MARKET DATA

IHSG Sesi 1 Ditutup Naik 0,33%, Balik Lagi ke Level 8.700

Redaksi,  CNBC Indonesia
17 December 2025 12:50
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/9/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/9/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 28,56 poin atau 0,33% ke level 8.715,03 pada akhir perdagangan sesi pertama hari ini, Rabu (17/12/2025).

Sebanyak 408 saham menguat, 236 turun, dan 157 belum bergerak. Nilai transaksi pagi ini mencapai Rp 26,89 triliun, melibatkan 34,43 miliar saham dalam 1,65 juta kali transaksi. Diketahui lebih dari setengah transaksi hari ini terjadi di pasar negosiasi, dengan transaksi sebesar Rp 14,01 triliun di saham MDIY, Rp 1,45 triliun di saham CBDK dan Rp 316 miliar di saham emiten bank digital yang baru IPO dan perdana melantai hari SUPA.

Kapitalisasi pasar pun kembali menyentuh Rp 16.000 triliun atau nyaris mencapai US$ 1 triliun.

Mayoritas sektor perdagangan hari ini bergerak di zona hijau dengan penguatan terbesar dicatatkan oleh sektor teknologi, industri dan properti. Sementara itu hanya sektor konsumer non-primer dan utilitas yang mengalami koreksi hari ini.

Emiten perbankan BUMN Bank Rakyat Indonesia (BBRI) tercatat menjadi penggerak utama kinerja IHSG. Saham BBRI melesat 2,17% hari ini ke Rp 3.770 per saham usai mengumumkan pembagian dividen interim, yang mana nilai nominalnya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Saham BBRI mengerek naik IHSG sebesar 13,17 poin.

Sejumlah emiten lain yang ikut menjadi pendorong kinerja IHS hari ini termasuk MORA, ENRG, BBCA dan TLKM.

Adapun pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen yang bergerak pada hari ini. Sentimen terbesar akan datang dari keputusan BI dalam memutuskan suku bunga.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini akan berakhir. BI akan mengumumkan hasil keputusan rapat pada Rabu siang pukul 14.00 WIB di tengah tekanan eksternal yang semakin nyata, mulai dari ekonomi China hingga data di AS.

Sorotan utama tertuju pada data penjualan ritel China yang anjlok, hanya tumbuh 1,3%, jauh di bawah ekspektasi pasar.

Angka ini menjadi sinyal merah bahwa permintaan domestik di negara mitra dagang utama Indonesia tersebut sedang terpuruk parah.

Bagi Indonesia, kondisi ini membawa risiko penurunan permintaan komoditas ekspor unggulan seperti batu bara dan nikel, yang dapat menekan neraca transaksi berjalan di penghujung tahun.

Dalam situasi ini, konsensus pasar berada di level yang sama di mana 50% pengamat berekspektasi dalam menurunkan suku bunga sementara sisanya mempertahankan suku bunga.

Prioritas utama Gubernur BI saat ini adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan daya tarik aset keuangan domestik agar tidak terjadi arus keluar modal (capital outflow). Namun, pelaku pasar akan sangat jeli mencermati pernyataan resmi BI hari ini untuk mencari sinyal arah kebijakan tahun 2026.

Pertanyaan kuncinya adalah apakah BI mulai membuka peluang pelonggaran guna memacu kredit dan sektor riil, mengingat risiko stagnasi global yang semakin nyata bisa merembet ke ekonomi domestik.

(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking! IHSG Tembus 8.000 Saat Pidato Presiden Prabowo


Most Popular
Features