
PLN Kehabisan Akal Hadapi Tingginya Harga Batu Bara
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
17 January 2018 21:34

Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR malam ini, Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, mengaku kehabisan akal menghadapi kenaikan harga batu bara khususnya beberapa minggu terakhir.
Perlu diketahui, 57% pembangkit PLN adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
"Tahun lalu kami sudah pertahankan biaya batu bara di kisaran Rp 30 triliun. Kami juga mematikan banyak pembangkit yang mahal, sehingga total memotong anggaran operasi dan perawatan sebesar Rp 7-8 triliun. Sekarang, jujur kami kehabisan akal," ujar Sofyan dalam rapat di Gedung DPR RI, Rabu (17/1/2018).
Berdasarkan data Tim Riset CNBC Indonesia, harga batu bara dalam tiga bulan terakhir tercatat naik sekitar 10,64% per 12 Januari 2018. Meningkatnya harga batu bara ini turut memicu kenaikan harga saham-saham dari sektor pertambangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Sofyan mengatakan pihaknya saat ini berupaya untuk memotong biaya batu bara dari Rp 30 triliun menjadi sekitar Rp 14 triliun. Atas dasar itu, pihaknya berharap pemerintah dapat merevisi Harga Batu Bara Acuan (HBA). HBA yang ditetapkan pemerintah pada bulan ini tercatat senilai US$ 95,54/ton.
PLN sendiri telah memutuskan untuk tidak menaikkan Tarif Tenaga Listrik (TTL) hingga akhir Triwulan-I 2018. Otomatis, hal ini akan berpengaruh terhadap berkurangnya penerimaan pendapatan PLN, termasuk kemampuan investasi infrastruktur ketenagalistrikan pada tahun ini.
"Kami sedang melakukan perbaikan cashflow. Kami masih menghitung seberapa besar kami perlu melakukan efisiensi. Untuk investasi tahun ini kami targetkan di kisaran Rp 100 triliun," ujar Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto kepada CNBC Indonesia di sela rapat.
Menanggapi hal ini, Komisi VII DPR RI menyepakati perlunya penetapan kebijakan harga khusus untuk Domestic Market Obligation (DMO) batu bara untuk pembangkit listrik milik PLN serta perusahaan produsen listrik swasta (independent power producer/ IPP).
Sebagai informasi, pemerintah mewajibkan volume DMO batu bara sebesar 25% untuk bahan baku sumber energi dalam negeri.Hal ini diperlukan karena seringkali pengusaha batu bara enggan menjual batu bara kepada PLN dengan harga khusus saat harga komoditas itu untuk kepentingan ekspor sedang tinggi-tingginya.
"Kami biasa membeli sekitar 70-80 juta ton per tahun. Kami bisa mengatur kontrak dengan range harga tertentu, misalnya 55-70% dari harga ekspor dengan jangka waktu 3 atau 5 tahun sekali yang kemudian dapat dievaluasi ulang. Ini kan akan menarik bagi pengusaha. Kalau ini dipastikan, kami bisa membeli hingga 120-140 juta per tahun," jelas Sofyan di tengah rapat dengar pendapat tersebut.
Komisi VII dalam kesempatan yang sama juga menegaskan perlunya koordinasi antara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) dan Dirjen Ketenagalistrikan untuk memastikan kebijakan harga khusus untuk DMO batu bara tersebut dipatuhi oleh pengusaha batu bara tanah air.
(ray/ray) Next Article Pendapatan PLN Melayang Rp 10 T Akibat Pencurian Listrik
Perlu diketahui, 57% pembangkit PLN adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
"Tahun lalu kami sudah pertahankan biaya batu bara di kisaran Rp 30 triliun. Kami juga mematikan banyak pembangkit yang mahal, sehingga total memotong anggaran operasi dan perawatan sebesar Rp 7-8 triliun. Sekarang, jujur kami kehabisan akal," ujar Sofyan dalam rapat di Gedung DPR RI, Rabu (17/1/2018).
Sofyan mengatakan pihaknya saat ini berupaya untuk memotong biaya batu bara dari Rp 30 triliun menjadi sekitar Rp 14 triliun. Atas dasar itu, pihaknya berharap pemerintah dapat merevisi Harga Batu Bara Acuan (HBA). HBA yang ditetapkan pemerintah pada bulan ini tercatat senilai US$ 95,54/ton.
PLN sendiri telah memutuskan untuk tidak menaikkan Tarif Tenaga Listrik (TTL) hingga akhir Triwulan-I 2018. Otomatis, hal ini akan berpengaruh terhadap berkurangnya penerimaan pendapatan PLN, termasuk kemampuan investasi infrastruktur ketenagalistrikan pada tahun ini.
"Kami sedang melakukan perbaikan cashflow. Kami masih menghitung seberapa besar kami perlu melakukan efisiensi. Untuk investasi tahun ini kami targetkan di kisaran Rp 100 triliun," ujar Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto kepada CNBC Indonesia di sela rapat.
Menanggapi hal ini, Komisi VII DPR RI menyepakati perlunya penetapan kebijakan harga khusus untuk Domestic Market Obligation (DMO) batu bara untuk pembangkit listrik milik PLN serta perusahaan produsen listrik swasta (independent power producer/ IPP).
Sebagai informasi, pemerintah mewajibkan volume DMO batu bara sebesar 25% untuk bahan baku sumber energi dalam negeri.Hal ini diperlukan karena seringkali pengusaha batu bara enggan menjual batu bara kepada PLN dengan harga khusus saat harga komoditas itu untuk kepentingan ekspor sedang tinggi-tingginya.
"Kami biasa membeli sekitar 70-80 juta ton per tahun. Kami bisa mengatur kontrak dengan range harga tertentu, misalnya 55-70% dari harga ekspor dengan jangka waktu 3 atau 5 tahun sekali yang kemudian dapat dievaluasi ulang. Ini kan akan menarik bagi pengusaha. Kalau ini dipastikan, kami bisa membeli hingga 120-140 juta per tahun," jelas Sofyan di tengah rapat dengar pendapat tersebut.
Komisi VII dalam kesempatan yang sama juga menegaskan perlunya koordinasi antara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) dan Dirjen Ketenagalistrikan untuk memastikan kebijakan harga khusus untuk DMO batu bara tersebut dipatuhi oleh pengusaha batu bara tanah air.
(ray/ray) Next Article Pendapatan PLN Melayang Rp 10 T Akibat Pencurian Listrik
Most Popular