LPS Siapkan Opsi Ini untuk Kelola Bank Gagal

Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
20 August 2025 18:00
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang membidangi Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Didik Mardiyono menyampaikan pemaparan saat sesi panel diskusi dalam acara LPS FInancial Festival 2025 di Regale International Convention Center, Medan, Sumatera Utara, Rabu (20/8/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang membidangi Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Didik Mardiyono menyampaikan pemaparan saat sesi panel diskusi dalam acara LPS FInancial Festival 2025 di Regale International Convention Center, Medan, Sumatera Utara, Rabu (20/8/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyiapkan opsi untuk mengelola bank gagal alias resolusi bank. Hal ini dilakukan guna mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

Mengacu pada Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, salah satu Tugas LPS adalah merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik serta melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Untuk bisa mencapai resolusi bank yang efektif, LPS diberikan kewenangan pelaksanaan resolusi terhadap bank gagal, yaitu penyertaan modal sementara (PMS) dan likuidasi.

Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono menuturkan, atas dasar dua ketetapan tersebut, biasanya ada perhitungan nilai terendah antara biaya (lower cost test). Dari situ, LPS akan menghitung berapa biaya yang perlu dikeluarkan untuk menyelamatkan bank gagal.

"Kemudian kalau tidak menyelamatkan atau meminta OJK atau BI, waktu itu OJK belum ada. Untuk mencabut izin usahanya, selanjutnya dilikuidasi, biayanya berapa. Biasanya untuk bank yang non-systemic karena kondisinya sudah parah, ternyata lebih murah tidak menyelamatkan, dilikuidasi," ujar dia dalam LPS Financial Festival Medan, Rabu (20/8/2025).

Berdasarkan hal itu, lanjut dia, LPS pun meminta Bank Indonesia (BI) untuk mencabut sekaligus membayar simpanan dari nasabah. Artinya, penjaminan LPS itu efektif setelah bank dicabut izin usahanya. Dengan kata lain, apabila uang nasabah hilang pada saat banknya masih beroperasi, maka uang tersebut masih menjadi tanggung jawab dari manajemen bank yang bersangkutan.

Menurutnya, apabila kondisi bank masih beroperasi dan sehat, maka perlu dilakukan investigasi. Misalnya, ada kesalahan nasabah yang mengakibatkan pinnya bocor atau diambil orang, kemudian uangnya diambil oleh pihak lain, atau ada kesalahan dari sistem bank, hal ini yang perlu investigasi.

Di sisi lain, dia menjelaskan, dengan adanya undang-undang pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, maka opsi resolusinya dibuka menjadi dua lagi, yakni purchase and assumption (P&A).

"Itu apa? jadi bank ini dibelah, good banknya asetnya masih bagus, masih lancar, sama simpanan yang dijamin, sedapat mungkin dialihkan kepada bank lain yang sehat. Kalau ada bank lain yang sehat, nah selisih antara good aset sama simpanan yang dijamin, let's say lebih besar simpanan yang dijamin, selisihnya itu akan di top up oleh LPS kepada bank yang mengambil alih itu, nah yang bad banknya akan diproses likuidasi," ungkap dia.

Dia melanjutkan, dalam kondisi tertentu, seumpamanya belum ada bank yang bisa melakukan P&A, maka LPS sesuai undang-undang diberi kewenangan untuk mendirikan bridge bank atau bank perantara.

"Nanti asetnya bisa dilakukan P&A atau bahkan bridge bank-nya bisa dilakukan penjualan sebagai S-gold, sebagai bank. Itu yang least loss minimizer. Jadi di antara empat opsi tadi kita istilah kita kembangkan metodologi analisis kuantitatifnya, namanya least cost test, mana yang paling murah," tandas dia.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cinta Laura Buka Rahasia Alasan Hidup Hemat di LPS Financial Festival

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular