
Lumayan! Emas Antam Tahun Ini Cuan 35%, Tahun Depan Borong?

Jakarta CNBC Indonesia - Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam), menjadi salah satu aset investasi yang bersinar di tahun 2020.
Tahun yang dikenang oleh umat manusia akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang melanda dunia. Pandemi yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah dunia modern tersebut telah membuat perekonomian global masuk ke jurang resesi.
Pandemi Covid-19 menjadi alasan utama harga emas Antam meroket di tahun ini. Harga emas Antam bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada 7 Agustus lalu. Saat itu, emas satuan 1 gram dibanderol Rp 1.065.000/batang, atau melesat nyaris 50% sejak awal tahun atau secara year-to-date (YtD).
Namun, sejak mencapai rekor tersebut harga emas Antam perlahan terus menurun. Pada Kamis (30/12/2020) kemarin, satuan 1 gram dibanderol Rp 965.000/batang, sehingga sepanjang tahun ini mampu membukukan penguatan 35,34%.
Pergerakan harga emas Antam tentunya mengikuti pergerakan harga emas dunia. Tetapi kenaikan emas antam lebih besar, sebab ada faktor rupiah yang juga mempengaruhi harga emas Antam.
Rupiah membukukan pelemahan di tahun ini. Harga emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saat kurs Mata Uang Garuda melemah harganya menjadi lebih mahal ketika dikonversi ke rupiah. Sehingga saat harga emas dunia naik dan rupiah melemah, maka harga emas Antam akan naik berlipat-lipat.
Tetapi secara garis besar, arah pergerakan emas Antam akan mengekor emas dunia.
Harga emas dunia juga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu. Tetapi setelahnya perlahan-lahan harganya mulai menurun, hingga berada di kisaran US$ 1.893/troy ons kemarin.
Jika dilihat dari posisi akhir 2019 hingga ke level tersebut, emas melesat nyaris 25%, menjadi kenaikan terbesar sejak tahun 2010, saat itu logam mulia ini meroket nyaris 30%.
Pandemi Covid-19, yang membuat perekonomian global masuk ke jurang resesi membuat bank sentral dan pemerintah di berbagai negara menggelontorkan stimulus fiskal dan moneter, yang menjadi "bahan bakar" emas untuk menguat.
Dari semua negara, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump menjadi yang paling sensasional dalam menggelontorkan stimulus fiskal dan moneter.
Di bulan Maret, The Fed membabat habis suku bunganya dari 1,75% menjadi 0,25%, atau dipangkas 150 basis poin (bps). Tidak hanya itu, The Fed di bawah komando sang ketua Jerome Powell juga menggelontorkan stimulus moneter dengan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai tak terbatas, artinya berapapun akan dikucurkan selama diperlukan oleh perekonomian.
Sementara itu, pemerintah AS menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun di bulan Maret yang disebut CARES Act. Stimulus tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, nilainya bahkan setara dengan 2 kali produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat perekonomian AS banjir likuiditas, dan emas diuntungkan dari 2 sisi.
Yang pertama, stimulus moneter dan fiskal membuat jumlah uang beredar di AS bertambah, dan nilai dolar AS pun melemah. Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saat mata uang Paman Sam tersebut melemah, maka harganya akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Alhasil permintaan berpotensi meningkat, harganya melesat.
Yang kedua, emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi. Stimulus moneter dan fiskal tersebut berpotensi memicu inflasi yang tinggi, sehingga permintaan emas sebagai aset lindung inflasi meningkat. Dua hal tersebut membuat harga emas mampu bersinar di tahun pandemi 2020.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> 2021 Emas Antam Melesat 50% Lebih?