Tak Hanya DPR, Korban Jiwasraya Minta Tolong Jokowi!
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
17 December 2018 14:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak cuma mengancam akan meminta solusi dan mengadukan kasus gagal bayar produk bancassurance PT Asuransi Jiwasraya (Persero), para nasabah juga berniat langsung mengadukan kasus ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tercatat sudah sebanyak 141 nasabah yang menjadi 'korban' Jiwasraya di mana tergabung dalam Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya.
"Ada dua opsi, pertama kita berikan waktu sampai Rabu (17/12/2018) agar manajemen bertindak dan memberikan solusi. Jika tidak maka opsi pertama adalah adukan ke DPR kemudian opsi kedua kita akan langsung temui Presiden Joko Widodo," kata Ketua Koordinator Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya, Rudyantho ketika dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/12/2018).
Nasabah selama ini, menurut Rudyantho sudah cukup sabar menunggu pembayaran klaim polis bancassurance. Namun sampai saat ini belum juga ada titik terang.
"Padahal produk bancassurance itu bukan produk sederhana, tak semua bank bisa punya produk tersebut. Harus ada izin resmi OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga produk investasi ini harusnya mendapatkan pengawasan khusus," kata Rudyantho.
Apalagi, menurut Rudyantho, Jiwasraya adalah BUMN yang harusnya terpercaya bisa mengelola dana masyarakatnya. "Harusnya BUMN jadi pelopor. Kalau sudah begini maka hilang kepercayaan, ini bola salju jadinya entah bagaimana pengelolaan keuangan yang lain," tegas Rudyantho.
Ia mengharapkan, akan ada sebuah solusi khusus dari pemerintah terkait hal ini. Diharapkan, pemerintah serius menangani masalah yang tengah mendera Jiwasraya ini.
"Kita maunya berdamai. Sehingga ada solusi. Tapi jangan diam saja. Baik nanti OJK yang memfaslitasi, DPR atau Presiden harus ada yang bertanggung jawab," katanya.
"Sayangnya OJK hanya bilang, masalah gagal bayar adalah hal yang biasa. Ini kan cukup aneh, gagal bayar biasa lalu bagaimana pengawasan lainnya," tutup Rudyantho.
Kasus gagal bayar bancassurance Jiwasraya ini melibatkan tujuh bank. Di antaranya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Standard Chartered, ANZ, DBS, hingga Hana Bank.
Kepala Bagian Komunikasi Korporat Jiwasraya Wiwik Prihatini tidak bersedia memberikan jawaban atas masalah ini. Ia meminta pertanyaan ini disampaikan ke direktur utama. "Mohon langsung ditanyakan ke Pak Dirut," ujarnya, Senin 917/12/2018).
Sayang, Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko tidak merespons pertanyaan CNBC Indonesia. Sementara, CNBC Indonesia juga masih menunggu jawaban dari OJK selaku regulator terkait kasus ini. Kementerian BUMN sendiri belum mau memberikan klarifikasi setelah CNBC Indonesia mengirimkan pesan kepada Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Jasa Kementerian BUMN Gatot Tri Hargo.
Sebagai informasi, pada 1 Oktober 2018, manajemen mengumumkan soal adanya tekanan likuiditas yang membuat Jiwasraya menunda pembayaran polis jatuh tempo produk bernama saving plan. Total pembayaran polis yang tunda mencapai Rp 802 miliar.
Saving plan merupakan produk asuransi unit link yang menawarkan proteksi sekaligus investasi. Produk ini dijual melalui kanal distribusi perbankan atau bancassurance.
Sebagaian besar dana produk ini diinvestasikan di pasar modal. Masalahnya pasar saham volatil yang membuat kinerja imbal hasil investasi tertekan. Sementara itu, manajemen menjanjikan imbal hasil yang lumayan untuk produk ini.
Dalam kondisi bursa saham volatil, Jiwasraya tidak bisa melakukan cut loss. Jika melakukan hal tersebut maka Jiwasraya akan berhadapan dengan hukum karena dianggap melakukan kegiatan yang merugikan negara.
Kementerian BUMN pun memutuskan untuk melakukan audit investigasi atas masalah ini. "Kami melakukan investigasi audit terus terang saja. Kami berbicara dengan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dalam investigasi audit," imbuh Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu.
