
COIN Optimistis RI Jadi Pusat Perdagangan Aset Kripto di Asia Tenggara

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) resmi mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai emiten ke-18 di tahun ini pada Rabu (9/7/ 2025). Emiten yang bergerak di sektor aset kripto ini optimistis bahwa pasar kripto di Indonesia akan terus berkembang bahkan siap menjadi pusat perdagangan aset kripto di Asia Tenggara.
Direktur Marketing & Business Development COIN, Adri Martowardojo menilai potensi pasar kripto di Tanah Air masih cerah pada masa depan. Terlebih lagi, jumlah pemilik aset kripto ini tergolong mengalami peningkatan.
"Potensi pasarnya seperti apa tentunya hari ini suatu pembuktian. Ini produk aset kelas yang masih baru, tapi bisa diterima oleh masyarakat. COIN mencatat kelebihan permintaan atau oversubscribed lebih dari 180 kali dengan jumlah permintaan sebanyak 200 ribu lebih calon investor, itu jadi suatu testimoni mengenai aset kelas ini," ujar Adri dalam konferensi pers di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Dia melanjutkan, anak usaha COIN yaitu PT Central Finansial X (CFX) merupakan Bursa Aset Kripto pertama dan satu-satunya di Indonesia yang mengawasi perdagangan aset kripto. CFX juga diyakini menjadi Bursa Aset Kripto pertama di dunia yang melakukan pencatatan dan pengawasan terhadap transaksi aset kripto itu sendiri.
Asal tahu saja, kepercayaan merupakan hal terpenting dalam industri keuangan dan investasi. Dari situ, lanjut Adri, COIN mendapatkan mandat untuk dapat menjaga kepercayaan para investor dan juga orang-orang yang melakukan transaksi di platformnya. Maka dari itu, pemerintah perlu menyediakan dukungan berupa regulasi dan transparansi dalam setiap aktivitas terkait kripto.
"Kita yakini Indonesia bisa menjadi hub untuk Asia Tenggara karena kalau kita lihat pajak untuk transaksi aset kripto per transaksi itu 0,21% per transaksi. Jadi ini kalau kita compare misalnya dengan pendapatan pajak pendapatan di Singapura, untuk investasi aset kripto, itu bisa di angka 22%," ungkap Adri.
Dengan besaran pajak yang rendah, Adri percaya diri minat masyarakat untuk berinvestasi di aset kripto akan terus tumbuh. Bahkan, bukan tidak mungkin faktor pajak bisa menjadi daya tarik untuk menarik investor asing melakukan transaksi aset kripto di platform Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD) yang merupakan anggota Bursa CFX.
"Jadi, tertinggi tapi sebenarnya untuk foreign investment masuk membuka bank account dan transaksi aset kripto, itu proses KYC-nya ketat, prosesnya panjang and more likely agak sulit untuk mendapatkan rekening bank di Dubai untuk melakukan transaksi aset kripto. Jadi, item-item ini, hal-hal ini yang mungkin menunjukkan potensi dari pasar di Indonesia," ungkapnya.
Direktur Keuangan COIN Abraham Nawawi menyatakan, pihaknya optimistis pendapatan COIN dapat meningkat pada masa mendatang. Ini mengingat, pertumbuhan pendapatan dari anak usaha seperti Bursa CFX dan PT Kustodian Koin Indonesia (ICC) yang bergerak di bidang jasa kustodian aset kripto akan menopang kinerja COIN secara menyeluruh.
"Untuk optimisme kita tahun ini pastinya jujur saja kita sangat optimis ya bahwa akan ada peningkatan pendapatan di perseroan dan ini khususnya kita sebagai holding akan mendapatkan pendapatan ini melalui entitas anak kita, ada CFX dan juga ICC," jelas dia.
Sebagai gambaran, CFX memiliki kontribusi pendapatan hingga 60% dari total pendapatan COIN pada 2024 sebesar Rp 101 miliar. Pendapatan CFX berasal dari biaya transaksi spot dan biaya transaksi derivatif.
Pihak COIN sangat yakin bahwa CFX akan menjadi kontributor terbesar bagi perusahaan, kemudian disusul oleh ICC secara perlahan. Dengan begitu, tahun ini anak usaha COIN akan terus menambah kontribusi pendapatannya ke induk usaha.
Terdapat sejumlah faktor utama yang membuat kinerja COIN diyakini dapat tumbuh positif pada 2025. Salah satunya adalah pencatatan transaksi aset kripto untuk biaya transaksi spot yang mana hal ini merupakan salah satu pendapatan utama di bursa aset kripto.
Pada 2024 lalu, COIN baru mencatatkan pendapatan dari transaksi spot mulai bulan Agustus lantaran adanya peralihan izin dari Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) menjadi Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) atau sekarang dikenal dengan Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD). Seiring adanya peralihan izin tersebut, COIN berpeluang mencatatkan pendapatan transaksi spot yang lebih tinggi sepanjang tahun 2025.
Namun, perlu diketahui juga bahwa pendapatan tersebut sangat bergantung terhadap volatilitas harga aset kripto di pasar global. Jika harga bitcoin menurun di pasar global, hal ini juga akan mempengaruhi volume di pasar Indonesia, sehingga berdampak terhadap pendapatan COIN.
Di luar itu, COIN juga memiliki produk derivatif yang diluncurkan pada akhir 2024. Produk ini mendapat antusiasme tinggi dari para pemain kripto di Indonesia.
Produk derivatif ini dapat berfungsi sebagai aset lindung nilai. Jadi, ketika harga spot aset kripto menurun, transaksi derivatif tetap berjalan untuk posisi lindung nilai. Alhasil, investor aset kripto tetap bisa melakukan lindung nilai terhadap posisinya di pasar spot.
"Jadi otomatis walaupun ada volatilitas, justru transaksi derivatif akan meningkat dan ini perlu diketahui juga ya, kalau di pasar global, di luar sana, bisa dicek bahwa volume transaksi derivatif itu 3 sampai 5 kali lipat dari transaksi spot pada umumnya. Jadi, potensinya memang pertumbuhannya akan sangat besar di bagian ini," tandas dia.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemilik Punya Catatan Hukum, BEI Buka Suara Alasan 'Loloskan' IPO COIN
