
Sri Mulyani Larang Bitcoin Jadi Alat Pembayaran di Indonesia
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
22 January 2018 20:36

Jakarta, CNCB Indonesia- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan penggunaan mata uang virtual seperti Bitcoin sebagai alat transaksi tidak memiliki landasan hukum. Seluruh transaksi pembayaran yang digunakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diwajibkan menggunakan rupiah.
Apalagi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali telah mengidentifikasi adanya 44 pedagang atau gerai yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran dalam setiap transaksi. Meskipun mayoritas gerai sudah tidak melakukan hal tersebut, namun masih ada dua gerai yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran.
Hal tersebut dikemukakan Menkeu Sri Mulyani melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (22/1/2018). Selain tidak ada payung hukum yang memagari, transaksi menggunakan mata uang kripto mengandung berbagai risiko.
Berikut penegasan Sri Mulyani, terkait dengan penggunaan mata uang kripto :
1. Penggunaaan mata uang virtual sebagai alat transaksi hingga saat ini tidak memiliki landasan formal. Mengacu pada Undang Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ditegaskan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik IndoneSia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik IndoneSia wajib menggunakan Rupiah.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendukung kebijakan Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran untuk tidak mengakui mata uang virtual sebagai alat pembayaran yang sah. sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
2. Mengingat belum adanya otoritas yang mengatur dan mengawasinya, penggunaan mata uang virtual rawan digunakan untuk transaksi ilegal. pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kondisi transaksi semacam ini dapat membuka peluang terhadap tindak penipuan dan kejahatan dalam berbagai bentuknya yang dapat merugikan masyarakat.
3. Selain risiko yang diperoleh dari memiliki dan/atau memperjualbelikan mata uang virtual yang memiliki ketidakjelasan underlying asset yang mendasar nilainya, transaksi mata uang virtual yang spekulatif dapat menimbulkan risiko pengggelembungan nilai (bubble) yang tidak hanya merugikan masyarakat namun juga berpotenSi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kementerian Keuangan senantiasa bekerja sama dengan otoritas keuangan lainnya untuk mencermati secara seksama perkembangan penggunaan mata uang virtual ini dan mengambil langkah-langkah terukur yang diperlukan untuk memitigiasi risiko peredaran dan penggunaan mata uang virtual dalam rangka menjaga kepentingan masyarakat serta menjaga kredibiltas dan stabilitas sistem keuangan.
(gus/gus) Next Article China Siapkan Uang Digital Buatan Sendiri
Apalagi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali telah mengidentifikasi adanya 44 pedagang atau gerai yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran dalam setiap transaksi. Meskipun mayoritas gerai sudah tidak melakukan hal tersebut, namun masih ada dua gerai yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran.
Berikut penegasan Sri Mulyani, terkait dengan penggunaan mata uang kripto :
1. Penggunaaan mata uang virtual sebagai alat transaksi hingga saat ini tidak memiliki landasan formal. Mengacu pada Undang Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ditegaskan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik IndoneSia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik IndoneSia wajib menggunakan Rupiah.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendukung kebijakan Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran untuk tidak mengakui mata uang virtual sebagai alat pembayaran yang sah. sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
2. Mengingat belum adanya otoritas yang mengatur dan mengawasinya, penggunaan mata uang virtual rawan digunakan untuk transaksi ilegal. pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kondisi transaksi semacam ini dapat membuka peluang terhadap tindak penipuan dan kejahatan dalam berbagai bentuknya yang dapat merugikan masyarakat.
3. Selain risiko yang diperoleh dari memiliki dan/atau memperjualbelikan mata uang virtual yang memiliki ketidakjelasan underlying asset yang mendasar nilainya, transaksi mata uang virtual yang spekulatif dapat menimbulkan risiko pengggelembungan nilai (bubble) yang tidak hanya merugikan masyarakat namun juga berpotenSi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kementerian Keuangan senantiasa bekerja sama dengan otoritas keuangan lainnya untuk mencermati secara seksama perkembangan penggunaan mata uang virtual ini dan mengambil langkah-langkah terukur yang diperlukan untuk memitigiasi risiko peredaran dan penggunaan mata uang virtual dalam rangka menjaga kepentingan masyarakat serta menjaga kredibiltas dan stabilitas sistem keuangan.
(gus/gus) Next Article China Siapkan Uang Digital Buatan Sendiri
Most Popular