Akhir solusi sementara dihadirkan. Jiwasraya memutuskan untuk membayar bunga kepada 1.286 pemegang polis yang telah jatuh tempo. Adapun nilainya mencapai Rp 96,58 miliar.
(dru/roy) Next Article Simak, Ini Janji Jiwasraya kepada Para Pemegang Polisnya
Tercatat sudah sebanyak 141 nasabah yang menjadi 'korban' Jiwasraya di mana tergabung dalam Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya.
"Ada dua opsi, pertama kita berikan waktu sampai Rabu (17/12/2018) agar manajemen bertindak dan memberikan solusi. Jika tidak maka opsi pertama adalah adukan ke DPR kemudian opsi kedua kita akan langsung temui Presiden Joko Widodo," kata Ketua Koordinator Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance Jiwasraya, Rudyantho ketika dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/12/2018).
![]() |
Nasabah selama ini, menurut Rudyantho sudah cukup sabar menunggu pembayaran klaim polis bancassurance. Namun sampai saat ini belum juga ada titik terang.
"Padahal produk bancassurance itu bukan produk sederhana, tak semua bank bisa punya produk tersebut. Harus ada izin resmi OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Sehingga produk investasi ini harusnya mendapatkan pengawasan khusus," kata Rudyantho.
Apalagi, menurut Rudyantho, Jiwasraya adalah BUMN yang harusnya terpercaya bisa mengelola dana masyarakatnya. "Harusnya BUMN jadi pelopor. Kalau sudah begini maka hilang kepercayaan, ini bola salju jadinya entah bagaimana pengelolaan keuangan yang lain," tegas Rudyantho.
Ia mengharapkan, akan ada sebuah solusi khusus dari pemerintah terkait hal ini. Diharapkan, pemerintah serius menangani masalah yang tengah mendera Jiwasraya ini.
"Kita maunya berdamai. Sehingga ada solusi. Tapi jangan diam saja. Baik nanti OJK yang memfaslitasi, DPR atau Presiden harus ada yang bertanggung jawab," katanya.
"Sayangnya OJK hanya bilang, masalah gagal bayar adalah hal yang biasa. Ini kan cukup aneh, gagal bayar biasa lalu bagaimana pengawasan lainnya," tutup Rudyantho.
Kasus gagal bayar bancassurance Jiwasraya ini melibatkan tujuh bank. Di antaranya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Standard Chartered, ANZ, DBS, hingga Hana Bank.
Kepala Bagian Komunikasi Korporat Jiwasraya Wiwik Prihatini tidak bersedia memberikan jawaban atas masalah ini. Ia meminta pertanyaan ini disampaikan ke direktur utama. "Mohon langsung ditanyakan ke Pak Dirut," ujarnya, Senin 917/12/2018).
Sebagai informasi, pada 1 Oktober 2018, manajemen mengumumkan soal adanya tekanan likuiditas yang membuat Jiwasraya menunda pembayaran polis jatuh tempo produk bernama saving plan. Total pembayaran polis yang tunda mencapai Rp 802 miliar.
Saving plan merupakan produk asuransi unit link yang menawarkan proteksi sekaligus investasi. Produk ini dijual melalui kanal distribusi perbankan atau bancassurance.
Sebagaian besar dana produk ini diinvestasikan di pasar modal. Masalahnya pasar saham volatil yang membuat kinerja imbal hasil investasi tertekan. Sementara itu, manajemen menjanjikan imbal hasil yang lumayan untuk produk ini.
Dalam kondisi bursa saham volatil, Jiwasraya tidak bisa melakukan cut loss. Jika melakukan hal tersebut maka Jiwasraya akan berhadapan dengan hukum karena dianggap melakukan kegiatan yang merugikan negara.
Kementerian BUMN pun memutuskan untuk melakukan audit investigasi atas masalah ini. "Kami melakukan investigasi audit terus terang saja. Kami berbicara dengan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dalam investigasi audit," imbuh Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu.
Akhir solusi sementara dihadirkan. Jiwasraya memutuskan untuk membayar bunga kepada 1.286 pemegang polis yang telah jatuh tempo. Adapun nilainya mencapai Rp 96,58 miliar.
(dru/roy) Next Article Simak, Ini Janji Jiwasraya kepada Para Pemegang Polisnya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular