Harga Minyak Tembus US$ 70 per Barel

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
12 January 2018 09:40
Harga minyak mentah tembus US$ 70 per barel atau tertinggi sejak Desember 2014
Foto: Reuters
  • Harga minyak mentah naik hingga US$ 70 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2014.
  • Para analis mengatakan harga minyak akan sulit untuk naik dari level ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah meningkat setelah tiga tahun terakhir pada hari Kamis (11/1/2018) hingga menembus angka US$ 70 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2014.

Kontrak minyak berjangka gagal memperoleh keuntungan dengan mengobral sesaat sebelum perdagangan ditutup. Analis pun mengingatkan bahwa pergerakan pasar akan melambat.

Brent, patokan harga minyak internasional, sebelumnya meningkat 6 sen menjadi US$ 69,26 per barel. Pada pagi hari, harga meruncing menjadi US$ 70,05 per barel yang membuatnya mencetak rekor sejak 4 Desember 2014, ketika kontrak mencapai $70,60 per barel

Minyak West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri sesi dengan peningkatan 23 sen menjadi US$ 63,80 per barel setelah menembus US$ 64 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2014. 

Kontrak tersebut berada pada posisi US$ 64,77 per barel, peningkatan yang terjadi seperti 8 Desember 2014 silam.

Kenaikan harga minyak didukung oleh permintaan kuat dari pasar imbas dari pertumbuhan ekonomi, pengendalian harga oleh OPEC dan Rusia, serta berbagai kejadian global yang memicu ketegangan geopolitik.

Pergerakan yang dimulai pada bulan Juni meningkat pada bulan Desember, dengan harga yang melesat sekitar 15% bulan lalu.

“Menurut saya, harga minyak mulai sulit untuk meningkat lagi dari posisi ini,” kata John Kilduff, partner dari Again Capital yang dikutip oleh CNBC. “Sepertinya kita sedang dalam proses menuju puncak sekarang.”

Minggu lalu, Kilduff memprediksi harga minyak Brent akan mencapai $70 per barel dan minyak AS akan menembus sekitar $65-67. 

Namun, ia berpendapat bahwa harga yang tinggi akan membuat anggota OPEC dan produsen lain tergoda untuk memompa lebih banyak minyak.

Sekitar lebih dari 20 negara produsen minyak menyeimbangkan penjualan pada angka 1,8 juta barel per hari agar persediaan global menurun selama kurang lebih lima tahun.

Laporan persediaan minyak AS menunjukkan bahwa jumlah minyak yang jatuh hampir 5 juta barel seminggu belakangan adalah yang mendasari harga di hari Kamis.

Namun, Kilduff mengatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kenaikan harga minyak. Diantaranya adalah gangguan suplai dari Iran yang meghadapi ancaman pembaharuan sanksi dari AS, serta Venezuela yang kemampuan memompa minyaknya terpengaruh oleh krisis ekonomi.

Permintaan pasar tetap kuat, “Bagian dari pemulihan ekonomi yang sinkron yang kita lihat dapat diartikan sebagai permintaan yang lebih dari sebelumnya,” kata Kilduff.

Pengolah minyak terus memompa bahan bakar refinasi, meraup untung dari selisih yang besar antara harga minyak AS dan Brent. Selisih dari kedua patokan tersebut stagnan pada angka US$ 5 per barel.

Namun, pengolah minyak di seluruh dunia sedang memasuki musim pemeliharaan, yaitu momen ketika mereka mengganti bahan bakar campuran dari musim dingin ke musim semi. Permintaan pasar biasanya anjlok pada periode ini.

Musim dingin yang muncul belakangan juga menciptakan masalah-masalah operasional untuk para pengebor minyak. Tanpa disangka, produksi AS anjlok sekitar 290.000 barel per hari minggu lalu, berdasarkan laporan dari Energy Information Administration (EIA).

Harga tunai untuk pengiriman minyak di Permian Basin, Texas, belakangan melebihi WTI yang menandakan sebuah sinyal bahwa beberapa produsen bisa jadi sedang mengalami hambatan dalam mengirimkan barel yang dijanjikan, kata Tom Kloza, analis energi dari Oil Price Information Service.

Ia berpendapat bahwa ada beberapa faktor jangka pendek yang seharusnya tidak mempengaruhi harga minyak untuk waktu yang cukup lama, pergerakan pasar pun mulai berlebihan.

“Menurut saya ini seperti kereta yang mulai keluar dari relnya,” tutur Kloza pada CNBC. “Saya pikir ini adalah momentum yang jelas, dan ketika angka dari Badan Pengawas Bursa Berjangka Komoditi (CFTC) Amerika keluar ... saya rasa kita akan melihat begitu banyaknya uang yang berada di balik pergerakan ini.”

Angka mingguan dari CFTC yang dirilis pada hari Jumat (12/01/2018) telah menunjukkan prediksi bahwa harga minyak akan terus meningkat, sementara pertaruhan bahwa kontrak minyak berjangka akan jatuh sudah tidak ada. Posisi keuangan diantara pengelola investasi global atau hedge fund terkadang mengindikasi spekulasi spekulasi yang meningkat dan koreksi sedang mendekat. 
(ray/ray) Next Article Harga CPO Melesat Bikin Minyak Goreng Jadi Mahal!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular