Jutaan Warga China Tiba-Tiba Berebut Jadi PNS, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena perburuan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) di China mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah di tengah melambatnya ekonomi negara tersebut. Jutaan pemuda terdidik kini beralih mencari keamanan kerja di sektor publik seiring dengan memburukannya prospek lapangan kerja di sektor swasta.
Tingginya minat ini mencerminkan pudarnya kepercayaan terhadap sektor swasta yang selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi China. Lemahnya sentimen bisnis dan pengetatan regulasi di berbagai industri telah memicu gelombang PHK besar-besaran, yang memaksa para pencari kerja menurunkan ekspektasi mereka demi stabilitas jangka panjang.
Dalam laporan CNBCÂ International, Rabu, (18/12/2024), sebanyak 3,7 juta pelamar di seluruh negeri mengikuti ujian tahunan pegawai negeri sipil. Persaingan tercatat sangat brutal, di mana hanya satu dari sekitar 100 pelamar yang diperkirakan akan lolos untuk mengisi 38.100 posisi tingkat awal pemerintah yang tersedia tahun depan.
Sebagai perbandingan, tingkat pengangguran kaum muda usia 16-24 tahun di perkotaan China tetap berada di atas 17% sejak Juli lalu. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat yang berada di kisaran 10%.
Kondisi ini memicu kembalinya tren "mangkuk nasi besi" (iron rice bowls). Ini merujuk istilah lokal untuk pekerjaan pemerintah yang menawarkan stabilitas dan jam kerja tetap.
"Tidak banyak lowongan di luar sana. Sangat menyakitkan kehilangan tawaran kerja setelah berbulan-bulan mencari, tetapi ini menunjukkan betapa tidak stabilnya sektor swasta saat ini," ujar Coral Yang (22), lulusan universitas ternama di Shanghai yang kini memilih bersiap mengikuti ujian PNS setelah tawaran kerja dari sebuah agensi pemasaran dibatalkan akibat pemotongan biaya.
Data dari platform rekrutmen Zhilian Zhaopin menunjukkan pergeseran drastis, di mana sekitar 63% mahasiswa memilih sektor publik sebagai pilihan utama mereka pada 2024, melonjak dari 42% pada tahun 2020. Sebaliknya, minat bekerja di perusahaan swasta merosot dari 25,1% menjadi hanya 12,5% dalam periode yang sama.
Tekanan fiskal akibat krisis properti juga membuat pemerintah daerah kesulitan menambah jumlah staf. Akibatnya, rasio persaingan di beberapa provinsi kini menyaingi tingkat seleksi universitas paling elit di dunia. Di wilayah pedesaan tertentu, persaingan bahkan mencapai angka yang mengejutkan, yakni satu posisi diperebutkan oleh 6.470 pelamar.
Selain itu, minat terhadap pendidikan pascasarjana juga mulai meredup. Jumlah kandidat ujian masuk pascasarjana nasional turun menjadi 3,4 juta dari puncaknya sebanyak 4,74 juta pada tahun 2023. Hal ini mencerminkan pudarnya keyakinan bahwa gelar yang lebih tinggi akan menjamin prospek kerja yang lebih baik di pasar yang sedang lesu.
Para ekonom pun memberi peringatan soal ini. Fenomena "penumpukan talenta terbaik" di sektor publik ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
"Tren ini dapat melemahkan dinamika inovasi di ekonomi swasta karena lulusan terbaik lebih memilih birokrasi negara daripada jalur kewirausahaan yang berisiko tinggi," pungkas profesor dari S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura, Mingjiang Li.
(tps/sef)[Gambas:Video CNBC]