Minyak Dunia Loyo Lagi, Tertekan Optimisme Damai Rusia-Ukraina
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia kembali bergerak melemah pada perdagangan Jumat (19/12/2025) pagi, memperpanjang tekanan yang sudah terjadi sejak awal pekan.
Berdasarkan data Refinitiv, per pukul 10.05 WIB, minyak Brent tercatat di level US$59,68 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di US$56 per barel.
Pergerakan hari ini menempatkan Brent nyaris stagnan dibandingkan posisi Kamis (18/12/2025) di US$59,82 per barel, sedangkan WTI terkoreksi tipis dari US$56,15 per barel.
Walau sempat mengalami kenaikan harian selama 2 hari beruntun, secara umum, pasar masih berada dalam fase konsolidasi di area rendah setelah tekanan jual mendominasi sepanjang Desember.
Jika ditarik lebih panjang, tren harga minyak sepanjang pekan ini masih cenderung melemah. WTI, misalnya, sudah turun lebih dari 2% secara mingguan.
Tekanan utama datang dari meredanya premi risiko geopolitik. Menurut pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pembicaraan menuju penyelesaian konflik Rusia-Ukraina disebut "mulai mendekati sesuatu", menjelang pertemuan pejabat AS dan Rusia akhir pekan ini. Optimisme ini menekan kekhawatiran gangguan pasokan global yang sebelumnya menopang harga.
Di sisi lain, pasar juga menilai ancaman blokade tanker minyak Venezuela oleh Amerika Serikat belum cukup kuat untuk mengangkat harga. Venezuela hanya menyumbang sekitar 1% pasokan minyak global, sehingga dampaknya relatif terbatas. Ketidakjelasan mekanisme penegakan sanksi membuat pelaku pasar cenderung wait and see.
Menurut analis IG Tony Sycamore, ketidakpastian teknis soal blokade Venezuela dan harapan tercapainya kesepakatan damai Rusia-Ukraina telah meredam risiko geopolitik di pasar minyak. Sentimen ini membuat harga lebih sensitif terhadap isu fundamental, khususnya keseimbangan pasokan dan permintaan global.
Sejumlah analis juga menilai risiko yang lebih besar justru berasal dari kebijakan terhadap Rusia. Pengetatan sanksi terhadap ekspor minyak Rusia berpotensi memberi dampak lebih signifikan dibandingkan Venezuela. Inggris sendiri baru saja menjatuhkan sanksi terhadap tiga produsen minyak Rusia berskala kecil, meski efek jangka pendeknya masih terbatas.
Tekanan struktural juga datang dari ekspektasi kelebihan pasokan pada awal tahun depan. Sejumlah pedagang dan analis energi global menilai pasar minyak akan berada dalam kondisi surplus, seiring kembalinya pasokan OPEC+ dan meningkatnya produksi negara non-OPEC, sementara permintaan global belum menunjukkan akselerasi berarti.
CNBC Indonesia
(emb/emb)