Co-Payment Asuransi Mau Ganti Nama, Beban Nasabah Turun Jadi 5%

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
Kamis, 18/09/2025 15:45 WIB
Foto: Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono rapat dengan Komisi XI DPR. (Tangkapan layar)

Jakarta, CNBC Indonesia — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok rancangan peraturan penguatan ekosistem asuransi kesehatan. Aturan ini mengatur ulang kebijakan pembagian risiko melalui co-payment yang sebelumnya diatur dalam SE OJK 7/2025.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, RPOJK ini telah disetujui dalam Rapat Dewan Komisioner OJK pada tanggal 3 September 2025. Terdapat beberapa poin krusial yang disesuaikan dalam RPOJK ini.

Dari sisi Co-payment, yang sebelumnya sempat menjadi polemik di masyarakat, OJK menilai perlu adanya perubahan frasa yang lebih umum dan tidak terlalu mencerminkan biaya. Adapun co-payment ini nanti akan diubah namanya sebagai pembagian risiko atau risk-sharing, deductible atau kata lain.


"Kemudian besaran presentasi pembagian risiko atau yang dulu disebut dengan co-payment itu perlu diturunkan. Jadi waktu itu SE yang kami keluarkan itu adalah 10% nanti akan kami turunkan itu 5%," jelas Ogi dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, Kamis, (18/9/2025).

Selain itu, OJK menganggap perlu mengatur kewajiban perusahaan asuransi untuk menyediakan ringkasan atas substansi dalam polis asuransi untuk mempermudah calon pemegang polis dalam mempelajari polis asuransi yang akan disepakati.

Ketentuan risk sharing asuransi kesehatan ini diharapkan berlaku 3 bulan sejak tanggal diundangkan. Sehingga, apabila RPOJK ini diundangkan di akhir tahun 2025, maka di awal April POJK ini sudah mulai diterapkan.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menunda pelaksanaan co-payment asuransi yang seharusnya dimulai sejak 2026. Hal ini sesuai dengan rekomendasi di Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI.

"Dalam rangka penyusunan POJK sebagaimana yang dimaksud dalam poin 2 (dua), OJK menunda pelaksanaan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 , Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan sampai diberlakukannya POJK," ungkap Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, di gedung Parlemen RI, di Jakarta, Senin, (30/6/2025).

Dalam SE OJK sebelumnya, Produk Asuransi Kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim.

Meski demikian, OJK mengatur adanya batas maksimum sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp3.000.000 per pengajuan klaim untuk rawat inap.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ada Demo, OJK Yakin Pasar Modal RI Masih Bakal Lanjut Melaju