InvesTime

Portofolio Saham Batu Bara Lagi Drop, Saatnya Averaging Down?

My Money - Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
13 August 2021 09:35
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara sudah meroket hingga US$ 160 per ton dinilai menjadi sentimen positif bagi investor untuk mempertimbangkan melihat pergerakan harga saham emiten-emiten batu bara yang berpotensi masih tumbuh agresif.

Menurut Presiden Direktur PT Maybank Kim Eng Sekuritas, Willianto Ie, saat ini adalah momentum untuk mengoleksi saham perusahaan batu bara.

"Dengan harga sekarang [emiten batu bara], layak dikumpulkan dengan potensi profit dan dividen yang baik d itahun mendatang," katanya dalam program Investime, CNBC Indonesia, Selasa (10/9/2021).

Begitu juga dengan para investor yang sudah memiliki portofolio emiten batu bara yang masih merah harganya, menurut, Ie momentum kenaikan harga batu bara saat ini juga bisa dijadikan kesempatan untuk melakukan averaging down atau membeli saham yang sama, yang telah dimiliki sebelumnya, di harga bawah.

Hal ini karena pada saat ini harga saham emiten batu bara belum mencerminkan kondisi harga komoditas batu bara yang tengah naik.

"Menurut saya kondisinya sudah lebih baik dengan harga yang ketinggalan [dengan harga batu bara yang naik] saat ini, menjadi momentum baik untuk averaging down. Untuk investasi di saham komoditas biasanya kita beli saat harga sedang murah karena ini cyclical," jelasnya.

"Jadi kondisi sekarang harga saham belum ikut tren peningkatan harga batu bara. Kondisi ini baik dengan potensi profit dari perusahaan itu asalkan harga batu bara bertahan di atas US$ 100 per ton," tambahnya.

Selain itu jika laporan keuangan emiten batu bara pada semester satu tahun ini masih mencerminkan peningkatan harga batu bara.

Tapi jika sudah dilaporkan secara full year, tentu akan ada peningkatan dari sisi kinerja, sehingga berpotensi memberikan dividen atas laba bersih yang lebih baik di tahun depan.

"Asalkan harga batu bara bertahan di US$ 100 per ton dengan potensi dividen baik sehingga buat investor average down bukan hanya ada potensi dari kenaikan capital gain, tapi juga dividen akan membantu return kita secara keseluruhan," jelasnya.

Dia mengatakan sentiman harga komoditas ini memang biasanya berbanding lurus dengan kinerja perusahaan. Harga batu bara naik akan berbarengan mendorong kinerja perusahaan batu bara. Menurutnya semua harga saham perusahaan batu bara akan terdorong naik.

"Nanti tinggal pilih mana yang punya cost rendah, mana growth emiten yang tinggi. Untuk fase awal ini naiknya akan berbarengan. Untuk investor yang ikut tren ini beli saja market leader-nya, karena likuiditas bagus jadi mau beli atau jual gampang. Seperti PTBA dan ADRO," jelasnya.

Dua saham yang dimaksud di antaranya PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Data Refinitiv mencatat, harga batu bara kembali naik setelah mengalami koreksi. Kenaikan harga pada Rabu lalu (11/8) membawa si batu hitam mencatatkan rekor baru.

Rabu, harga batu bara di pasar ICE Newcastle tercatat US$ 163,8/ton, melonjak 1,38% sekaligus menyentuh rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Live Now! Dihajar Kanan-Kiri, Masih Oke Beli Saham Batu Bara?


(tas/tas)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading