OJK Ancam Pelaku Scam: Nama Kena Blacklist, Karier Bisa Mandek

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Jumat, 22/08/2025 13:45 WIB
Foto: Ilustrasi Penipuan Online. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi peringatan keras kepada pelaku kejahatan keuangan dan penipuan (scam) karena selain sanksi dan denda, juga akan dipersempit ruang geraknya dalam beraktivitas.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Frederica Widyasari Dewi mengatakan selain pelaku kejahatan keuangan akan ditelusuri melalui rekening dan diblokir, identitasnya secara otomatis akan terdeteksi dan dapat mempersulit membuka akses jasa keuangan hingga beraktivitas

"Namanya siapa, rekening siapa. Gak cuma rekening itu yang kita blokir, tapi kita masukkan nama dan identitasnya si pelaku. Besok-besok dia daftar kerja gak bisa. Dia daftar apapun gak bisa di sektor keuangan, dan semua rekening atas nama dia di seluruh sektor akan kita blokir. Jadi memberi efek jera gitu ya. Ini bagus kita belajar di negara lain," ujarnya saat ditemui di Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat (21/8/2025).


Wanita yang akrab disapa Kiki itu mengaku, saat ini masih banyak penyalahgunaan rekening untuk melakukan tindak kejahatan keuangan. Namun, OJK akan terus berupaya mengantisipasi dan mempersempit ruang geraknya.

"Saya cuma mau ngomong rekening itu memang banyak penyalahgunaan. Kalau selama ini misalnya rekening-rekening untuk kejahatan itu kan kita tahu. Nah kalau itu kita ketahui itu langsung kita blokir," ungkapnya.

Apalagi, kata Kiki, saat ini telah ada sistem yang berperan sebagai pusat aduan masyarakat yang terkena scaming. Sistem tersebut mengintegrasikan dengan seluruh lembaga jasa keuangan telah terkoneksi dengan perbankan, marketplace, telco, Fintech, dan aplikasi siatem pembayaran. "Nah memang harapan kita tuh ketika kita dapat laporan, uangnya bisa kita blokir, bisa kita kembalikan," imbuhnya.

Namun, dia menyadari, kesadaran masyarakat yang menjadi korban penipuan masih lamban karena tidak langsung melapor.

"Namun saat ini memang masih ada beberapa kendala. Yang pertama, orang belum tentu ketika abis scam pertama belum tentu sadar.
Ya itu dulu. Belum tentu kalau dia kena scam. Begitu dia ngeh, dia lapor, tapi jamnya tuh udah lama gitu. Kadang udah lewat hari dan sebagainya," jelasnya.

Padahal, gerak langkah pelaku kejahatan sangat cepat dan dana dapat hilang dalam waktu hitungan detik dan menit. Dengan demikian, ketika masyarakat mengalami scaming diminta untuk segera melapor ke OJK maupun perbankan terkait rekening tersebut dapat terblokir.

Dengan demikian proses pengembalian dana hasil kejahatan dapat segera dikembalikan kepada pihak korban.

"Makanya rate untuk dananya bisa diblokir dan kembalikan semakin tinggi. Di kita tuh rata-rata di atas 12 jam. Nah itu kemungkinan biasanya udah terlambat. Kemarin juga ada satu public figure yang kena juga. Kita coba kejar karena dia lapornya udah besoknya. Mungkin yang tersisa tinggal 30%, tapi ya lumayan kan bisa kita selamatkan gitu," sebutnya.

Sebelumnya, Kiki juga menyebut, bagi pelaku jasa keuangan ilegal dapat jerat hukuman pidana dan denda hingga Rp 1 triliun.

"Mereka yang melakukan kegiatan ini bisa dihukum 5-10 tahun penjara, bisa Rp 1 miliar sampai dengan Rp 1 triliun," dalam acara launching kampanye nasional brantas scam dan aktivitas keuangan ilegal di hotel Rafless Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Kiki menjabarkan pengenaan sanksi dan denda juga berdasarkan aturan dari undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Aturan tersebut lahir seiring dengan perkembangan digitalisasi yang merambah ke sektor keuangan.

"Disini ada satu hal yang baru ya, jadi mungkin saya sampaikan disini bahwa undang-undang P2SK ini lahir salah satunya adalah karena adanya faktor digitalisasi. Jadi undang-undang perbankan, pasar modal, asuransi dana pensiun dan lain-lain itu belum memasukkan aspek atau ekses dari digitalisasi ini," jelasnya.

Kiki mengaku, era digitalisasi keuangan selain memberikan kemudahan dalam memperoleh akses keuangan juga kerap disalahgunakan oleh pelaku jasa keuangan yang tidak berizin untuk menipu masyarakat dengan jeratan bunga tinggi.

Wanita yang akrab disapa Kiki ini mengungkapkan, selaku regulator, pihaknya dapat memberikan sanksi melalui aparat penegak hukum dan bersinergi dengan kementerian atau lembaga untuk penanganan kegiatan usaha tanpa izin di sektor jasa keuangan.

"Jadi makanya yang dulu mungkin masih berlindung di tidak adanya kejelasan ya, sekarang sudah jelas dan ini hati-hati secara punishment buat mereka yang main-main di hal ini," pungkasnya.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kredit Bank Tumbuh 7,77% di Juni 2025, Sektor Tambang Unggul