
Kredit Lesu, Bank Pilih Taruh Uang di Surat Berharga

Jakarta, CNBC Indonesia — Penyaluran kredit perbankan bertumbuh lesu sepanjang tahun ini. Per Juni 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77% secara tahunan atau year on year (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43% (yoy). Realisasi ini berada di bawah target pertumbuhan kredit Bank Indonesia (BI) sebesar 8% hingga 11% tahun ini.
Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) meningkat menjadi 6,96% yoy pada Juni 2025, namun masih di bawah pertumbuhan kredit. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keadaan ini membuat bank cenderung menempatkan dana pada surat-surat berharga dan meningkatkan standar penyaluran kredit.
Ia menegaskan kredit perbankan perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini disampaikan dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari Rabu (16/7/2025) lalu.
Merinci data sementara Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) BI, penempatan dana bank pada surat berharga tercatat sebesar Rp2.266,64 triliun per Mei 2025. Jumlah itu memang meningkat 1,9% sejak akhir Desember 2024 yang sebesar Rp2.222,61 triliun. Secara tahunan, penempatan dana bank di surat berharga per Mei 2025, naik 4,42% dari sebelumnya Rp2.170,64 triliun.
Menurut Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, hal ini bisa saja menjadi salah satu penyebab pertumbuhan kredit perbankan lesu sepanjang tahun ini. Namun bukan tanpa sebab, ia menyebut keputusan itu diambil bank dengan pertimbangan kondisi ekonomi yang tak kondusif.
"Bank juga memerlukan instrumen produktif yang lebih aman ketika kondisi ekonomi belum sepenuhnya membaik, serta harus menjaga likuiditas bank," kata Trioksa kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).
Selaras, Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan penempatan dana bank di obligasi disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi dan lemahnya permintaan kredit yang berkualitas.
"Di tengah kondisi ekonomi global yang masih rentan dan risiko kredit yang meningkat, bank cenderung mencari instrumen yang lebih aman dan likuid seperti SBN yang menawarkan imbal hasil pasti dan risiko gagal bayar sangat rendah," kata Arianto kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).
Terlebih, Arianto mengatakan permintaan kredit dari sektor riil yang belum sepenuhnya pulih membuat bank lebih memilih menunggu momentum yang tepat sambil menjaga kualitas aset.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! 3 Penyebab Kredit Perbankan RI Loyo
