
Polling CNBC Indonesia
Konsensus: Neraca Perdagangan Diramal Surplus US$ 325 Juta
Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
14 February 2018 09:19

Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan luar negeri periode Januari 2018 pada esok hari. Konsensus pasar memperkirakan neraca perdagangan Indonesia masih surplus, meski pertumbuhan impor mulai kencang seiring pemulihan ekonomi.
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, pertumbuhan ekspor Januari 2018 diperkirakan sebesar 7,5% year on year (YoY) sementara impor diekspektasikan tumbuh 18,5% YoY. Walau impor tumbuh jauh lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diramalkan tetap bisa mencatat surplus US$ 325 juta.
Bulan sebelumnya, ekspor tercatat tumbuh 6,93% YoY dan impor naik 17,83% YoY. Pertumbuhan impor yang jauh melebihi ekspor menyebabkan neraca perdagangan Desember 2017 mengalami defisit US$ 270 juta.
“Data perdagangan Januari di Indonesia, India, dan Singapura perlu dicermati sebagai tanda arah perekonomian 2018. Perlu dicatat bahwa secara year on year, ekspor akan menghadapi tantangan karena tahun lalu kinerjanya meyakinkan. Namun untuk Januari sepertinya belum terlalu buruk,” jelasnya Joey Cuyugkeng, Ekonom ING.
Gundy Cahyadi, Ekonom DBS, mengatakan pertumbuhan ekonomi 2018 akan lebih baik dibandingkan 2017. Hal ini mendorong peningkatan impor, karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan domestik terutama untuk bahan baku dan barang modal.
“Pertumbuhan impor kemungkinan akan tetap cepat karena pemulihan ekonomi, melampaui pertumbuhan ekspor,” sebutnya. DBS memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,3%. Lebih baik dibandingkan pencapaian 2017 yang sebesar 5,07%.
“Proyek infrastruktur pemerintah akan menjadi pendorong pertumbuhan tahun ini. Bila harga komoditas tetap di level tinggi seperti saat ini, maka kami perkirakan investasi akan tumbuh dan semoga berdampak positif terhadap konsumsi,” papar Gundy.
Program Infrastruktur Jokowi
Katrina Ell, Ekonom Moody’s, memperkirakan surplus neraca perdagangan tetap relatif tipis dalam beberapa bulan ke depan dan bahkan bisa saja terseret menjadi defisit. Penyebabnya adalah peningkatan impor seiring kebutuhan pembangunan infrastruktur yang menjadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Program ini akan mendorong impor barang modal. Namun bisa saja masih terkompensasi dari peningkatan ekspor akibat kenaikan harga komoditas. Harga minyak masih tercatat naik sekitar 5% sepanjang tahun ini,” terang Ell.
Fakhrul Fulvian, Ekonom Trimegah Sekuritas, menilai surplus neraca perdagangan memang semakin terbatas karena peningkatan impor. Namun hal tersebut masih cukup sehat.
“Harga minyak yang tinggi akan membatasi ruang neraca perdagangan. Tren ini sehat karena menunjukkan pemulihan ekonomi,” ujar Fakhrul.
Mengutip laporan triwulanan Bank Dunia, impor Indonesia pada 2018 memang diperkirakan tumbuh tinggi. Hal ini terlihat dari defisit transaksi berjalan 2018 yang diproyeksikan sebesar 1,8% dari produk domestik bruto (PDB). Naik dibandingkan realisasi 2017 yang 1,7% PDB.
Investasi Indonesia tetap akan tumbuh cukup cepat pada 2018, di mana Bank Dunia memperkirakan mencapai 6,1%. Investasi membutuhkan bahan baku dan barang modal, yang sayangnya belum bisa sepenuhnya disediakan oleh industri dalam negeri. Akibatnya, impor kedua kelompok barang ini diperkirakan naik pada 2018.
(aji/aji)
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, pertumbuhan ekspor Januari 2018 diperkirakan sebesar 7,5% year on year (YoY) sementara impor diekspektasikan tumbuh 18,5% YoY. Walau impor tumbuh jauh lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diramalkan tetap bisa mencatat surplus US$ 325 juta.
Bulan sebelumnya, ekspor tercatat tumbuh 6,93% YoY dan impor naik 17,83% YoY. Pertumbuhan impor yang jauh melebihi ekspor menyebabkan neraca perdagangan Desember 2017 mengalami defisit US$ 270 juta.
![]() |
“Data perdagangan Januari di Indonesia, India, dan Singapura perlu dicermati sebagai tanda arah perekonomian 2018. Perlu dicatat bahwa secara year on year, ekspor akan menghadapi tantangan karena tahun lalu kinerjanya meyakinkan. Namun untuk Januari sepertinya belum terlalu buruk,” jelasnya Joey Cuyugkeng, Ekonom ING.
Gundy Cahyadi, Ekonom DBS, mengatakan pertumbuhan ekonomi 2018 akan lebih baik dibandingkan 2017. Hal ini mendorong peningkatan impor, karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan domestik terutama untuk bahan baku dan barang modal.
“Pertumbuhan impor kemungkinan akan tetap cepat karena pemulihan ekonomi, melampaui pertumbuhan ekspor,” sebutnya. DBS memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,3%. Lebih baik dibandingkan pencapaian 2017 yang sebesar 5,07%.
“Proyek infrastruktur pemerintah akan menjadi pendorong pertumbuhan tahun ini. Bila harga komoditas tetap di level tinggi seperti saat ini, maka kami perkirakan investasi akan tumbuh dan semoga berdampak positif terhadap konsumsi,” papar Gundy.
Program Infrastruktur Jokowi
Katrina Ell, Ekonom Moody’s, memperkirakan surplus neraca perdagangan tetap relatif tipis dalam beberapa bulan ke depan dan bahkan bisa saja terseret menjadi defisit. Penyebabnya adalah peningkatan impor seiring kebutuhan pembangunan infrastruktur yang menjadi program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Program ini akan mendorong impor barang modal. Namun bisa saja masih terkompensasi dari peningkatan ekspor akibat kenaikan harga komoditas. Harga minyak masih tercatat naik sekitar 5% sepanjang tahun ini,” terang Ell.
Fakhrul Fulvian, Ekonom Trimegah Sekuritas, menilai surplus neraca perdagangan memang semakin terbatas karena peningkatan impor. Namun hal tersebut masih cukup sehat.
“Harga minyak yang tinggi akan membatasi ruang neraca perdagangan. Tren ini sehat karena menunjukkan pemulihan ekonomi,” ujar Fakhrul.
Mengutip laporan triwulanan Bank Dunia, impor Indonesia pada 2018 memang diperkirakan tumbuh tinggi. Hal ini terlihat dari defisit transaksi berjalan 2018 yang diproyeksikan sebesar 1,8% dari produk domestik bruto (PDB). Naik dibandingkan realisasi 2017 yang 1,7% PDB.
Investasi Indonesia tetap akan tumbuh cukup cepat pada 2018, di mana Bank Dunia memperkirakan mencapai 6,1%. Investasi membutuhkan bahan baku dan barang modal, yang sayangnya belum bisa sepenuhnya disediakan oleh industri dalam negeri. Akibatnya, impor kedua kelompok barang ini diperkirakan naik pada 2018.
(aji/aji)
Tags
Related Articles
Most Popular
Recommendation
