Memaknai Bulan Inklusi Keuangan dan Tugas Yang Belum Selesai

My Money - Khoirul Anam, CNBC Indonesia
25 October 2021 11:33
Ilustrasi Perencanaan Keuangan (Dok: Freepik) Foto: Ilustrasi Perencanaan Keuangan (Dok: Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama kementerian/lembaga dan lembaga jasa keuangan sejak 2016 mencanangkan Oktober sebagai Bulan Inklusi Keuangan (BIK). Semangat dari BIK cukup jelas, yakni mendorong masyarakat untuk memahami, lalu menggunakan layanan jasa keuangan secara benar dan bertanggung jawab.

Lead PR & Communication Bibit.id William mengatakan setiap Oktober banyak penyelenggara di sektor jasa keuangan yang memberikan promosi khusus serta berbagai program edukasi dan literasi kepada masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan, baik yang digital maupun yang tidak, bisa mendapatkan akses dan keuntungan, misalnya untuk memperoleh pinjaman atau pun berinvestasi di pasar modal.

Dia menjelaskan promosi penting dilakukan untuk menarik minat dan perhatian konsumen sehingga mereka terdorong untuk mencoba layanan jasa keuangan. Hal ini mungkin relevan dengan target inklusi keuangan pemerintah, yakni 90% di tahun 2024.

"Sampai 2019, angkanya sudah berada di kisaran 76%. Inklusi keuangan menjadi salah satu indikator yang penting karena berkaitan langsung dengan pemerataan ekonomi dan kesempatan masyarakat, khususnya yang saat ini masih unbanked dan underbanked, dalam merencanakan keuangannya secara lebih baik," kata Wlliam, Senin (25/10/2021).

Dia menambahkan edukasi keuangan penting karena, pertama, meskipun dari aspek inklusi keuangan sudah cukup baik, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih berada di kisaran 38% di 2019. Melihat perbandingannya, dapat kita simpulkan bahwa meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai produk dan layanan jasa keuangan serta manfaatnya melalui program-program pendidikan atau sosialisasi perlu menjadi prioritas utama bagi setiap penyedia jasa/layanan.

Kedua, kurangnya literasi keuangan telah merugikan masyarakat secara ekonomi. Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi OJK, investasi ilegal alias investasi abal-abal alias investasi bodong telah merugikan masyarakat Indonesia sebesar Rp 117,4 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Angka ini lebih besar dari APBD DKI Jakarta 2021 (Rp 84,19 triliun) dan hampir 12 kali lipat dari anggaran penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 (Rp 10,43 triliun).

Di pertengahan Oktober 2021, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan pihak-pihak terkait untuk segera memberantas penyedia layanan jasa keuangan bodong, khususnya yang bergerak di bidang pinjaman online. Instruksi tersebut langsung direspons oleh pihak kepolisian melalui tindakan penegakan hukum di lapangan serta oleh regulator melalui penyesuaian aturan main yang berlaku di dalam model bisnis ini.

Hal ini dapat dimaknai sebagai komitmen pemerintah dalam meningkatkan perlindungan konsumen serta memutus mata rantai kerugian yang telah masyarakat alami sejak lama.

"Selain penegakan hukum, berbagai upaya edukasi dapat menjadi strategi preventif agar masyarakat tidak lagi terjerat perusahaan yang menawarkan modus-modus investasi bodong seperti menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu singkat, mengiming-imingi bonus untuk merekrut peserta serta meniru/mengatasnamakan penyedia layanan yang resmi untuk mengelabui masyarakat. Upaya edukasi ini tidak hanya perlu dilakukan untuk mencegah penipuan berkedok pinjaman online, tapi juga model bisnis lainnya yang sangat beragam," jelasnya.

Di sisi lain, keberadaan Satgas Waspada Investasi OJK sebagai kanal pengaduan masyarakat atas layanan jasa keuangan yang ilegal dan investasi bodong menunjukkan pentingnya berinvestasi di platform yang tepat dengan cara-cara yang tepat.

Potensi pertumbuhan yang cepat di dalam berbagai model bisnis layanan jasa keuangan perlu diimbangi dengan tingkat literasi masyarakat selaku pengguna. Sebagai contoh, peningkatan jumlah investor saham dan investor reksa dana yang per akhir Agustus 2021 telah mencapai angka 2,69 juta investor dan 5,44 juta investor.

"Angka ini jangan hanya dimaknai sebagai angka yang menggembirakan, namun juga perlu ditelisik lebih dalam apakah para investor tersebut telah berinvestasi dengan cara-cara yang benar demi mencapai masa depan keuangan yang lebih baik," ujarnya.

Penyedia layanan wajib mengedukasi konsumen, terutama konsumen yang belum memahami secara penuh tentang seluk-beluk layanan atau yang masih tergolong pengguna pemula.

"Kita juga wajib mengingatkan masyarakat bahwa kita adalah penyedia layanan yang berizin dan diawasi oleh OJK serta hanya membagikan informasi melalui kanal-kanal resmi perusahaan," kata William.

Sebagai konsumen pun wajib waspada dan curiga terhadap upaya pencatutan nama perusahaan tertentu serta jangan mudah tergiur dan terburu-buru ketika mendapatkan penawaran yang di luar akal sehat. Konsumen wajib disiplin memeriksa status perizinan perusahaan yang menawarkan layanannya kepada kita.

"Ketika menemukan kejanggalan, kita perlu segera melaporkannya kepada Satgas Waspada Investasi OJK agar bisa mencegah orang lain terjerat layanan yang tidak masuk akal ini," katanya.

"Meningkatkan literasi keuangan masyarakat adalah tanggung jawab kita bersama tanpa kecuali. Musuh kita bukanlah kompetitor kita di market. Musuh kita bersama adalah investasi bodong yang jelas-jelas menggunakan cara-cara yang salah dan merugikan. Marilah kita jadikan Bulan Inklusi Keuangan 2021 sebagai momentum untuk membangun ekosistem layanan jasa keuangan yang aman, nyaman, inklusif, dan bertanggung jawab," tutup William.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Bahaya Skimming Mengintai Perbankan! Ini Kata OJK


(rah/rah)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading