
Pernah Tembus Rekor Sejuta, Emas Antam Sudah Anjlok Rp143.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk atau yang dikenal dengan emas Antam hari ini, Rabu (24/2/2021) diperdagangkan di Rp 938.000/batang untuk satuan 1 gram.
Level tersebut masih belum jauh dari level terendah 7 bulan Rp 922.000/batang yang disentuh pada Rabu (17/2/2021) lalu.
Tidak seperti tahun 2020, emas Antam belum menunjukkan kilaunya lagi di 2 bulan pertama 2021. Sepanjang tahun ini, emas Antam tercatat sudah menurun 4,46%.
Bahkan, jika melihat lebih ke belakang, harga emas Antam sudah mulai dalam tren menurun setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang masa Rp 1.065.000/batang pada 7 Agustus 2020 lalu. Jika dilihat dari rekor tertinggi, hingga titik terendah di tahun ini, harga emas Antam sudah jeblok Rp 143.000/batang atau lebih dari 13%.
Jebloknya harga emas Antam tersebut tak lepas dari merosotnya harga emas dunia. Sepanjang tahun ini emas dunia sudah turun lebih dari 6%, dan merosot 14% jika dilihat dari rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons.
Emas saat ini sedang tak menarik di mata pelaku pasar. Harganya masih terus menurun meski pemerintah AS akan menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun.
Stimulus senilai US$ 1,9 triliun akan menjadi yang terbesar kedua sepanjang sejarah AS, setelah US$ 2 triliun yang digelontorkan pada bulan Maret 2020 lalu.
House of Representative (DPR) AS akan melakukan voting terhadap proposal stimulus senilai US$ 1,9 triliun tersebut di pekan ini. Jika berhasil disetujui, maka proposal tersebut selanjutnya akan diserahkan ke Senat.
Stimulus tersebut diharapkan bisa cair sebelum pertengahan Maret, dimana stimulus fiskal yang ada saat ini akan berakhir.
Stimulus fiskal merupakan salah satu bahan bakar emas untuk menguat, bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa tahun lalu. Tetapi, kini harga emas masih tetap melempem.
Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga menegaskan belum akan mengetatkan kebijakan moneter dalam waktu dekat. Suku bunga 0,25% masih akan dipertahankan hingga tahun 2023, dan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan juga belum akan dikurangi.
Artinya faktor-faktor yang membawa emas meroket di tahun lalu masih tetap ada, tetapi emas belum mampu kembali menguat.
Penguatan bursa saham, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS membuat harga emas menjadi tak menarik. Saham jelas merupakan aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, saat kondisi perekonomian global membaik, maka investor akan masuk ke pasar saham.
Sementara Treasury sama dengan emas merupakan aset aman (safe haven). Bedanya Treasury memberikan imbal hasil (yield) sementara emas tanpa imbal hasil. Dengan kondisi tersebut, emas menjadi kurang menarik di mata pelaku pasar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bitcoin Mulai Gerogoti Emas