MARKET DATA

IHSG Sesi 2 Ditutup Menguat 0,18% ke 8.419 Ditopang Emiten Konglo

Redaksi,  CNBC Indonesia
20 November 2025 16:22
Pergerakan indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (9/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pergerakan indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (9/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat pada perdagangan hari ini. IHSG yang sempat menguat 1% pada perdagangan intraday, memangkas apresiasi dan berakhir naik 0,16% atau menguat 13,34 poin ke level 8.419,92.

Sebanyak 311 saham naik, 306 saham turun, dan 195 saham tidak bergerak.

Nilai transaksi hari ini tergolong ramai atau mencapai Rp 19,41 triliun, melibatkan 37,84 miliar saham dalam 2,29 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun terkerek naik menjadi Rp 15.409 triliun.

Mayoritas sektor perdagangan bergerak di zona hijau, dengan apresiasi terbesar dicatatkan oleh utilitas, konsumer non-primer dan kesehatan. Adapun hanya sektor barang baku, teknologi dan properti yang mengalami koreksi hari ini.

Bank Mandiri (BMRI) yang menguat 1,86% ke Rp 4.940 per saham tercatat sebagai penopang utama kinerja IHSG dengan sumbangsih 7,48 poin.

Sementara itu, emiten milik konglomerat tercatat ramai-ramai menjadi pendorong kinerja IHSG di zona positif.

Saham-saham yang tercatat ikut menopang kinerja IHSG hari ini termasuk BREN, DSSA, CUAN, VKTR, BUVA dan WIFI.

Pelaku pasar tampaknya masih mencerna keputusan terbaru terkait suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2025 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate pada 4,75%. Ketetapan ini diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG, Rabu (19/11/2025).

Dalam RDG November ini, BI juga menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50%.

Sepanjang 2025, BI telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali, masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September. Total pemangkasan mencapai 125 bps, dari 6,00% di akhir 2024 menjadi 4,75% saat ini.

Sementara itu, bursa Asia kembali tersengat euforia kecerdasan buatan (AI).

Di Jepang, indeks acuan Nikkei 225 melesat 3,7% pada awal perdagangan, sementara Topix menguat 1,67%. Saham-saham terkait chip memimpin reli setelah laporan Nvidia, dengan SoftBank melonjak hingga 8%, Tokyo Electron terbang hampir 7%, Lasertec naik 5,6%, dan Renesas Electronics menguat 4,8%.

Di Korea Selatan, indeks Kospi menanjak 2,63% dan Kosdaq bertambah 1,75%. Sentimen positif juga mendorong saham berat seperti SK Hynix dan Samsung Electronics yang masing-masing menguat lebih dari 6% dan 3,3%.

Australia pun ikut menghijau dengan ASX/S&P 200 yang naik 1%. Namun, kontrak berjangka Hang Seng Hong Kong justru mengarah sedikit lebih rendah di 25.820, turun tipis dari penutupan sebelumnya di 25.830,65.

Hal itu setelah Nvidia merilis kinerja yang lebih kuat dari ekspektasi serta memberikan proyeksi optimistis yang kembali mengerek kepercayaan terhadap perdagangan berbasis AI.

Saham raksasa chip tersebut melonjak lebih dari 4% pada sesi setelah jam perdagangan usai pendapatan kuartal fiskal ketiganya melampaui estimasi laba maupun pendapatan.

Nvidia juga memberikan proyeksi penjualan kuartal keempat yang lebih tinggi dari perkiraan, dengan CEO Jensen Huang menyebut permintaan untuk chip Blackwell generasi terbaru berada pada level "off the charts."

Adapun fokus pasar domestik hari ini tertuju pada bauran kebijakan Bank Indonesia yang menerapkan strategi gas dan rem secara bersamaan. Keputusan untuk menahan suku bunga acuan tetap di level 4,75% menjadi jangkar stabilitas nilai tukar, sementara guyuran insentif likuiditas makroprudensial senilai lebih dari Rp 400 triliun dikucurkan untuk memacu pertumbuhan kredit perbankan.

Langkah domestik ini beriringan dengan dinamika global yang beragam, mulai dari sikap hati-hati China hingga penurunan inflasi Inggris yang memberikan sinyal baru bagi peta kekuatan mata uang dunia.

Selain BI Rate, risalah Federal Open Market Committee (FOMC) juga akan menjadi pegangan pelaku pasar hari ini. Tak kalah penting adalah rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan transaksi berjalan serta konferensi pers APBN KiTA yang digelar hari ini.

(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Sesi I Naik 0,27%, Saham Prajogo Beraksi Lagi


Most Popular