Dunia Tunggu Tarif Dagang 'Tertinggi Bumi' Trump ke India, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor India ke Amerika Serikat (AS) terancam. Barang-barang Bollywood bahkan akan menghadapi beberapa tarif tertinggi di dunia, minggu ini.
India bahkan tak akan menghadapi jalan keluar lain, termasuk negosiasi. Kecuali Presiden AS Donald Trump tiba-tiba "kesurupan" dan mendadak merubahnya.
Ada Apa?
Trump telah mengaitkan isu perang dan perdamaian dengan perdagangan. Ia mengancam akan mengenakan bea masuk 50% kepada New Delhi sebagai balasan atas pembelian minyak Rusia yang terus berlanjut.
Menurut Washington tindakan India itu membuat Rusia terus melancarkan serangan ke Ukraina. Uang yang didapat membantu membiayai perang Moskow di sana.
Hal ini kemudian mengguncang hubungan AS-India. Tapi di sisi lain, langkah Trump membuat India makin dekat dengan China, yang diyakini membawa konsekuensi besar bagi ekonomi terbesar kelima di dunia tersebut.
Trump sendiri telah mengeluarkan batas waktu tiga minggu. Lalu seberapa buruk-kah dampaknya?
AS adalah tujuan ekspor utama India pada tahun 2024, dengan nilai pengiriman US$87,3 miliar (sekitar Rp 1.424 triliun). Analis di Nomura memperingatkan bahwa bea masuk 50% akan "mirip embargo perdagangan".
"Ini yang akan menghancurkan perusahaan-perusahaan kecil dengan nilai tambah yang lebih rendah dan margin yang lebih tipis," katanya dimuat AFP, Rabu (27/8/2025).
Hal sama juga dikatakan Garima Kapoor dari Elara Securities. Menurutnya tidak ada produk India yang kompetitif di bawah pajak impor yang begitu tinggi.
Para ekonom bahkan memperkirakan tarif dapat memangkas 70 hingga 100 basis poin dari pertumbuhan PDB India tahun fiskal ini. Hal itu bisa menyeret "Tuan Takur" ke pertumbuhan di bawah 6%, laju terlemah sejak pandemi.
Ekspor tekstil, makanan laut, dan perhiasan telah melaporkan pembatalan pesanan AS dan kerugian dari pesaing seperti Bangladesh dan Vietnam. Ini meningkatkan kekhawatiran akan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Memang ada sejumlah penangguhan saat ini. Ini berlaku untuk sebagian kecil produk farmasi dan elektronik, termasuk iPhone yang dirakit di India.
"Ekspor yang setara dengan 1,% dari PDB India akan terdampak," tambah S&P memperkirakan meski yakin bahwa itu akan menjadi guncangan "satu kali" yang "tidak akan menggagalkan" prospek pertumbuhan jangka panjang negara tersebut.
Masalah Sebenarnya?
Perundingan tersendat terkait pertanian dan susu. Trump menginginkan akses AS yang lebih besar sementara Modi bertekad untuk melindungi para petani India.
Petani adalah sebuah blok pemilih yang besar bagi Modi. Suaranya besar di kelompok tersebut.
Akankah Ada yang Mengalah?
Belum ada tanda-tandanya apakah AS atau India mengalah. Faktanya, sejak Presiden AS dan Rusia bertemu di Alaska, Washington malah meningkatkan kritik terhadap India.
"India bertindak sebagai pusat kliring global untuk minyak Rusia, mengubah minyak mentah yang diembargo menjadi ekspor bernilai tinggi sekaligus memberi Moskow dolar yang dibutuhkannya," tulis penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro di Financial Times awal bulan ini, mengecam kilang-kilang minyak negara itu, mencapnya "mencari untung".
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar membalas, dengan alasan pembelian India membantu menstabilkan pasar minyak global. Ia pun membuka fakta bahwa ada persetujuan diam-diam India dan Washington pada tahun 2022.
Menurutnya AS dan Eropa telah membeli minyak sulingan dan produk-produk terkait Rusia dari India. Bahkan tanpa paksaan sedikit pun soal itu.
"Jika Anda kesulitan membeli minyak dari India, baik minyak mentah maupun produk olahannya, jangan membelinya," ujarnya saat berbicara di New Delhi.
"Tidak ada yang memaksa Anda untuk membelinya, tetapi Eropa yang membeli, Amerika yang membeli," tambahnya menyebut hingga ultimatum Trump, tidak ada pembicaraan yang meminta mereka untuk berhenti membeli minyak Moskow.
Sebenarnya para pelacak perdagangan di Kpler mengatakan sikap India baru akan lebih jelas pada bulan September, karena sebagian besar pengiriman bulan Agustus telah dikontrak sebelum ancaman Trump. Namun, para ahli mengatakan India berada dalam situasi yang sulit.
"India membutuhkan kecerdikan dan fleksibilitas yang cukup besar untuk keluar dari apa yang tampaknya merupakan situasi yang tidak menguntungkan," kata analis Observer Research Foundation yang berbasis di New Delhi, Nandan Unnikrishnan.
"Kami pikir Anda adalah mata rantai terlemah dalam geopolitik Rusia-Ukraina," ujarnya menggambarkan AS ke India.
Sementara itu, laporan media India menunjukkan bahwa para negosiator AS membatalkan rencana perjalanan ke India pada akhir Agustus. Hal itu memicu spekulasi bahwa diskusi telah gagal.
Lalu Apa Strategi India?
Lalu, apa yang bisa dilakukan India? Sebenarnya negeri itu telah berupaya memperkuat perekonomiannya sekaligus mempererat hubungan dengan mitra BRICS dan rival regional.
Jaishankar terbang ke Moskow, sekutu India, dengan janji-janji untuk meringankan hambatan perdagangan bilateral. Sementara Perdana Menteri (PM) Narendra Modi sedang mempersiapkan kunjungan pertamanya ke China dalam tujuh tahun untuk memperbaiki hubungan yang telah lama membeku.
Di dalam negeri, media India melaporkan bahwa pemerintah sedang menggodok paket senilai US$2,8 miliar untuk eksportir, sebuah program enam tahun yang bertujuan untuk meredakan kekhawatiran likuiditas. Modi juga telah mengusulkan pemotongan pajak atas barang-barang kebutuhan sehari-hari untuk memacu belanja dan menopang perekonomian.
(sef/sef)