Menyelami Sejarah Cantrang

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
18 January 2018 18:28
Cantrang menjadi perbincangan hangat karena pelarangan penggunaannya kembali ditunda.
Foto: Ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Ribut-ribut soal Alat Penangkapan Ikan (API) tidak hanya terjadi di era Menteri Susi Pudjiastuti. Dahulu, konflik bahkan pernah terjadi antar sesama nelayan seperti pada tahun 1970-an.

Kala itu, terjadi keributan cukup besar antara nelayan pengguna alat tangkap jenis pukat harimau (trawls) vs nelayan tradisional pengguna alat tangkap non-trawls hingga terjadi aksi pembakaran kapal. 

Peristiwa tersebut kemudian mendorong Presiden Soeharto untuk menerbitkan Keputusan Presiden No. 1939 tahun 1930 tahun 1980 tentang Penghapusan Trawls di Perairan Sumatera, Jawa dan Bali, guna menjaga kesehatan habitat perikanan dan produktivitas nelayan tradisional.

Terbitnya Keppres tersebut membuat alat penangkapan jenis trawls mengalami evolusi dalam bentuk serta nama yang beragam.

Kronologis Regulasi Alat Penangkapan Ikan. Sumber: Dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam Nusantara Maritime News, diolah oleh Tim Riset CNBC IndonesiaFoto: CNBC Indonesia
Kronologis Regulasi Alat Penangkapan Ikan. Sumber: Dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam Nusantara Maritime News, diolah oleh Tim Riset CNBC Indonesia

Cantrang sebenarnya juga hanya merupakan salah satu alat tangkap yang merupakan modifikasi dari trawls, dengan fungsi yang juga identik untuk penangkapan sumber daya perikanan demersal atau ikan dasar. Akan tetapi, cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan dapat dioperasikan dengan kapal kecil. Sejak terbitnya Keppres No.39/1980 yang melarang keras penggunaan trawls, cantrang seolah telah menjadi primadona baru bagi nelayan, khususnya di Laut Utara dan Selatan Jawa.

Adapun melalui Keputusan Dirjen Perikanan No. IK.340/DJ.10106/97, alat tangkap cantrang, arad, otok, dan garuk kerang, dikecualikan sebagai jaring trawls, dan diperbolehkan untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal maksimal 5 Gross Ton (GT), mesin maksimal 15 Paarden Kracht (PK).

Bahkan, cantrang juga dikategorikan sebagai salah satu dari jenis alat tangkap Pukat Tarik yang boleh beroperasi di wilayah perairan RI sesuai dengan Kepmen KP No.6/2010.

Tercatat, pada 2015 jumlah kapal cantrang di Provinsi Jawa Tengah mencapai 10.578 unit
atau meningkat lebih dari 100% dari hanya 5.100 unit pada 2007.

Kemudian pada 8 Januari 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Permen KP No. 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di WPP NRI, yang tentu saja termasuk Cantrang yang tergolong alat tangkap pukat tarik. Keluarnya peraturan ini akhirnya memicu rentetan demo nelayan yang mengusik Pemerintahan Jokowi hingga kini.

Alasan Menteri Susi melarang cantrang karena dapat merusak ekosistem dengan menjaring ikan-ikan kecil, yang harusnya belum layak ditangkap. Sebagai tambahan, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menganggap penggunaan cantrang saat ini juga sudah tidak sesuai dengan kaidah cantrang yang dahulu hanya diperbolehkan untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal maksimal 5 GT. Saat ini yang terjadi cantrang ditarik oleh gardan dan diberi pemberat oleh kapal 70-100 GT, dengan panjang penyebaran hingga 6 km.

TIM RISET CNBC INDONESIA




(ray/ray) Next Article Menteri Susi: Masa Peralihan, Cantrang Hanya Di Pantura Saja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular