Sementara itu, generasi berikutnya adalah Gen Z, mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010, berusia 11-26 tahun. Mereka bisa disebut juga iGeneration atau generasi internet atau generasi net.
Maka itu tahun ini tepat bagi para milenial tua, kelahiran 1981 yang masuk usia paruh baya dan telah mengalami dua kali resesi ekonomi, yang berdampak pada pendidikan, karier, keuangan, rencana hidup, dan prospek pensiun mereka. Dua kali resesi yang dimaksud yakni 2008 dan 2018.
Secara kesimpulan hasilnya, para milenial tua ini menilai mereka memilih jalur karier yang berbeda ketika mereka memulai karier pertama kalinya.
Namun data menunjukkan keputusan yang telah mereka buat di tahun-tahun sebelumnya juga membuat mereka semakin dekat dengan tujuan utama: mayoritas, 68%, puas dengan karier mereka sekarang.
Menurut survei ini, terlepas dari semua tantangan, sebagian besar dari milenial tua ini puas dengan kehidupan mereka yang berubah, karena waktu dan perspektif mereka ikut berubah.
Stephanie McCay, wanita 36 tahun asal Denver mengatakan penyesalan terbesarnya adalah tidak mengambil lebih banyak waktu dan risiko saat dia masih muda, seperti mencoba peruntungan untuk berkarier di kota New York setelah lulus kuliah.
Begitu lulus dari perguruan tinggi, Stephanie langsung direkrut untuk bekerja di sebuah firma arsitektur di dekat kota kelahirannya, menghabiskan 15 tahun terakhir membangun departemen komunikasi dan sekarang menjadi direktur.
Dia menyarankan lulusan baru meluangkan waktu mereka untuk menjelajahi pilihan mereka dan dunia jika memungkinkan.
"Jangan terburu-buru untuk tumbuh dewasa," kata McCay.
"Kita semua memiliki pola pikir 'lulus kuliah langsung dapat pekerjaan.' Kemudian ketika Anda sudah masuk dan mulai berpikir, 'Mengapa saya terburu-buru masuk dunia kerja?'"
Jika bisa kembali ke masa lalu, Stephanie berharap bisa mengambil lebih banyak waktu untuk bepergian sebelum terikat pada pekerjaan dengan waktu luang yang terbatas.
Untuk para lulusan baru yang sedang menimbang-nimbang untuk melakukannya, "jika ada kesempatan untuk bepergian atau menjadi sukarelawan selama setahun, ambillah."
2. Pekerjaan Bukan Satu-satunya Standar Kesuksesan
Kristen Alfenito, kuliah jurusan teater musikal tetapi tidak pernah bisa bekerja di dunia teater setelah putus kuliah karena diagnosis kanker.
Selama 16 tahun sejak berhenti kuliah, ia telah mencoba berbagai pekerjaan di sektor ritel dan layanan makanan. Saat ini Kristen bekerja sebagai kasir di sebuah toko roti.
Dia dan pasangannya baru saja pindah dari Los Angeles ke Morgantown, Virginia Barat, di mana Alfenito yang berusia 35 tahun berharap dia mampu melunasi pinjaman (pendidikannya) dan kembali ke sekolah untuk menjadi guru teater.
"Apa yang saya suka pada usia 19, saya masih menyukainya hingga hari ini," katanya.
Nasihat terbaiknya darinya adalah "saya ingin menekankan bahwa pekerjaan Anda bukanlah cara untuk mengukur kesuksesan Anda. Kebahagiaan adalah yang utama. Gelar Anda mungkin akan membawa Anda ke suatu tempat, tetapi jangan salahkan diri Anda jika Anda tidak segera memperoleh pekerjaan impian Anda."
"Kadang butuh bertahun-tahun untuk mencari tahu apa yang sebenarnya ingin Anda kerjakan," tambahnya.
"Dan jika Anda mendapati diri Anda kurang tertarik pada karier saat ini karena Anda tumbuh, berubah atau bertambah tua, biarkan hal tersebut terjadi."
