan transfer pengetahuan untuk pekerja lokal. (roy/roy)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular