BI Rate Berpeluang Turun di 2026, 5 Ekonom Beri Catatan Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50%.
"Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian global dengan tetap memperkuat efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah ditempuh selama ini untuk menjaga stabilitas dan mendorong perekonomian nasional," tegas
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam paparan hasil, Kamis (18/12/2025).
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI-Rate lebih lanjut dengan prakiraan inflasi 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, serta perlunya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Terkait dengan peluang penurunan suku bunga pada tahun depan, berikut pandangan 5 ekonom terhadap keputusan Bank Indonesia tersebut
1. Bank Permata
Kepala Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan Permata Bank Faisal Rachman menilai keputusan tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar di tengah tanda-tanda moderasi pertumbuhan ekonomi domestik.
"Menurut BI, keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas Rupiah sekaligus terus meningkatkan efektivitas pelonggaran moneter dan makroprudensial yang telah diterapkan untuk menjaga stabilitas dan mendukung perekonomian domestik," ujar Faisal kepada CNBC Indonesia, Rabu (17/12/2025).
Bank Permata memperkirakan ruang penurunan suku bunga BI pada 2026 akan ada walaupun tidak sebesar tahun sebelumnya. Faisal memperkirakan pelanggaran suku bunga secara kumulatif sebesar 50 basis poin atau lebih kecil.
"Ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter kemungkinan akan lebih terbatas dibandingkan tahun 2025. Kami memperkirakan pelonggaran kumulatif tidak lebih dari 50 bps, dan bisa lebih rendah jika tekanan stabilitas berlanjut lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya," ujarnya.
2. Bank Central Asia (BCA)
Kepala Ekonom BCA David E. Sumual pun menilai keputusan Bank Indonesia sejalan dengan dengan perkembangan inflasi dan variabel keseimbangan eksternal lainnya.
Adapun ruang penurunan suku bunga pada 2026 dinilai masih terbuka, meski realisasinya akan sangat bergantung pada arah kebijakan moneter Amerika Serikat.
"Masih ada ruang penurunan suku bunga tahun depan tergantung juga bagaimana kebijakan moneter AS tahun depan," ujar David kepada CNBC Indonesia.
David pun memperkirakan inflasi akan masih berada pada kisaran 2,5% setelah keputusan Bank Indonesia tersebut. Adapun pemulihan kredit dinilai masih menghadapi sejumlah hambatan struktural di lapangan.
Seperti yang diketahui, Bank Indonesia mencatat, kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 7,74% (yoy) hingga November 2025, sedikit meningkat dari pertumbuhan 7,36% (yoy) pada bulan sebelumnya.
Menurutnya kondisi tersebut bukan disebabkan keterbatasan pasokan likuiditas, yakni akibat permintaan kredit yang masih tertahan.
"Pemulihan kredit terkendala oleh hambatan-hambatan struktural di lapangan. Dari sisi pasokan likuiditas relatif memadai, persoalan lebih pada permintaan kredit yang masih tertahan," ujarnya.
3. Bank Mandiri
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro menilai keputusan Bank Indonesia menahan suku bunga untuk memprioritaskan stabilitas rupiah. Tak hanya itu, keputusan tersebut juga diharapkan dapat menarik masuknya portofolio asing di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
"Sambil terus memperkuat transmisi pelonggaran moneter dan makroprudensial yang telah diterapkan sebelumnya," ujar Andry.
Ke depannya, Bank Mandiri memperkirakan Bank Indonesia akan menilai ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, didukung oleh perkiraan inflasi untuk tahun 2025-2026 yang tetap berada dalam kisaran target 2,5±1%, sambil juga mempertimbangkan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
4. Bank Danamon
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang menilai kebijakan moneter mulai menunjukkan perbaikan meski intermediasii perbankan tetap kaku. Suku bunga pasar mengalami penyesuaian lagi karena BI menaikkan suku bunga SRBI menjadi 4,90% untuk 6 bulan, 4,94% untuk 9 bulan, dan 4,98% untuk 12 bulan.
"Dengan demikian, SBN 2 tahun tetap tinggi di 5,08% sementara SBN 10 tahun tetap kaku. Di sektor perbankan, INDONIA berada di 4,12% menurun 191 bps secara tahunan, bersamaan dengan suku bunga pinjaman yang kaku, dibatasi oleh biaya operasional yang tinggi dan margin risiko yang tinggi," ujar Hosianna.
Bank Danamon menilai ke depannya, BI akan memprioritaskan stabilitas nilai tukar dalam jangka pendek, karena nilai rupiah terhadap dolar AS masih tinggi. Meskipun demikian, BI menyatakan bahwa masih ada ruang untuk penurunan suku bunga hingga tahun 2026 untuk mendukung pertumbuhan melalui ekspansi likuiditas.
"Dengan syarat stabilitas nilai tukar yang berkelanjutan dan ekspektasi inflasi yang terkendali tetap terjaga," ujarnya.
5. Maybank Indonesia
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menilai hingga saat ini belum terlihat tekanan signifikan baik dari sisi harga energi maupun inflasi impor sehingga ruang penurunan suku bunga BI masih terbuka cukup lebar.
Namun, kebijakan juga akan bergantung pada langkah Bank Sentral AS, The Federal Reserve.
"Misalkan The Fed hanya melakukan penurunan suku bunga satu kali Kita juga kelihatannya Paling penurunan suku bunga hanya sekali Tapi kalau misalkan Begitu The Fed berganti Posisi gubernur bank sentralnya dari Jerome Powell ke figur yang lebih pro ke kebijakan Donald Trump Bisa saja BI Rate bisa turun lebih dari sekali Untuk tahun depan," ujar Myrdal ke CNBC Indonesia.
Adapun penyaluran kredit yang masih lemah, Myrdal menyoroti peran pemerintah dalam menjaga likuiditas melalui pemindahan dana ke bank-bank milik negara atau Himbara.
Seperti yang diketahui Kementerian Keuangan memindahkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp 276 triliun kepada bank Himbara untuk mendorong kredit, memperkuat likuiditas dan menstabilkan ekonomi nasional.
"Ya seharusnya ini dampaknya bagus ya Jadi dengan adanya injeksi likuiditas Rp 276 triliun kita berharap opportunity cost of money ini Bisa menurun ya Jadi Bank Himbara juga kondisi likuiditasnya berlimpah di saat itulah juga akan ada distribusi," ujar Myrdal.
(haa/haa)