3. Jurusan dan Pengalaman Kuliah Tidak akan Menentukan Karir Anda Selamanya
Lee Ruark lulus dengan gelar sarjana sejarah pada tahun 2007 dan menghabiskan 3 tahun berikutnya untuk mencari tahu pilihannya, antara militer, lanjut sekolah hukum atau berkarier di kepolisian.
Dia akhirnya menjadi guru pengganti (honorer) dan mendapat sertifikasi untuk mengajar sains di sekolah menengah secara full time.
Ruark, sekarang berusia 35 tahun dan tinggal di Jeffersonville, Vermont, ingat sekali rasa stres yang dialami karena merasa tanpa arah setelah lulus kuliah dan merasa bahwa dia tertinggal jauh sementara teman-temannya yang lain telah bergerak maju.
"Yang menarik adalah, setelah membicarakannya dengan mereka, saya menyadari semua teman saya memiliki kecemasan yang sama ketika melihat kesuksesan orang lain," katanya.
Dia berharap para lulusan baru memahami jurusan kuliah dan nilai yang diperoleh tidak akan selamanya menentukan prospek karir mereka. Walaupun kualifikasi tersebut dapat membawa resume Anda ke tangan recruiter, "setelah Anda dipekerjakan, lebih penting untuk dapat diandalkan dan pekerja keras," katanya.
4. Ambil risiko
Celine Crestin, usia 39, memulai kariernya bekerja di ritel dan kemudian pindah dan berkarier di pemerintah federal, merasa tidak terpenuhi dan berjuang untuk melunasi pinjaman mahasiswanya (student loans) untuk gelar yang menurutnya tidak sepadan.
"Kemudian saya menjadi orang tua tunggal sehingga tidak dapat memilih karier yang berisiko karena saya hanya memiliki sedikit tabungan dan utang yang menumpuk," katanya.
Namun pada tahun 2017, dia memilih mengambil risiko dan mampu membuat lompatan untuk menjadi agen real estate, setelah bekerja dua pekerjaan selama 2 tahun untuk memenuhi kebutuhan, dia merasa jauh lebih bahagia dalam karir keduanya.
Dia menyarankan lulusan baru untuk mengambil keputusan dengan pendekatan dan keterbukaan yang sama.
"Jangan buang waktu merenung 'coba saja kalau....' dalam hidup, tetapi lebih fokus pada apa yang membuat Anda bahagia dan membuat Anda puas," kata Crestin.
"Ambil kesempatan untuk mencoba beberapa hal dan jangan pernah takut akan perubahan. Terkadang Anda harus mengambil risiko atau kesempatan itu akan hilang."
5. Berpikir Jauh ke Depan
Kristen Conley, seorang pekerja kesehatan berusia 40 tahun di St. Petersburg, Florida, tidak puas dengan pekerjaannya di bidang pencitraan medis sampai akhirnya melanjutkan kuliah pada tahun 2017 untuk mendapatkan lisensi teknologi medisnya.
Sekarang, dia menyukai bidang pekerjaannya, yang menurutnya "terbuka lebar" dan berkembang pesat seiring dengan populasi yang menua.
Sarannya kepada para profesional muda saat ini adalah memikirkan spesialisasi dalam minat mereka yang akan terus dibutuhkan.
Sarah Augustynek, 39, berpikir sama juga. Dia telah menghabiskan kariernya bekerja sebagai pengacara di Buffalo, New York. Dia menyarankan anak muda saat ini untuk melihat pendidikan dan karir mereka sebagai investasi.
Saat meneliti karier, "berhati-hatilah untuk melihat proyeksi pasar di masa depan, industri mana yang prospek dan mana yang tak prospek," tambahnya.
6. Pertimbangkan Biaya dan Peluang Kerja
Brad Walters, 34, belajar kebijakan publik di perguruan tinggi, bekerja di bidang pendidikan selama 2 tahun dan kemudian lanjut kuliah di sekolah hukum. Tapi dia punya tumpukan utang pinjaman mahasiswa (student loans) US$ 200.000 (Rp 2,86 miliar) dan merasa menyesal.
