
Tinjauan Ketenagakerjaan Era Jokowi-JK
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
20 February 2018 21:02

Jakarta, CNBC Indonesia- Pada hari Selasa, 20 Februari 2018, lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menyampaikan hasil penelitian terkait ketenagakerjaan di Indonesia di 3 tahun awal pemerintahan Jokowi-JK.
INDEF secara khusus menggarisbawahi belum solidnya kemampuan penyerapan tenaga kerja formal dan rasio penciptaan kerja, yang tercatat lebih rendah dibanding tiga tahun awal era pemerintahan sebelumnya (SBY-Boediono).
Menurut data INDEF, penyerapan tenaga kerja formal di era Jokowi-JK belum mampu mengungguli pemerintahan SBY-Boediono. Tercatat jumlah tenaga kerja formal di era Jokowi-JK di bulan Agustus 2017 adalah sebesar 52 juta orang, hanya bertambah 3,5 juta orang (+7,2%) dari capaian Agustus 2015 sebesar 48,5 juta orang.
Dari sisi persentase, jumlah tenaga kerja formal pada Agustus 2017 tercatat 42,97% dari total tenaga kerja, hanya meningkat tipis dari persentase Agustus 2015 sebesar 42,24%.
Pada 3 tahun awal pemerintahan SBY-Boediono jumlah tenaga kerja formal tercatat sebanyak 44,16 juta orang pada Agustus 2012. Jumlah tersebut mampu meningkat drastis yakni sebesar 8,38 juta orang (23,42%). Peningkatan cukup masif dibandingkan pertumbuhan di masa pemerintahan Jokowi-JK.
Persentase tenaga kerja formal di era SBY-Boediono juga meningkat cukup besar, yakni dari 33,07% (Agustus 2010) menjadi 39,86% (Agustus 2012).
Kemudian, INDEF menggunakan dua indikator untuk menghitung rumusan Rasio Penciptaan Kerja (RPK) yang digagas mereka pada dekade 2000-an, yakni rata-rata tambahan jumlah penduduk bekerja dan pertumbuhan ekonomi. RPK tersebut menghitung tambahan penduduk bekerja untuk tiap 1% pertumbuhan ekonomi.
Peran Dana Desa
Total RPK pada medio 2010-2012 tercatat sebesar 1,4 juta, masih lebih unggul dibandingkan total RPK pada rentang 2015-2017 sebesar 1,27 juta. Namun, catatan positif ditorehkan oleh Jokowi-JK dengan mencatatkan RPK tertinggi dalam 10 tahun terakhir pada 2017.
Catatan INDEF RPK pada tahun lalu mencapai 641.183. Angka tersebut mengungguli rekor yang dibukukan SBY-Boediono pada tahun 2012 sebesar 589.104.
Tahun 2017, rata-rata tambahan jumlah penduduk bekerja naik tajam ke 3,25 juta. Apabila ditinjau secara sektoral, tambahan terbesar diperoleh dari sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan yang berhasil menciptakan 1,09 juta pekerja baru.
Fenomena tersebut diyakini INDEF disebabkan oleh adanya kucuran dana desa sebesar Rp 60 triliun pada tahun 2017. Dalam tiga tahun sejak 2015, dana desar terus menanjak signifikan. Dari Rp 20,67 triliun (sekitar Rp 280,3 juta/desa) pada 2015 hingga menjadi Rp 60 triliun (Rp 800,4 juta/desa) pada 2017. Hal ini menjadi pembuktian janji Jokowi-JK terkait transfer dana desa hingga Rp 1 Miliar per desa.
Dana desa sendiri banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa dengan partisipasi masyarakat desa, tanpa gunakan pihak ketiga. Hal ini turut membawa pengaruh dalam mengurangi angka pengangguran di desa, karena berpotensi menyerap tenaga kerja di desa.
Dari data Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, kontribusi dana desa dalam dalam penyerapan tenaga kerja telah mengalami peningkatan sampai 3 kali lipat dalam 3 tahun terakhir. Tercatat Program Dasa Desa mampu menyerap 5.000.000 tenaga kerja pada tahun 2017.
Tinjauan Sektoral dan Peran Sektor OnlineBerdasarkan sektor, INDEF menggarisbawahi Sektor Pertanian dan Pertambangan mengalami kondisi terpuruk pada masa 3 tahun awal periode kepemimpinan Jokowi-JK dalam hal penciptaan kerja sektoral. RPK kedua sektor tercatat negatif untuk medio 2015-2017. Hal tersebut sejalan dengan terjun bebasnya harga komoditas sejak tahun dalam 5 tahun terakhir.
Berdasarkan catatan Tim Riset CNBC, sejumlah harga komoditas tambang unggulan Indonesia seperti batu bara dan minyak bumi memang mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam 5 tahun terakhir. Sebagai contoh, pada tahun 2011 harga rata-rata batu bara global masih berada di kisaran US$ 120,75/ton, akan tetapi pada tahun 2015 sudah turun 52,16% ke level US$ 57,76/ton.
Pertumbuhan sektor pertanian yang cukup pesat pada semester II tahun 2016 belum mampu meningkatkan penduduk bekerja secara signifikan, karena sektor ini justru mengalami penurunan cukup dalam sejak triwulan II-2017.
Penyebab lambatnya laju pertumbuhan sektor tersebut dikarenakan adanya penurunan harga pangan. Harga minyak sawit mentah (CPO) turun 22,88% dalam setahun terakhir, sementara harga karet turun 40,9% dipicu ramainya penggunaan karet sintesis. Indikator lain dari melemahnya sektor pertanian adalah Nilai Tukar Petani (NTP) tahun 2017 yang masih berada di bawah NTP 2016.
