Jelang 17 Agustusan, Investor Asing Campakkan Aset Keuangan RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana asing kabur keluar dari pasar keuangan Indonesia pada akhir Juli hingga awal Agustus ini. Data Bank Indonesia (BI), berdasarkan transaksi sepanjang 28-31 Juli 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar.
Semua instrumen mencatat net sell, yakni jual neto sebesar Rp2,27 triliun di pasar saham, Rp1,37 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp12,60 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang Juli pun, pasar keuangan terus mencatat outflow dengan nilai menembus Rp 45,93 triliun. Sementara itu, pasar saham RI juga ikut ditinggalkan asing. Net sell di pasar saham tercatat mencapai Rp 1,74 triliun dalam dua hari, 1-2 Agustus 2025. Bahkan, pada 31 Juli 2025, net sell asing sempat menyentuh Rp 1,2 triliun.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan gejolak pasar dalam beberapa pekan terakhir disebabkan oleh beberapa sentimen. Salah satunya perubahan ekspektasi terhadap kebijakan moneter Amerika Serikat.
Data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan serta sikap hawkish dalam rapat Bank Sentral AS, Federal Open Market Committee (FOMC) membuat peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed semakin kecil.
"Meski demikian, revisi di data tenaga kerja AS jumat lalu langsung meng-offset sentimen ini, sekaligus memperbesar kemungkinan pemotongan suku bunga The Fed di September," kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).
Di sisi lain, kondisi perekonomian nasional pun juga menjadi pertimbangan para investor. Menurut David, pandangan pasar akan data PDB kuartal kedua yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik hari ini, Selasa (5/8/2025) pun juga tidak terlalu bagus.
"Terutama dengan outlook PDB kuartal 2 yang tidak terlalu bagus dan juga potensi tekanan dari tarif ke ekspor. Tetapi, faktor terbesar dalam sebulan terakhir ini memang lebih ke naik-turunnya probabilitas kebijakan moneter dari Fed," ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede pun menilai pelaku pasar global cenderung lebih memilih aset yang dianggap lebih aman atau safe haven assets. Seperti salah satunya Treasury AS, seiring membaiknya prospek ekonomi AS yang ditandai oleh pertumbuhan PDB kuartal kedua sebesar 3,00%.
Selain itu, data ketenagakerjaan yang solid melampaui ekspektasi konsensus juga menjadi salah satu alasan ekspektasi investor akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed akan terbatas.
"Hal ini mendorong ekspektasi investor bahwa pemangkasan suku bunga oleh The Fed akan menjadi lebih terbatas dibandingkan perkiraan sebelumnya," ujar Josua kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).
Sementara dari sisi perekonomian nasional, Josua menilai ekspektasi pasar terhadap ruang gerak suku bunga Bank Indonesia semakin terbatas, seiring menyempitnya selisih suku bunga dengan AS.
"Meskipun secara fundamental ekonomi domestik masih cukup solid, dengan inflasi yang relatif terkendali (naik ke level 2,37% yoy pada Juli 2025)dan surplus neraca perdagangan yang terjaga hingga bulan ke-62 berturut-turut, namun persepsi terhadap risiko masih meningkat," ujarnya.
Nasib Pasar Keuangan Indonesia
Kondisi dana asing yang terus keluar dari pasar keuangan Indonesia, menurut David, perlu melihat beberapa faktor eksternal.
Dalam kondisi 2 hari ini, probabilitas The Fed memangkas suku bunga yang cenderung membesar justru membuat yield ternormalisasi atau turun.
"Tapi, kita akan melihat dampak yang lebih jelas dari kebijakan tarif setelah deadline 7 Agustus di bulan-bulan berikutnya," ujar David.
Apabila ternyata ini cukup mengganggu kondisi surplus dagang kita, maka kemungkinan yield SBN untuk bisa turun mengikuti US Treasury yield yang menjadi terbatas.
Sementara itu, Josua mengungkapkan proyeksi terbaru menunjukkan kemungkinan stabilisasi bahkan penguatan rupiah dalam tiga bulan ke depan karena proyeksi Fed Fund Rate yang diperkirakan akan dipangkas lebih agresif hingga 75 bps pada tahun 2025.
Selain itu, kebijakan tarif AS yang lebih lunak terhadap Indonesia, turun dari 32% ke 19% juga berpotensi mengurangi tekanan terhadap Rupiah.
Fenomena outflow, kata Josua, berpotensi memberikan tekanan pada pasar domestik, khususnya pasar obligasi dan nilai tukar rupiah.
Tekanan tersebut terlihat dari yield obligasi pemerintah Indonesia yang mulai mengalami kenaikan secara perlahan dan indeks obligasi pemerintah yang melemah sebesar 0,11% pada akhir Juli.
"Namun demikian, pasar obligasi domestik tetap memiliki daya tahan yang cukup kuat berkat dukungan investor domestik, khususnya dari perbankan yang aktif melakukan pembelian SBN senilai lebih dari Rp50 triliun dalam sepekan terakhir Juli," ujarnya.
(haa/haa)