
Mau Beli Saham Bank yang Lagi Turun? Pelajari Ini Kalau Takut Rugi

Jakarta, CNBC Indonesia - Tepat pada penutupan perdagangan sesi I di 18 Junl 2024, IHSG ditutup menguat 0,46% ke 6.765,86. Apakah ketika IHSG meninggalkan level 7.000 ini adalah saatnya yang tepat untuk membeli?
Bagi para investor, koreksi IHSG tentu menjadi peluang untuk membeli saham-saham kapitalisasi besar yang memiliki fundamental baik, dan saham perbankan terutama bank-bank yang masuk dalam kategori KBMI IV seringkali disebut blue chip.
Seperti diketahui, meski terpantau menguat di penutupan sesi I, secara tahunan, harga saham empat bank raksasa di Indonesia terpantau minus. Sebut saja BBCA (-0,54%), BMRI (-0,43%), dan BBRI (-24,16%). Hanya BBNI saja yang terpantau menguat secara tahunan di 0,23%.
Apakah saat ini adalah saat yang tepat untuk memborong saham-saham tersebut? Jangan tebruru-buru, kenalilah beberapa indikator ini untuk mempermudah analisis Anda terhadap saham perbankan.
Kenali kemampuan dalam menghasilkan pendapatan
Indikator utama saham bank yang baik adalah kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan. Sebagai investor, Anda tentu ingin perusahaan yang Anda sehat dan bisa menghasilkan pendapatan yang konsisten serta bertumbuh.
Cara untuk menilai kemampuan ini adalah dengan mengetahui net interest margin (NIM). NIM merupakan marjin bunga bersih yang digunakan untuk mengukur pembagian antara bunga pendapatan bank dan jumlah bunga yang diberikan kepada pihak pemberi pinjaman.
Bank yang sehat biasanya memiliki NIM positif dan terus mengalami pertumbuhan. Semakin tinggi NIM, semakin baik karena hal ini berdampak langsung pada profitabilitas bank yang bersangkutan.
Kenali kualitas aset
Selanjutnya adalah memahami kualitas aset bank. Hal ini sangat penting karena aset bank terkait erat dengan penyaluran kredit.
Untuk menilai kualitas penyaluran kredit dan mengurangi risiko, kita dapat melihat rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL). NPL yang rendah menunjukkan kualitas aset yang baik, karena risiko kredit macetnya kecil.
Tingkat pertumbuhan
Sebagai investor, Anda tentu menginginkan saham yang terus tumbuh positif. Pertumbuhan dapat diukur melalui pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau Deposit Growth, yang menggambarkan seberapa besar dana yang dikelola bank dan potensi untuk penyaluran kredit.
Selain itu, pertumbuhan kredit atau Loan Growth juga menjadi indikator penting, menunjukkan
ekspansi bank dalam menyalurkan kredit.
Likuiditas
Likuiditas yang cukup penting untuk memastikan bank dapat memenuhi kewajibannya. Salah satu cara untuk menilai likuiditas adalah melalui Loan to Deposit Ratio (LDR), yang membandingkan jumlah kredit yang disalurkan dengan deposito.
Rasio ini harus berada pada level moderat, tidak boleh terlalu tinggi maupun terlalu rendah. Karena semakin tinggi LDR maka hal itu akan menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat likuiditas bank, sementara itu semakin rendah maka pendapatan dari kredit yang disalurkan bank terbilang rendah.
Adapun nilai LDR yang dinilai ideal menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah 84,06%.
Kecukupan modal
Untuk meninjau bank dari segi permodalan, Anda bisa melihat CAR (capital adequacy ratio) atau rasio kecukupan modal.
CAR menunjukkan seberapa kuatnya ekuitas bank dalam menampung risiko kerugian di masa mendatang. Bank yang sehat memiliki CAR yang tinggi, sesuai standar minimum yang ditetapkan oleh regulator.
Mau semakin jago dalam analisis saham perbankan? Daftarkan diri Anda sekarang juga di Kelas Cuan Spesial Hari Pasar Modal yang bertema, Investasi Saham: Road Map Menuju Kekayaan.
Hanya dengan Rp 50 ribu, Anda bisa belajar saham dengan para pakar di CNBC Indonesia. Tunggu apalagi, daftarkan diri Anda di sini.
(aak/aak)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berburu Saham Penghasil Cuan, Lebih Cek Laba Bersih Atau Arus Kas?