Nasihat terbesarnya: Jangan pergi ke sekolah hukum [yang terkenal mahal].
"Kebanyakan orang yang kuliah di sekolah hukum seharusnya tidak perlu melakukan itu," katanya.
Meskipun dia pikir cocok berdasarkan kepribadiannya dan percaya akan menawarkan berbagai keterampilan, dia menemukan bidang tersebut memiliki aturan ketat dengan jadwal yang padat dan sedikit peluang untuk maju.
Setelah menikah, memiliki anak dan mengevaluasi kembali kariernya, ia meninggalkan hukum dan kembali ke pendidikan.
Dia menyarankan mereka yang mempertimbangkan sekolah hukum untuk berpikir panjang tentang keputusan yang mahal dan memakan waktu.
Pada puncaknya, dia membayar US$ 4.000 (Rp 56,8 juta) sebulan untuk utang kuliahnya. Dia juga mengatakan bahwa terlepas dari stigma dan mitos pencari kerja muda, berganti pekerjaan adalah cara terbaik baginya untuk maju dalam kariernya.
7. Belajar dari Mentor tetapi Jangan Tiru Apa yang Ia Lakukan
Steve Pederzani, seorang pengacara berusia 32 tahun yang tinggal di Albuquerque, New Mexico, menanggung beban pinjaman mahasiswa senilai US$ 350.000 (Rp 4,97 miliar) ketika kuliah hukum.
Dia mengatakan para mentor meyakinkannya bahwa itu adalah "pertaruhan yang aman" dengan mengutang, dan kariernya setidaknya akan "cukup stabil sehingga dapat memiliki rumah dan keluarga."
Namun, 5 tahun kemudian, dia merasa tujuan itu tidak tercapai karena utangnya yang tinggi dan gajinya yang tidak terlalu besar.
Pembelajaran terbesarnya dan nasihat kepada para profesional muda: "Jangan terlalu bergantung dan mengandalkan orang lain sebagai jaminan Anda."
"Jangan meniru nasihat mentor Anda kata demi kata," kata Pederzani. "Belajarlah dari mereka sebagai gantinya, dan sesuaikan saran mereka dengan dunia saat ini - dunia tempat Anda tinggal."
8. Apa yang Terjadi Tak Selalu Sesuai Rencana, Berjalanlah Sebagaimana Mestinya
Seperti yang dikatakan oleh Daniel Guerrant, 39 tahun, dari Littleton, Colorado, "apa yang saya rencanakan hampir semua tidak terjadi, tetapi selalu berhasil sebagaimana mestinya."
Misalnya, dia tidak diterima kuliah di kampus incarannya tetapi dia mendapatkan pendidikan yang bagus dari tempat lain.
Di Angkatan Laut, tugas pertama yang ia terima sebetulnya masuk pilihan urutan kedelapan yang ingin ia lakukan, bekerja di kapal selam. Akan tetapi dia malah menikmatinya lebih dari beberapa rekannya yang mendapat pilihan pertama.
Setelah Angkatan Laut, dia kembali ke kampus untuk mendapatkan gelar doktor dan hanya diterima di Universitas Colorado di Boulder. Dan, meskipun dia hanya diterima oleh satu beasiswa, akhirnya dia bergabung dengan NASA.
Hari ini, Guerrant adalah seorang insinyur penerbangan yang bekerja pada pendarat bulan (moon lander) komersial yang didanai NASA dan reservist (anggota tim cadangan) Angkatan Laut pada Office of Naval Research.
Dia menyarankan orang-orang untuk memilih jurusan berdasarkan karier yang disenangi dan nikmati.
Ketika melanjutkan kuliah S-3, dia mengatakan niatnya karena dia suka bidang penelitiannya, meskipun pilihannya tidak menarik secara finansial.
Jadi, semuanya kembali ke Anda semua para Generasi Z.