Di saat lesunya sektor agrikultur dan pertambangan akibat harga komoditas anjlok, anggota sektor tradable lainnya, yakni industri pengolahan, seharusnya dapat mengkompensasi pelemahan tersebut. Namun, INDEF menyatakan bahwa sektor industri pengolahan juga masih belum optimal dalam menciptakan lapangan di era Jokowi-JK. Berdasarkan kajian INDEF, RPK industri pengolahan pada tahun 2016 bernilai minus di mana artinya pertumbuhan sebesar satu persen sektor industri pengolahan ternyata tidak mampu meningkatkan jumlah penduduk bekerja di sektor pengolahan.
Di samping itu, INDEF juga memaparkan bahwa sebenarnya sektor industri manufaktur mulai kehilangan momentumnya dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pada tahun 2017 hanya berada di angka 20,16%, turun jauh dari kontribusi tahun 2008 sebesar 27,81%.Atas dasar data tersebut, INDEF berpendapat bahwa sektor industri digital atau online saat ini berpotensi mampu menyelamatkan lesunya lapangan pekerjaan Indonesia. Hal ini didasari oleh laju pertumbuhan sektor terhadap PDB tahun 2017 dipimpin sektor Informasi dan Komunikasi, Jasa lainnya, dan Transportasi dan Pergudangan.
Mengacu pada data INDEF, sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi mampu menghasilkan rata-rata pertambahan penduduk bekerja sebesar 1.106.590 penduduk per tahun selama 3 tahun awal pemerintahan Jokowi-JK. Hal ini di dipicu oleh masifnya pertumbuhan e-commerce di Indonesia. Sebagai tambahan, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yang sempat mencatatkan angka minus (penduduk bekerja berkurang) di era SBY-Boediono, mampu dibalikkan keadaannya di era Jokowi-JK yang rata-rata memberikan tambahan 169.137 penduduk kerja per tahun. Data-data tersebut semakin memperkuat besarnya potensi bisnis digital/online dalam menyerap tenaga kerja ke depannya.
(gus/gus) Next Article Sistem Upah akan Dirombak, Apa Saja Bocorannya?
INDEF secara khusus menggarisbawahi belum solidnya kemampuan penyerapan tenaga kerja formal dan rasio penciptaan kerja, yang tercatat lebih rendah dibanding tiga tahun awal era pemerintahan sebelumnya (SBY-Boediono).
Menurut data INDEF, penyerapan tenaga kerja formal di era Jokowi-JK belum mampu mengungguli pemerintahan SBY-Boediono. Tercatat jumlah tenaga kerja formal di era Jokowi-JK di bulan Agustus 2017 adalah sebesar 52 juta orang, hanya bertambah 3,5 juta orang (+7,2%) dari capaian Agustus 2015 sebesar 48,5 juta orang.
![]() |
Pada 3 tahun awal pemerintahan SBY-Boediono jumlah tenaga kerja formal tercatat sebanyak 44,16 juta orang pada Agustus 2012. Jumlah tersebut mampu meningkat drastis yakni sebesar 8,38 juta orang (23,42%). Peningkatan cukup masif dibandingkan pertumbuhan di masa pemerintahan Jokowi-JK.
Persentase tenaga kerja formal di era SBY-Boediono juga meningkat cukup besar, yakni dari 33,07% (Agustus 2010) menjadi 39,86% (Agustus 2012).
Kemudian, INDEF menggunakan dua indikator untuk menghitung rumusan Rasio Penciptaan Kerja (RPK) yang digagas mereka pada dekade 2000-an, yakni rata-rata tambahan jumlah penduduk bekerja dan pertumbuhan ekonomi. RPK tersebut menghitung tambahan penduduk bekerja untuk tiap 1% pertumbuhan ekonomi.
![]() |
Peran Dana Desa
Total RPK pada medio 2010-2012 tercatat sebesar 1,4 juta, masih lebih unggul dibandingkan total RPK pada rentang 2015-2017 sebesar 1,27 juta. Namun, catatan positif ditorehkan oleh Jokowi-JK dengan mencatatkan RPK tertinggi dalam 10 tahun terakhir pada 2017.
Catatan INDEF RPK pada tahun lalu mencapai 641.183. Angka tersebut mengungguli rekor yang dibukukan SBY-Boediono pada tahun 2012 sebesar 589.104.
Tahun 2017, rata-rata tambahan jumlah penduduk bekerja naik tajam ke 3,25 juta. Apabila ditinjau secara sektoral, tambahan terbesar diperoleh dari sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan yang berhasil menciptakan 1,09 juta pekerja baru.
Fenomena tersebut diyakini INDEF disebabkan oleh adanya kucuran dana desa sebesar Rp 60 triliun pada tahun 2017. Dalam tiga tahun sejak 2015, dana desar terus menanjak signifikan. Dari Rp 20,67 triliun (sekitar Rp 280,3 juta/desa) pada 2015 hingga menjadi Rp 60 triliun (Rp 800,4 juta/desa) pada 2017. Hal ini menjadi pembuktian janji Jokowi-JK terkait transfer dana desa hingga Rp 1 Miliar per desa.
Dana desa sendiri banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa dengan partisipasi masyarakat desa, tanpa gunakan pihak ketiga. Hal ini turut membawa pengaruh dalam mengurangi angka pengangguran di desa, karena berpotensi menyerap tenaga kerja di desa.
Dari data Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, kontribusi dana desa dalam dalam penyerapan tenaga kerja telah mengalami peningkatan sampai 3 kali lipat dalam 3 tahun terakhir. Tercatat Program Dasa Desa mampu menyerap 5.000.000 tenaga kerja pada tahun 2017.
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
(gus/gus) Next Article Sistem Upah akan Dirombak, Apa Saja Bocorannya?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular