
Polemik Tenaga Kerja Asing di Tanah Air
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
07 March 2018 15:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo memerintahkan proses dan prosedur pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) berkualifikasi khusus dipermudah. Dalam rapat terbatas tentang penataan TKA, Selasa (6/3/2018) sore, Presiden mengingatkan jajarannya bahwa globalisasi berkonsekuensi perputaran tenaga kerja asing yang melewati batas-batas negara.
Presiden menyebutkan arus masuk TKA merupakan implikasi dari peningkatan minat penanaman modal asing yang tengah digenjot oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Investasi asing ini juga berfungsi menyerap tenaga kerja domestik.
Untuk itu, Kepala Negara meminta agar proses pengajuan berbagai izin, seperti Rencana Pengajuan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Penempatan Tenaga Asing (IPTA), maupun visa tinggal terbatas (Vitas) dan izin tinggal terbatas, dilakukan secara online dan terpadu.
Meskipun Jokowi menegaskan bahwa perputaran TKA merupakan implikasi dari peningkatan minat penanaman modal asing, tapi hal tersebut acapkali mengundang polemik. Pasalnya, sudah banyak temuan-temuan TKA yang bekerja sebagai buruh kasar illegal, utamanya berasal dari negara China.
Berdasarkan hasil Sidak yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), sejak tahun 2016, ditemukan TKA illegal sebanyak 1.383 orang. Dari jumlah tersebut, pelanggaran yang dilakukan terdiri dari TKA yang bekerja tanpa Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) sebanyak 820 orang, dan sisanya merupakan TKA dengan penyalahgunaan jabatan.
Mengutip data dari Laporan 3 Tahun Jokowi-JK, pada bulan Agustus 2017 IMTA telah diterbitkan untuk 83.578 orang, dengan rincian 68.420 pekerja white collar dan 15.158 pekerja blue collar. Jumlah tersebut meningkat 12,66% dari tahun 2016 yang sebesar 74.183 orang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 357/2013, Permenaker 359/2013, Permenaker 14/2015, dan Permenaker 15/2015, white collar adalah tenaga kerja profesional, konsultan, manajer, direksi, supervisor, dan komisaris. Sementara, blue collar adalah tenaga kerja teknisi terlampir.
Jumlah TKA white collar memang masih lebih dominan dari blue collar, namun dapat dilihat bahwa sejak tahun 2014, jumlah TKA blue collar tumbuh cukup signifikan. Pada 2014, jumlah TKA blue collar masih berjumlah 3.433 orang, namun pada Agustus 2017 sudah meningkat 341% ke 15.158 orang. Sementara itu, jumlah TKA white collar hanya tumbuh 4,73% di periode yang sama.
Sebagai tambahan, pemerintah juga secara tegas telah menyebutkan bahwa hanya memberikan izin kerja bagi TKA yang keahliannya khusus, dan melarang yang hendak bekerja sebagai buruh kasar. Namun, pertumbuhan TKA blue collar yang terus meningkat perlu diwaspadai, mengingat menurut definisi tenaga kerja blue collar secara global adalah pekerja buruh dengan bayaran per jam (Investopedia). Pemerintah tidak boleh kecolongan dan harus tegas di sisi ini.
Hal ini disebabkan TKA yang paling berpotensi menggerakkan transfer pengetahuan adalah mereka dengan keterampilan khusus, yang rata-rata adalah mereka yang menduduki jabatan tertentu di suatu perusahaan, atau dapat digolongkan sebagai white collar.
Presiden menyebutkan arus masuk TKA merupakan implikasi dari peningkatan minat penanaman modal asing yang tengah digenjot oleh pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Investasi asing ini juga berfungsi menyerap tenaga kerja domestik.
Untuk itu, Kepala Negara meminta agar proses pengajuan berbagai izin, seperti Rencana Pengajuan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Penempatan Tenaga Asing (IPTA), maupun visa tinggal terbatas (Vitas) dan izin tinggal terbatas, dilakukan secara online dan terpadu.
Berdasarkan hasil Sidak yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), sejak tahun 2016, ditemukan TKA illegal sebanyak 1.383 orang. Dari jumlah tersebut, pelanggaran yang dilakukan terdiri dari TKA yang bekerja tanpa Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) sebanyak 820 orang, dan sisanya merupakan TKA dengan penyalahgunaan jabatan.
Mengutip data dari Laporan 3 Tahun Jokowi-JK, pada bulan Agustus 2017 IMTA telah diterbitkan untuk 83.578 orang, dengan rincian 68.420 pekerja white collar dan 15.158 pekerja blue collar. Jumlah tersebut meningkat 12,66% dari tahun 2016 yang sebesar 74.183 orang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) 357/2013, Permenaker 359/2013, Permenaker 14/2015, dan Permenaker 15/2015, white collar adalah tenaga kerja profesional, konsultan, manajer, direksi, supervisor, dan komisaris. Sementara, blue collar adalah tenaga kerja teknisi terlampir.
![]() |
Sebagai tambahan, pemerintah juga secara tegas telah menyebutkan bahwa hanya memberikan izin kerja bagi TKA yang keahliannya khusus, dan melarang yang hendak bekerja sebagai buruh kasar. Namun, pertumbuhan TKA blue collar yang terus meningkat perlu diwaspadai, mengingat menurut definisi tenaga kerja blue collar secara global adalah pekerja buruh dengan bayaran per jam (Investopedia). Pemerintah tidak boleh kecolongan dan harus tegas di sisi ini.
Hal ini disebabkan TKA yang paling berpotensi menggerakkan transfer pengetahuan adalah mereka dengan keterampilan khusus, yang rata-rata adalah mereka yang menduduki jabatan tertentu di suatu perusahaan, atau dapat digolongkan sebagai white collar.
Next Page
Celah masuknya TKA ilegal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular