BI Rate Turun 150 bps, Kok Bunga Kredit Masih 9%? Ini Kata Bankir
Jakarta, CNBC Indonesia — Para bankir menjelaskan penyebab lambatnya penurunan suku bunga kredit, yang hingga kini masih bertahan di kisaran 9% meski Bank Indonesia (BI) telah memangkas BI Rate sebesar 150 basis poin sejak September 2024 ke level 4,75%.
Dalam Rapat Dewan Gubernur, Gubernur BI Perry Warjiyo menyoroti fenomena tersebut. Menurutnya, bank masih agresif menawarkan suku bunga simpanan khusus (special rate) kepada deposan besar sehingga menahan ruang penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK).
Direktur Utama KB Bank (BBKP), Kunardy Darma Lie mengatakan pergerakan suku bunga kredit ditentukan oleh kondisi likuiditas, struktur biaya dana, dan profil risiko masing-masing bank. Keberadaan deposan besar yang membutuhkan special rate juga berpengaruh pada biaya pendanaan.
"Untuk KB Bank, kami terus melakukan penyesuaian secara terukur dan berimbang. Fokus kami menjaga kesehatan bank dan likuiditas, sambil tetap mendukung pertumbuhan kredit yang berkualitas," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/11/2025).
Ia menambahkan, optimalisasi biaya dana terus dilakukan agar ruang penurunan suku bunga kredit tetap terbuka sejalan dengan kebijakan moneter dan kondisi pasar.
Direktur Utama Bank Jatim (BJTM), Winardi Legowo menuturkan tren suku bunga di perusahaannya sejalan dengan penurunan BI Rate. Hal itu tercermin dari cost of fund yang turun baik secara tahunan maupun bulanan.
"Hal tersebut juga berdampak pada SBDK Bank yang mengalami tren penurunan secara yoy," kata Winardi. Namun ia mengakui special rate tetap diberikan pada momen tertentu, terutama akhir tahun, untuk menjaga likuiditas.
CIMB Niaga (BNGA) juga menurunkan SBDK secara bertahap. Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan mengatakan besaran penurunan bergantung pada sisa deposito berjangka panjang. "DPK baru seharusnya sudah lebih masuk akal rate-nya. Loan to deposit ratio juga melonggar," jelasnya.
Sementara itu, Bank Sahabat Sampoerna (BSS) menekankan bahwa pemberian special rate dilakukan secara selektif. Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis BSS, Henky Suryaputra menyebut bank kini mengejar dana dari segmen ritel yang lebih tidak sensitif terhadap suku bunga.
"Fokus kami menambah simpanan dari deposan retail, sehingga dapat mendukung pemberian kredit dengan rate yang lebih rendah," ujarnya.
Adapun penyaluran kredit perbankan masih lesu dan makin jauh dari target BI sebesar 8%-11%. Hingga Oktober 2025, pertumbuhan kredit hanya mencapai 7,36% yoy, turun dari bulan sebelumnya yang tumbuh 7,7% yoy.
(mkh/mkh)