
Co-Payment Asuransi Bukan Wajib, Ambil Skema Ini Premi Lebih Murah

Jakarta, CNBC Indonesia — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan baru terkait skema co-payment atau pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan. Skema ini diyakini dapat menurunkan harga premi.
Dalam rancangan peraturan OJK (RPOJK) terbaru, besaran pembagian risiko yang sebelumnya ditetapkan 10% kini dipangkas menjadi 5%. Artinya, pemegang polis hanya menanggung sebagian kecil biaya klaim, sementara perusahaan asuransi menutup sisanya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa co-payment bukan kewajiban, melainkan pilihan. Masyarakat bisa membeli produk asuransi kesehatan tanpa fitur pembagian risiko, atau memilih produk dengan skema co-payment yang menawarkan premi lebih rendah.
"Perusahaan wajib menyampaikan perbandingan harga premi antara produk dengan dan tanpa pembagian risiko. Dari simulasi yang kami minta, jelas terlihat premi produk dengan co-payment lebih kecil dibanding produk tanpa co-payment," ujar Ogi dalam rapat dengan DPR RI, Kamis (18/9/2025).
Menurut OJK, kebijakan ini lahir dari kondisi industri yang tengah tertekan tingginya rasio klaim. Tahun 2023, klaim asuransi kesehatan mencapai 100% dari premi yang diterima, belum termasuk biaya operasional sekitar 10,5%. Kondisi ini membuat premi rata-rata naik hingga 43% pada 2024, sehingga produk asuransi makin sulit dijangkau masyarakat.
Dengan adanya skema co-payment, beban klaim dapat terbagi, premi bisa ditekan, dan akses masyarakat terhadap asuransi kesehatan menjadi lebih luas. Adapun ketentuan ini dikecualikan untuk kondisi darurat akibat kecelakaan dan penyakit kritis.
Jika RPOJK ini disahkan akhir 2025, aturan co-payment akan berlaku efektif mulai April 2026.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AAJI Sebut Premi Asuransi Bisa Lebih Murah Gara-Gara Ini
