Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo menegaskan akan menutup Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) karena dinilai tidak berkontribusi terhadap pertumbuhan ekspor RI.
"Bertahun-tahun kita miliki tapi apa yang dilakukan ITPC? Apa mau kita teruskan? Kalau menurut saya, tidak. Kalau tidak ada manfaat, ya Saya tutup karena negara keluar biaya untuk itu. Negara keluar duit yang tidak kecil, banyak," tuturnya di Istana Negara, kemarin, Rabu (31/1/2018).
Sebagian dari kita mungkin belum mengenal betul ITPC. Sebagai informasi, pusat promosi perdagangan Indonesia ini pertama berdiri pada 1982 namun sempat vakum dan kemudian baru aktif kembali pada 2000.
Kantor ini berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Badan Pengembangan Ekspor Nasional, yang intinya bertugas meningkatkan ekspor RI ke negara di mana
trade promotion center itu berada yakni di sejumlah kota di Asia, Amerika, Afrika, Australia hingga Eropa.
Lalu, apakah memang ITPC patut disalahkan seiring dengan kecilnya nilai ekspor Indonesia?
Berikut analisis Tim Riset CNBC Indonesia untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Di benua ini, ITPC terdapat di
Osaka (Jepang)
, Dubai (Uni Emirat Arab)
, Jeddah (Arab Saudi)
, Chennai (India)
dan Busan (Korea Selatan)
. Untuk diketahui, p
ergerakan ekspor di kawasan
Asia mayoritas dipengaruhi oleh naik turunnya harga komoditas. Saat harga komoditas tinggi maka nilai ekspor juga naik. Sebaliknya, saat harga komoditas jatuh maka nilai ekspor melemah.
Hal ini diindikasikan ketika harga komoditas seperti batu bara, minyak mentah, dan CPO jatuh setelah
2010, ekspor Indonesia di region ini kompak mengalami penurunan. Fenomena tersebut menandakan sebenarnya peran ITPC bukan kunci utama di region ini. Pemerintah seharusnya fokus dari sisi pengembangan hilirisasi industri manufaktur, sehingga mampu meningkatkan nilai tambah produk ekspor Indonesia. Namun catatan khusus ada pada negara India. Saat harga komoditas turun, nilai ekspor Indonesia ke India cenderung stabil. Bahkan, pada tahun 2017 terjadi peningkatan 27,6% dari tahun sebelumnya. Kantor ITPC di Chennai nampaknya perlu berbangga dengan catatan tersebut.
Di sisi lain, kinerja ekspor Indonesia ke dua negara jazirah arab yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab,cenderung menurun dalam 3-4 tahun terakhir.
Dibandingkan tahun 2014, ekspor ke negara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sama-sama terkoreksi sekitar 40% pada tahun 2017. Padahal, ekspor ke kedua negara itu tidak terlalu dipengaruhi harga komoditas.
Berdasarkan data World Integrated Trade Solution (WITS), ekspor ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab didominasi oleh barang konsumsi, barang transportasi, dan produk agrikultur. Hal tersebut tentu perlu menjadi perhatian kantor ITPC di Dubai dan Jeddah. ITPC di Wilayah Amerika dan Amerika Selatan tersebar pada 5 kota, di antaranya Santiago (Chile), Sao Paulo (Brazil), Vancouver (Kanada), dan Los Angeles dan Chicago (Amerika Serikat).
Kantor ITPC di Los Angeles dan Sao Paulo berdiri pada tahun 2000, sementara itu kantor di Vancouver, Chicago, dan Santiago didirikan pada tahun 2008.
Adanya ITPC di dua kota di Amerika Serikat, nampaknya berkorelasi positif dengan tren kenaikan nilai ekspor sejak
2008.
 Foto: CNBC Indonesia |
Setelah penurunan harga komoditas pada tahun 2010, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pun tetap terjaga dan malah menunjukkan tren pertumbuhan.
Namun, perhatian khusus perlu diberikan pada ITPC di Kota Santiago, dimana nilai ekspor Indonesia ke negara Chile
cenderung datar sejak tahun 2008. Dibandingkan dengan tahun 2008, nilai ekspor RI ke Chile hanya mampu naik 16,04% pada tahun 2017. Hal itu berarti mengindikasikan rata-rata pertumbuhan per tahunnya hanya sekitar 1-2%. Fenomena korelasi nilai ekspor Indonesia yang sangat tergantung dengan harga komoditas juga terlihat pada kasus ekspor ke negara Brazil. Terlihat setelah harga komoditas jatuh pada tahun 2010, nilai ekspor RI ke Brazil pun menukik tajam dari US$ 1,73 miliar (2011) menjadi US$ 1,12 miliar (2017), atau turun 35,61%. Peran Kementerian Perindustrian untuk menggenjot hilirisasi industri manufaktur dan meningkatkan nilai tambah produk ekspor Indonesia kembali dipertanyakan pada kasus Brazil. ITPC di Wilayah Eropa tersebar pada 5 kota, di antaranya Budapest (Hungaria), Barcelona (Spanyol), Milan (Italia), Hamburg (Jerman), dan Lyon (Prancis). Kantor ITPC di Milan, Hamburg, dan Budapest didirikan pada tahun 2000, sementara kantor di Barcelona dan Lyon didirikan pada tahun 2008.
 Foto: CNBC Indonesia |
Kinerja ekspor di Eropa, secara umum juga dipengaruhi oleh naik turunnya harga komoditas. Setelah turunnya harga komoditas CPO, batu bara, dan minyak mentah pada tahun 2010, mayoritas ekspor RI juga anjlok setelah periode tersebut. Analisis Tim Riset CNBC Indonesia menemukan bahwa inti persoalan ekspor RI bukan pada peran ITPC dalam melakukan promosi produk ekspor, melainkan fundamental manufaktur di Tanah Air.
Ekspor Indonesia terlalu bergantung pada komoditas, di saat negara-negara tetangga sudah mulai berbenah dengan fokus menghasilkan produk manufaktur untuk dijual ke luar neger.
Ekspor barang manufaktur Indonesia hingga bulan November 2017 tercatat US$ 114,67 miliar (Rp 1.548 triliun) atau 74,52% dari total ekspor. Sementara itu, pada periode yang sama ekspor barang manufaktur Malaysia tercatat RM 703,08 miliar (Rp 2.460 triliun) atau 82,2% dari total ekspor.