
Minyak Naik, Investor Mulai Perhitungkan Beban Emiten
Rivi Satrianegara & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 January 2018 07:00

- Harga minyak mentah menyentuh level US$ 63,42 per barel, level tertinggi sejak 9 Desember 2014 yang tercatat pada harga US$ 63,82/barel.
- Cadangan terbukti minyak Indonesia terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Data dari perusahaan minyak dan gas BP bahkan menyebut cadangan emas hitam milik Indonesia hanya tersisa 3,3 miliar barel di 2016.
Secara year to date, kinerja indeks manufaktur tercatat terkoreksi 0,07%, kinerja indeks sektor aneka industri terkoreksi 0,36% dan sektor infrastruktur utilisasi dan transportasi turun 1,46%. Emiten-emiten yang jadi konstituen indeks sektor-sektor tersebut berpotensi terganggu kinerjanya jika harga minyak terus meningkat.
Pada perdagangan kemarin, harga minyak mentah menyentuh level US$ 63,42 per barel, level tertinggi sejak 9 Desember 2014 yang tercatat pada harga US$ 63,82/barel. Kenaikan ini dipicu oleh kombinasi antara pemangkasan produksi oleh negara-negara penghasil minyak (OPEC dan non-OPEC) dengan kuatnya permintaan, seiring dengan pemulihan ekonomi global.
![]() |
Pada akhir November 2017, negara-negara penghasil minyak menyetujui untuk memperpanjang pemangkasan produksi sebesar 1,8 juta barrel per hari sampai dengan akhir 2018. Sejak awal muda di adopsi pada November 2016, tingkat kepatuhan dari negara-negara peserta sudah cukup tinggi.
Selain itu, cadangan minyak Amerika Serikat (AS) tercatat turun. Asosiasi industri minyak Amerika Serikat, American Petroleum Institute, menyatakan persediaan minyak AS turun 11,2 juta barel di minggu pertama Januari menjadi 416,6 juta barel. Sebelumnya analis memperkirakan persediaan hanya akan turun 3,9 juta barel. Sebagai catatan, sepanjang 2017 harga minyak mentah naik sebesar 12,5%.
Kenaikan harga minyak tersebut memicu investor memborong saham-saham migas. Saham-saham naik pada perdagangan kemarin, diantaranya saham MEDC naik 3,54%, ELSA naik 3,52%, BIPI naik 3,61%, dan ESSA naik 18,56%.
Sementara itu, cadangan terbukti minyak Indonesia terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Data dari perusahaan minyak dan gas BP bahkan menyebut cadangan emas hitam milik Indonesia hanya tersisa 3,3 miliar barel di 2016.
Dikutip dari BP statistical review 2017, cadangan minyak terbukti ini turun sejak 15 tahun terakhir cukup banyak. Dari 5,1 miliar barel di 2001 menjadi 3,3 miliar.
Tahun 2008 cadangan minyak bumi terbukti sebenarnya sempat turun ke angka 3,7 miliar barel, namun temuan hasil eksplorasi Blok Cepu membuat jumlah cadangan terdongkrak kembali ke angka 4,2 miliar barel. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di tahun 2010 juga sempat merilis angka cadangan minyak yang masih di atas 4 miliar barel dengan perkiraan akan habis dalam waktu 12 hingga 13 tahun.
Kenaikan harga minyak dunia dipicu Krisis Iran yang merupakan salah satu penghasil minyak terbesar dunia. Iran merupakan salah satu produsen minyak terbesar yang tergabung dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dengan jumlah produksi hampir 4 juta barel per hari. Sebelum Krisis Iran memuncak, harga minyak memang sudah terlebih dulu berada dalam tren naik, merespons wacana perpanjangan pemangkasan produksi OPEC sampai dengan akhir 2018. Pada November 2017 wacana yang sama sudah disampaikan anggota OPEC.
Krisis di Iran memucak setelah sekitar 10 ribu rakyatnya melakukan unjuk rasa dan demontrasi pada 28 Desember 2017. Rakyat Iran marah karena kenaikan harga kebutuhan sehari-hari dan pemerintah menyampaikan rencana menaikkan harga bahan bakar minyak.
Selain itu, para demonstran juga mempertanyakan kebijakan luar negeri Iran di Timur Tengah seperti bantuan keuangan bagi Palestina dan Hezbollah, sebuah partai politik yang juga merupakan kelompok militan yang berbasis di Lebanon.
Aksi demonstrasi pada mulanya berawal di Mashhad, kota terbesar kedua di Iran, sebelum kemudian menyebar ke Tehran yang merupakan ibu kota. Demonstrasi kali ini merupakan yang terbesar yang pernah terjadi di Iran sejak tahun 2009.
Kalangan analis pasar saham menilai tren kenaikan harga minyak hanya bersifat sementara karena pemicunya bukan permintaan (demand) riil. Para spekulan minyak cenderung memanfaatkan kekhawatiran kondisi geopolitik Timur Tengah, khususnya Iran, yang saat ini sedang memanas.
(hps/hps) Next Article Harga Minyak Tembus US$ 70/Barel Lagi, Ini Sebabnya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular