
Begini Peluang Investasi Properti di Tahun Macan Air

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan pasar properti tanah air dihebohkan oleh fenomena apartemen hantu di Indonesia. Bukan seharfiah dihuni oleh makhluk halus, namun kiasan ini digunakan untuk menggambarkan membludaknya jumlah apartemen siap huni yang masih belum dibeli oleh masyarakat.
Tingkat hunian atau okupansi apartemen sewa di DKI Jakarta terus dalam tren penurunan. Dari riset Colliers, okupansi apartemen servis menurun hingga kuartal III-2021, posisi okupansinya hanya di 51% di bawah rata-rata tahun lalu yang mencapai 60%. Angka tersebut juga turun 6% dari kuartal sebelumnya. Dengan kata lain hampir separuh setiap gedung rata-rata kosong tanpa penghuni.
Pandemi Covid-19, terutama di wilayah Jakarta maupun sekitarnya, memperburuk keadaan. Kondisi ini semakin memukul sektor pasar apartemen baru maupun bekas. Akibatnya, banyak penjualan apartemen khususnya kelas mewah harganya dipangkas signifikan.
Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) DKI Jakarta kepada CNBC Indonesia menyebut, harga apartemen kelas atas terkoreksi hingga 10-15%.
Ia juga menjelaskan daerah apartemen yang paling banyak terkoreksi adalah pinggiran di luar area CBD , seperti Jakarta Selatan, juga Jakarta Barat. Selain itu minat beli masyarakat memang minim tergantung dari diskon yang diberikan.
Lalu bagaimana dengan potensi investasi properti tahun ini?
Perusahaan investasi dan layanan profesional asal Kanada, Colliers, menyebutkan ada peluang beserta tanda-tanda positif terkait investasi properti di Indonesia tahun 2022.
Steve Atherton Direktur Capital Market & Investment Service Colliers Indonesia mengungkapkan "saat ini, segmen pasar investasi yang paling cerah adalah investor swasta perorangan yang mulai membeli rumah tapak dan apartemen, sedangkan untuk segmen institusi yang lebih besar, lingkungan saat ini cukup lemah."
Terkait pasar investasi properti, Atherton menjelaskan bahwa terminologi tersebut akan berbeda antar masing-masing pengembang.
Untuk pengembang perumahan tapak dan pengembang apartemen, pasarnya dapat berarti pengguna akhir individu atau investor swasta yang memiliki kapasitas untuk membeli satu atau lebih rumah atau apartemen untuk tujuan investasi.
Untuk pengembang dan pemilik kompleks komersial, perumahan, dan penggunaan campuran yang besar, pasarnya dapat berarti institusi besar, private equity, kantor keluarga, dan investor bernilai tinggi yang memiliki sumber daya keuangan untuk membeli seluruh bangunan, kompleks, dan portofolio.
Meskipun ada banyak modal yang masih belum masuk dalam investasi aset properti, baik itu karena harga penawaran yang belum cukup baik, atau luasnya risiko yang terkait dengan hal yang tidak diketahui, membuat penjaminan menjadi sangat sulit.
Misalnya, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sewa kantor dan hunian kantor untuk bangkit kembali ke tingkat sebelumnya, atau kapan tingkat permintaan apartemen mewah akan kembali?
Meski demikian Colliers melihat peningkatan tingkat investasi di banyak kota gerbang lainnya di Asia dan Amerika Utara, dalam beberapa kasus saat ini telah menyamai atau melampaui tingkat pra-pandemi.
Atherton merasa "Indonesia dalam situasi yang berbeda, situasinya lebih sulit bagi pengembang perkantoran & apartemen besar karena tidak hanya [Indonesia] dilanda situasi ekonomi dan Covid-19, tetapi [Indonesia] sudah berada di pasar kantor dan apartemen yang sudah kelebihan pasokan, serta tren penurunan."
Namun, terlepas dari semua ketidakpastian pada tahun 2021, menurut COlliers ada beberapa tanda positif. Pemerintah Indonesia tampaknya telah mengelola kebijakan ekonomi dan kesehatan selama pandemi Covid-19 dengan cukup baik. Fitch mempertahankan peringkat kredit BBB untuk Indonesia dengan target pertumbuhan PDB untuk tahun 2022 sebesar 6,8%. Secara historis, ketika ekonomi tumbuh, pasar properti tumbuh bersamanya dan permintaan pengguna serta investasi juga meningkat.
Berdasarkan argumen tersebut, saat ini, baik bagi investor lokal maupun asing, sektor investasi properti yang paling diunggulkan adalah perumahan tapak dan logistik.
Atherton menjelaskan bahwa sebagian orang akan memilih untuk membeli dan tinggal di apartemen dengan harga yang lebih murah dan nyaman dibandingkan dengan rumah tapak yang terletak 1-2 jam dari pusat kota. Rumah tapak yang terjangkau dengan harga mulai dari Rp300 juta hingga Rp1 miliar memiliki permintaan terbesar, tetapi persetujuan pinjaman bank untuk pembeli dalam kisaran harga yang lebih rendah sering kali hit and miss. Biasanya, persetujuan pinjaman dan penutupan transaksi lebih pasti berada di kisaran harga Rp1-2 miliar.
Selanjutnya Atherton menambahkan bagi mereka yang memiliki tabungan lebih dan pekerjaan bergaji lebih tinggi, beberapa akan membeli apartemen menengah ke atas dan mewah di pusat kota dan lokasi pinggiran yang nyaman. Tetapi akan ada orang lain yang memilih rumah tapak yang lebih terjangkau di lokasi yang lebih jauh dengan infrastruktur yang lebih baik termasuk transportasi umum yang lebih baik di jalan tol baru kami, LRT, MRT dan kereta komuter.
"Apa pun iyu, akan ada permintaan yang lebih tinggi untuk semua jenis properti. Kami berharap permintaan untuk Transit Oriented Developments (TOD) meningkat lebih cepat daripada non-TOD, sehingga peluang untuk membeli tanah atau terlibat dalam usaha patungan (JV) dengan pemilik tanah di lokasi TOD yang strategis tetap menarik," jelas Atherton
Selain itu, perpanjangan insentif PPN dari pemerintah terbukti menjadi dorongan positif yang nyata bagi investasi properti, terutama rumah tapak. Dengan diperpanjangnya kebijakan ini hingga Juni 2022, hal ini akan sejalan dengan perpanjangan program zero down payment dari Bank Indonesia.
Untuk segmen perkantoran, Colliers mengatakan perlu untuk melihat bagaimana pasar menuju new normal.
"Kami masih belum melihat tingkat penetapan harga untuk gedung perkantoran yang ada dan beroperasi yang memotivasi pembeli untuk bertransaksi," ungkap Atherton.
Terakhir, untuk pasar hotel, Atherton berharap untuk bangkit kembali relatif cepat dalam hal hunian, dengan tarif kamar yang akan mengikuti.
"Beberapa pemilik hotel telah menipiskan cadangan kasnya selama masa Covid-19, oleh karena itu, ada peluang bagi investor untuk membeli hotel atau saham di hotel atau portofolio yang ada, dan ini akan memberikan modal untuk belanja modal, renovasi kamar, dan perluasan," sebut Atherton.
(fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Live Now! Ramai Toko Ritel Dilelang, Masih Cuan Sektor Ini?