
Rokok Jadi Penyumbang Kemiskinan Nomor 2 di RI
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
09 January 2018 15:45

- Berdasarkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), rokok memberikan sumbangsih 9,98% sebagai pendorong kemiskinan di perkotaan dan sekitar 10,70% sebagai pendorong kemiskinan di pedesaan.
- Beras berkontribusi 18,8% mendorong kemiskinan di perkotaan dan 24,54% menyumbang kemiskinan di pedesaaan.
Jakarta, CNBC Indonesia- Komoditas rokok menjadi pemicu kedua setelah beras dalam mendorong angka kemiskinan. Berdasarkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), rokok memberikan sumbangsih 9,98% sebagai pendorong kemiskinan di perkotaan dan sekitar 10,70% sebagai pendorong kemiskinan di pedesaan.
“Jangan meremehkan komoditas rokok, walau bukan kebutuhan pokok namun bisa mempengaruhi orang menuju kemiskinan,” ujar Bambang Brodjonegoro, Kepala Bappenas dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia, Selasa (9/1/2018).
Bambang menambahkan, rokok satu-satunya komoditas utama mendorong kemiskinan yang tidak memiliki manfaat serta sesuatu yang tidak produktif. Sehingga diharapkan bagi masyarakat agar tidak mengutamakan komoditas tersebut sebagai salah satu kebutuhan konsumsi utama ke depannya.
Adapun beras berkontribusi 18,8% mendorong kemiskinan di perkotaan dan 24,54% menyumbang kemiskinan di pedesaaan. “Beras menjadi komoditas utama masyarakat Indonesia dalam pangan, sehingga harus benar-benar dijaga harganya agar tidak menambah angka kemiskinana kedepannya,” ujar Bambang.
Pada Januari hingga Februari 2018 merupakan saat di mana harga komoditas beras dijaga dengan baik agar tidak meningkatkan potensi inflasi yang lebih tinggi. “Januari dan Februari beras harus dijaga karena belum panen sedangkan kebutuhan masih ada apalagi orang habis liburan akhir tahun,” ujar bambang.
Untuk itu pihaknya akan meningkatkan penerima beras sejahtera (rastra) dari jumlah keluarga harapan, yang saat ini sekitar 6 juta keluarga penerima bantuan pangan non tunai menjadi 10 juta keluarga di 2018.
Pada Januari hingga Februari 2018 merupakan saat di mana harga komoditas beras dijaga dengan baik agar tidak meningkatkan potensi inflasi yang lebih tinggi. “Januari dan Februari beras harus dijaga karena belum panen sedangkan kebutuhan masih ada apalagi orang habis liburan akhir tahun,” ujar bambang.
Untuk itu pihaknya akan meningkatkan penerima beras sejahtera (rastra) dari jumlah keluarga harapan, yang saat ini sekitar 6 juta keluarga penerima bantuan pangan non tunai menjadi 10 juta keluarga di 2018.
(roy) Next Article BPS: Harga Rokok Naik tak Berdampak ke Angka Kemiskinan
Most Popular