Heboh Diambil Alih Pemerintah, BBCA Melemah 5% dari Puncak Bulan Ini

mkh, CNBC Indonesia
Jumat, 22/08/2025 17:12 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia — Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dalam tren negatif. Pada hari ini, Jumat (22/8/2025), BBCA turun 1,17% ke level 8.450. 

Apabila dibandingkan dengan harga tertinggi bulan ini, pada Rabu (13/8/2025), hingga hari ini BBCA tercatat sudah turun 5,32%. Sementara itu sepanjang tahun berjalan BBCA turun 14,65%.

Kontraksi pada saham BBCA dalam beberapa waktu terakhir, seiring dengan munculnya kontroversi terkait penjualan saham perusahaan milik Grup Djarum tersebut dalam rangka penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang kasusnya sudah bergulir lebih dari dua dekade.


Penjualan 51% saham BCA pada tahun 2002 disebut-sebut merugikan negara. Isu ini memicu sorotan publik, termasuk dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang mendorong pemerintah untuk menuntaskan perkara tersebut. Bahkan, muncul desakan agar pemerintah mengambil alih 51% saham BBCA tanpa kompensasi.

Terpisah, CEO Danantara Rosan Roeslani  telah menampik rencana mengakuisisi BCA. "Enggak ada," ujarnya saat ditemui di gedung DPR di Jakarta, dikutip Jumat (22/8).

Corporate Secretary BCA, I Ketut Alam Wangsawijaya membantah tudingan bahwa akuisisi 51% saham BCA oleh Grup Djarum dari Grup Salim dengan nilai Rp5 triliun merupakan pelanggaran hukum.

Kendati demikian, kontraksi pada saham BBCA masih berlanjut. Sentimen positif dari keputusan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan belum mampu mengerek saham bank swasta tersebut. 

Tekanan jual terhadap saham BBCA pada perdagangan kemarin, Kamis (21/8/2025) cukup besar. BBCA mencatat net sell Rp 130,2 miliar dari investor domestik. 

Sementara itu secara sektoral, industri perbankan tengah menghadapi periode yang menantang. Suku bunga tinggi yang berlangsung lama menekan pendapatan melalui kenaikan beban bunga.

Selain itu salah satu hal paling mencolok yang menunjukkan BBCA sedang konservatif adalah langkah manajemen menaikkan guidance Cost of Credit (CoC) pada tahun ini.

CNBC Indonesia Research mencatat pada paruh pertama 2025, beban provisi BBCA naik cukup tinggi, yakni 43% secara tahunan (yoy). Pada kuartal II saja lonjakannya 81% yoy. Kenaikan provisi ini membuat CoC BBCA naik ke 0,5% dari sebelumnya 0,3% pada semester I/2024.

CoC bisa dianggap sebagai biaya "asuransi" bank untuk mengantisipasi kredit macet. Semakin tinggi CoC, artinya bank harus menyediakan dana cadangan lebih besar untuk menutup potensi gagal bayar nasabah.

Manajemen BBCA menegaskan bahwa penambahan provisi ini merupakan langkah proaktif guna memperkuat bantalan menghadapi ketidakpastian ekonomi.

Peningkatan cadangan juga sejalan dengan naiknya rasio kredit bermasalah (NPL gross) yang mencapai 2,2% pada kuartal II/2025, dari posisi 2,0% pada kuartal sebelumnya dan 1,8% pada akhir 2024.

Imbas dari peningkatan beban untuk menahan risiko kredit macet ini kemudian membebani pertumbuhan profitabilitas BBCA.

Selama setengah tahun ini, BBCA mencatat laba bersih senilai Rp29 triliun, meningkat 8% secara tahunan (yoy). Sekilas, pertumbuhan positif memang bagus, tetapi kalau dilihat secara historis dalam basis kuartalan pertumbuhan ini cenderung melambat.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Beri Penjaminan, LPS Ajak Warga Menabung di Bank & Asuransi