RI Rogoh Rp615 T Belanja Kesehatan, Porsi Asuransi Swasta Cuma 5%

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
Selasa, 08/07/2025 13:20 WIB
Foto: Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono saat konferensi pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK hasil RDKB April 2025. (Tangkapan Layar Youtube/Otoritas Jasa Keuangan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Total belanja kesehatan nasional Indonesia mencapai Rp615 triliun pada tahun 2023. Namun, kontribusi dari asuransi kesehatan swasta tercatat masih sangat kecil, hanya sekitar Rp30 triliun atau 5% dari total tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono menilai, rendahnya kontribusi ini sebagai sinyal perlunya penguatan ekosistem asuransi kesehatan. Untuk itu, OJK tengah menyusun Peraturan OJK (POJK) baru tentang asuransi kesehatan.


"Sebagai tindak lanjut rapat kerja (raker) dengan DPR, itu di kesimpulan raker tersebut tertulis, perlu penyiapan penyusunan POJK tentang penguatan ekosistem asuransi kesehatan. Jadi DPR mendukung upaya OJK namun pengaturannya ditingkatkan menjadi POJK dan aspeknya lebih luas," kata Ogi, dalam Konferensi Pers RDK, Selasa, (8/7/2025).

Mekanisme penyusunannya akan mengikuti ketentuan internal OJK dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Komisi XI DPR RI. POJK juga akan memperluas landasan hukum serta menjangkau berbagai pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan.

Ogi menekankan bahwa copayment hanya satu dari banyak aspek dalam penguatan asuransi kesehatan. Terdapat tiga kapabilitas penting lain yang juga harus dibangun oleh pelaku industri asuransi.

Pertama adalah kapabilitas digital guna mendorong efisiensi operasional perusahaan asuransi. Kedua, kapabilitas medis agar layanan kesehatan sesuai dengan clinical pathways yang ditetapkan.

Ketiga, pendirian Medical Advisory Board (MAB) yang bertugas menjamin mutu layanan kesehatan dalam sistem asuransi. Dengan demikian, pembahasan regulasi ini akan melibatkan berbagai dimensi, tidak terbatas pada model pembayaran saja.

"Penyusunan POJK ini nanti kita akan lakukan Focus Group Discussion (FGD) terkait pembahasan terkait bentuk POJK yang kita atur," tambahnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menunda pelaksanaan co-payment asuransi yang seharusnya dimulai sejak 2026. Hal ini sesuai dengan rekomendasi di Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI.

Dalam aturan baru ini, Produk Asuransi Kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim.

Meski demikian, OJK mengatur adanya batas maksimum sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp3.000.000 per pengajuan klaim untuk rawat inap.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dukung Aturan Nasabah Bayar 10% Klaim,Asuransi Giat Sosialisasi