
Cerita di Balik Penundaan Pembayaran Polis Jiwasraya Rp 802 M

Penundaan pembayaran terjadi pad produk saving plan sejak 1 Oktober 2018. Saving plan merupakan produk asuransi berbalut investasi (unit link) yang dijual dan didistribusikan melalui perbankan atau bancassurance.
Penyebab penundaan pembayaran kewajiban polis yang jatuh tempo karena kondisi pasar modal yang bergejolak. Maklum, produk ini banyak menempatkan investasinya di pasar modal. Selain itu, produk ini juga ditempatkan pada properti yang tidak dapat dijual dalam waktu cepat.
Muhamad Zamkhani menambahkan manajemen sedang mengupayakan pendanaan untuk memenuhi kewajiban tersebut. Manajemen juga menawarkan perpanjangan waktu jatuh tempo (roll over) pada nasabah yang tersedia.
"Penundaan pembayaran polis jatuh tempo ini hanya pada produk yang dijual melalui perbankan (bancassurance) sementara yang dijual melalui agen masih bisa dipenuhi kewajibannya," terang Muhamad Zamkhani.
Sebelumnya CNBC Indonesia menulis produk yang mengalami penundaan pembayaran klaim adalah produk yang dijual melalui kanal bancassurance. Produk ini berada pada 11 bank. Produk bancassurance ini di antaranya bekerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (BTN), PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), KEB Hana, Bank QNB.
Melihat laporan keuangan tahun 2017, kondisi keuangan Jiwasraya memang kurang menggembirakan. Hal ini terlihat dari laba bersih perusahaan yang anjlok 98,46% menjadi Rp 328,43 miliar. Tahun sebelumnya Jiwasraya mencatatkan laba bersih Rp 2,14 triliun.
Penurunan kinerjanya Pendapatan usaha tak tumbuh maksimal sementara jumlah beban terus meningkat. Jumlah pendapatan naik 19,03% menjadi Rp 25,12 triliun dari Rp 21,1 triliun.
Sementara jumlah beban naik 27,88% dari Rp 19,33 triiliun menjadi Rp 24,72 triliun. Salah satu penyebab kenaikan jumlah beban adalah pembayaran klaim dan manfaat yang naik lebih dari dua kali lipat, dari Rp 6,86 triliun menjadi Rp 15,67 triliun
Pada 2017, tingkat solvabilitas Jiwasraya sebesar 123,16%. Artinya Jiwasraya masih di atas ketentuan. Namun rasio solvabilitas pada 2017 turun dalam. Pasalnya, 2016 rasio solvabilitas Jiwasraya di kisaran 200,15%.
Freddy Pieloor, pemerhati asuransi menduga terjadi mismanajemen perusahaan dan misnanajemen arus kas.
"Dengan dana kelolaan di atas Rp 40 triliun, harusnya dengan mudah untuk mengalokasikan portofolionya. Karena ada porsi yang harus disiapkan jika banyak yang ajukan klaim, jangan semua diaokasikan untuk kejar return."
Dia menduga manajemen tidak menempatkan dan alokasi yang sesuai dengan industri asuransi pada umumnya.
Selain itu, lanjutnya, manajemen menengah ke atas perusahaan merupakan pihak yang ditunjuk oleh pihak Kementerian Keuangan sehinnga bukan berasal dari industri.
Irvan Rahardjo, Pengamat Asuransi mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus segera turun tangan karena masalah ini menyangkut kepercayaan masyarakat yang makin merosot sejak kasus AJB Bumiputera tak kunjung ada penyelesaian.
"Urgensi pendirian lembaga penjamin polis amanat UU 40/2014 tentang Asuransi juga belum terwujud," kata Irvan.
Adanya masalah penundaan pembayaran ini membuat kementerian BUMN turun tangan. Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan ada beberapa hal yang memang tengah dipantau oleh Kementerian BUMN terkait Jiwasraya.
"Kemarin sudah melihat juga pada beberapa hal karena kita memang melakukan juga audit terhadap Jiwasraya," kata Rini ketika ditemui di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018).
"Kami melakukan investigasi audit terus terang saja. Kami berbicara dengan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan] dalam investigasi audit," imbuh Rini.
Menurut Rini, Kementerian nantinya akan melihat lebih jauh Jiwasraya, kinerja keuangannya sampai nasabah-nasabah. "Jadi investigasi auditnya kita harapkan selesai minggu depan," tutur Rini.
"Jadi memang penundaan pembayaraan itu karena itu dasarnya kita sedang melihat betul ini customer basednya beneran semua atau tidak," ungkap Rini.
(roy/roy) Next Article Menteri Rini: Kami Tengah Lakukan Audit Investigasi Jiwasraya