
Penjualan Sedan Anjlok 34%, Industri Minta Pajak Diturunkan
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
16 January 2018 19:39

Jakarta, CNBC Indonesia – Penjualan sedan di pasar domestik anjlok 34% atau dari 13.532 unit pada 2016 menjadi 9.139 unit pada 2017.
Pangsa pasar sedan juga terus turun, pada 2015 tercatat 1,7%, lalu 2016 sebesar 1,3%, dan 2017 kembali menyusut menjadi 0,7%.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto mengatakan fenomena ini disebabkan oleh harga sedan yang cukup mahal menyusul pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 30%. Hal ini berbeda dengan mobil di segmen lain, misalnya mobil multiguna atau MPV (muti-purpose vehicle) yang terkena pajak serupa hanya 10%.
"Saya pernah melakukan survei alasan orang Indonesia membeli mobil. Sebagian dari mereka yang membeli MPV bilang kalau sebenarnya mereka tidak butuh mobil dengan tujuh tempat duduk, tapi mereka sanggupnya beli itu, mereka sanggupnya mencicil itu," ujar Jongkie dalam Outlook Industri Otomotif 2018, Selasa (16/1/2018).
Jongkie mengatakan sedan memiliki potensi besar bagi industri nasional apabila pajak yang dikenakan sama dengan MPV.
"Tujuh dari sebelas mobil terlaris di pasar global pada 2016 adalah sedan. Kalau mau orientasi ekspor, kita harus mengembangkan industri sedan karena demand global adalah sedan. Industri kita saat ini didominasi MPV, kalah dengan Thailand yang variatif," jelasnya.
Sebagai informasi, lebih dari 50% produksi otomotif di Thailand ditujukan untuk pasar ekspor, menjadikan mereka produsen nomor 1 di ASEAN. Pada tahun lalu, Thailand mengekspor sebanyak 1,2 juta unit, sementara industri otomotif tanah air hanya mampu mengekspor sebanyak 250.000 unit.
Hal inilah yang mendasari Gaikindo melakukan kajian dengan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) terkait harmonisasi tarif perpajakan otomotif di Indonesia. Kajian tersebut tidak hanya untuk segmen sedan, tetapi juga mobil jenis lainnya.
Menurut Jongkie, setidaknya ada empat hal utama yang menjadi fokus kajian Gaikindo terkait pajak kendaraan.
Pertama adalah carbon tax yang menjadi wacana Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai pengganti PPnBM.
Kedua, pembebasan pajak Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau low cost green car (LCGC).
Selain itu, Gaikindo juga mengusahakan adanya insentif fiskal bagi pengembangan industri low carbon emission vehicle (LCEV) yang meliputi mobil hybrid, plug in hybrid, dan listrik (electric car).
"LCEV adalah masa depan dari industri otomotif, ramah lingkungan. Tapi teknologinya membuat harga dari sananya sudah mahal. Kita mau LCEV ini diberikan tarif pajak yang lebih rendah lagi supaya berkembang," tambah Jongkie.
Terakhir adalah bentuk kendaraan. Gaikindo ingin mengacu ke standar internasional di mana pembagian spesifikasi kendaraan bermotor hanya terbagi menjadi dua: mobil penumpang di bawah 10 orang dan di atas 10 orang.
(ray/ray) Next Article Penjualan Mobil 2017 Stagnan
Pangsa pasar sedan juga terus turun, pada 2015 tercatat 1,7%, lalu 2016 sebesar 1,3%, dan 2017 kembali menyusut menjadi 0,7%.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto mengatakan fenomena ini disebabkan oleh harga sedan yang cukup mahal menyusul pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 30%. Hal ini berbeda dengan mobil di segmen lain, misalnya mobil multiguna atau MPV (muti-purpose vehicle) yang terkena pajak serupa hanya 10%.
Jongkie mengatakan sedan memiliki potensi besar bagi industri nasional apabila pajak yang dikenakan sama dengan MPV.
"Tujuh dari sebelas mobil terlaris di pasar global pada 2016 adalah sedan. Kalau mau orientasi ekspor, kita harus mengembangkan industri sedan karena demand global adalah sedan. Industri kita saat ini didominasi MPV, kalah dengan Thailand yang variatif," jelasnya.
Sebagai informasi, lebih dari 50% produksi otomotif di Thailand ditujukan untuk pasar ekspor, menjadikan mereka produsen nomor 1 di ASEAN. Pada tahun lalu, Thailand mengekspor sebanyak 1,2 juta unit, sementara industri otomotif tanah air hanya mampu mengekspor sebanyak 250.000 unit.
Hal inilah yang mendasari Gaikindo melakukan kajian dengan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) terkait harmonisasi tarif perpajakan otomotif di Indonesia. Kajian tersebut tidak hanya untuk segmen sedan, tetapi juga mobil jenis lainnya.
Menurut Jongkie, setidaknya ada empat hal utama yang menjadi fokus kajian Gaikindo terkait pajak kendaraan.
Pertama adalah carbon tax yang menjadi wacana Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai pengganti PPnBM.
Kedua, pembebasan pajak Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau low cost green car (LCGC).
Selain itu, Gaikindo juga mengusahakan adanya insentif fiskal bagi pengembangan industri low carbon emission vehicle (LCEV) yang meliputi mobil hybrid, plug in hybrid, dan listrik (electric car).
"LCEV adalah masa depan dari industri otomotif, ramah lingkungan. Tapi teknologinya membuat harga dari sananya sudah mahal. Kita mau LCEV ini diberikan tarif pajak yang lebih rendah lagi supaya berkembang," tambah Jongkie.
Terakhir adalah bentuk kendaraan. Gaikindo ingin mengacu ke standar internasional di mana pembagian spesifikasi kendaraan bermotor hanya terbagi menjadi dua: mobil penumpang di bawah 10 orang dan di atas 10 orang.
(ray/ray) Next Article Penjualan Mobil 2017 Stagnan
Most Popular