Penerimaan Migas Tahun 2017 Naik, Kinerja atau Mujur Belaka?

Gustidha Budiartie & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
09 January 2018 08:17
Sektor migas menjadi kontributor tertinggi untuk kas negara 2017
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim terdapat perbaikan dari sisi penerimaan migas pada 2017. Untuk pertama kalinya sejak 2015, penerimaan negara akhirnya lebih tinggi dibanding ongkos biaya produksi (cost recovery) yang dikeluarkan pemerintah. 

Sektor ESDM menyumbang sebanyak Rp 129 triliun untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), angka ini menyumbang hampir 50% target PNBP nasional pada APBN-P 2017. "Sektor ESDM memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/1).

Pertanyaannya, faktor apa yang mendorong perbaikan pendapatan tersebut? Apakah kenaikan dikarenakan kinerja atau terjadi karena terkerek fluktuasi harga minyak bumi? Untuk menjawabnya, bisa dilihat pada infografis penerimaan negara di bawah ini. Patokan dolar Amerika digunakan agar lebih jelas mengukur kinerja, dan tidak tercampur dengan dampak fluktuasi nilai tukar dolar terhadap rupiah.

(Sumber: Kementerian ESDM, diolah Tim Riset CNBC Indonesia. Data tahun 2009 diambil dari Laporan Capaian Tahun 2014 SKK Migas)Foto: Research CNBC
(Sumber: Kementerian ESDM, diolah Tim Riset CNBC Indonesia. Data tahun 2009 diambil dari Laporan Capaian Tahun 2014 SKK Migas)


Sebelum membahas lebih jauh grafis di atas, berikut adalah data pergerakan harga dan produksi minyak sampai 2017 yang diolah CNBC Indonesia.

Penerimaan Migas Tahun 2017 Naik, Kinerja atau Mujur Belaka?Sumber : Berbagai sumber, diolah Tim Riset CNBC Indonesia. Data ICP dan WTI merupakan rata-rata bulan Januari-Desember untuk tiap tahun yang bersangkutan


Dari kedua data di atas bisa dilihat dari sisi angka produksi minyak, jumlah rata-rata produksi di 2016 justru lebih tinggi dibanding 2017. Sepanjang 2016, Indonesia bisa memproduksi 831 ribu barel minyak per hari, melampaui target APBN yang hanya 820 ribu barel per hari.

Sementara di 2017, dari target APBN 815 ribu barel per hari jumlah produksi yang mampu dicapai hanya 803 ribu barel per hari.  Meski produksi minyak 2016 lebih banyak dibanding 2017, ESDM mencatat penerimaan negara hanya sebatas US$ 9,9 miliar, sebabnya saat itu harga minyak berada di titik terendahnya yakni rata-rata US$ 40,2 per barel.

Dengan produksi yang lebih sedikit di 2017, penerimaan migas Indonesia tertolong dengan mulai pulihnya harga minyak dunia yang berada di kisaran US$ 51,2 per barel. Penerimaan migas di 2017, jika dilihat lebih jauh, bahkan anjlok hampir separuh dari apa yang bisa dicapai pemerintah pada 2014 yakni sebanyak US$ 26,6 miliar. Ini dikarenakan pada 2014 harga minyak masih sangat tinggi, yakni berkisar US$ 96,5 per barel. Meskipun di tahun itu rata-rata produksi minyak hanya 852 ribu barel per hari. 

Paska 2010 rata-rata produksi minyak nasional hampir tak pernah lagi menyentuh angka 1 juta barel per hari. Produksi terus merosot hingga tahun 2013, di mana rata-rata angka produksi mentok di 800 ribuan barel per hari. Jebloknya produksi ini tidak begitu dirasakan di sektor keuangan atau penerimaan negara karena tertolong tingginya harga minyak. Angka penerimaan yang dicatatkan APBN seakan semu karena tingginya kontribusi migas disebabkan oleh naiknya harga minyak, bukan kenaikan produksi.

Ditambah lagi sebelum tahun 2015 pemerintah masih menanggung subsidi bensin. Tingginya penerimaan negara di sektor migas ini pun akhirnya tergerus subsidi energi yang bisa memakan hingga ratusan triliun rupiah.

Mengutip hasil penelitian ekonom Faisal Basri dalam rekomendasinya ke Kementerian ESDM untuk masukan reformasi migas, sektor migas berperan cukup penting dalam penciptaan nilai tambah, ekspor, dan penerimaan negara. "Perkembangan sektor migas cukup sensitif terhadap perekonomian nasional," kata Faisal.  Tetapi peranan migas dalam perekonomian negara sebenarnya semakin berkurang, terutama sejak terus turunnya produksi minyak sejak 2001 dengan laju penurunan sebesar 3,7% setahun.  Dengan produksi yang masih rendah di 2017, lagi-lagi Indonesia tertolong dengan kenaikan harga minyak.

Kabar pergerakan harga minyak dunia pun masih meramaikan pemberitaan di awal-awal 2018. Hingga tanggal 2 Januari lalu, rata-rata harga minyak dunia sudah menyentuh angka US$ 61 per barel, sementara rata-rata produksi minyak nasional justru semakin merosot yakni di kisaran 775 ribu barel per hari. 

Antara produksi dan kenaikan harga minyak, 2018 akan kembali menjadi ujian bagi pemerintah . Pemerintah bisa memilih apakah akan terus menggantungkan keuntungan semu dari kenaikan harga komoditas atau mulai serius menerapkan kebijakan-kebijakan yang bisa menolong kinerja produksi.

(gus/gus) Next Article Target Penerimaan Migas 2019 Naik Jadi Rp 210 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular