Tesla Cuan Rp 14 T dalam 3 Bulan Jualan Karbon, Emiten RI Bisa Juga?

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
24 July 2024 19:20
FILE PHOTO: A Tesla Model X vehicle is charged by a supercharger outside a Tesla electric car dealership in Sydney, Australia, May 31, 2017.  REUTERS/Jason Reed/File Photo
Foto: REUTERS/Jason Reed

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan mobil listrik (EV) milik Elon Musk, Tesla, mencatatkan rekor jumlah penjualan kredit karbon kepada produsen mobil lain yang gagal memenuhi persyaratan emisi. Pendapatan dari kredit tersebut, yang pada dasarnya adalah laba murni (pure profit), naik menjadi US$ 890 juta (Rp 14,42 triliun) pada kuartal kedua (April hingga Juni) dari semula hanya US$ 282 juta pada periode yang sama setahun sebelumnya.

Artinya porsi laba penjualan karbon mencapai 60% total laba bersih perusahaan jauh lebih besar dari yang diperoleh bisnis utama perusahaan yakni penjualan mobil listrik.

Tesla diketahui mencatatkan penurunan laba bersih hingga 45% pada kuartal kedua (April hingga Juni) 2024. Laba bersih Tesla dalam tiga bulan kedua tahun ini tercatat senilai US$ 1,48 miliar atau setara Rp 23,94 triliun (asumsi kurs Rp 16.200/US$), turun signifikan dari catatan setahun sebelumnya yang mencapai US$ 2,70 miliar (Rp 43,79 triliun).

Jika dibandingkan dengan salah satu emiten energi terbarukan milik RI, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) juga mencatat kinerja yang cemerlang. PGEO diketahui juga telah memperoleh keuntungan dari transaksi penjualan karbon hingga puluhan miliar. Laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk tercatat sebesar US$ 47,51 juta atau setara dengan Rp 754,14 miliar hingga kuartal I tahun 2024.

Mengutip laporan keuangannya, laba tersebut naik sebesar 1,17% dibandingkan periode yang sama tahun 2023 yang sebesar US$ 46,96 juta.

Capaian laba bersih tersebut berasal dari pendapatan PGEO di kuartal I-2024 yang mencapai US$ 103,31 juta atau setara Rp 1,63 triliun (asumsi kurs Rp 15.873/US$). Angka ini mengalami kenaikan tipis sebesar 0,68%, dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2023 sebesar US$ 103,31 juta.

Rinciannya, pendapatan tersebut berasal dari operasi sendiri yang tercatat sebesar US$ 96,77 juta, sementara untuk produksi pihak ketiga sebesar US$4,54 juta.

Adapun total aset PGEO hingga kuartal I tahun ini sebesar US$ 2,98 miliar dari akhir tahun 2023 yang sebesar US$ 2,96 miliar.

Pertumbuhan pendapatan didorong oleh meningkatnya realisasi pendapatan operasi akibat eskalasi harga uap dan harga listrik, serta adanya optimalisasi pembangkitan (load factor) pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

Adapun produksi uap dan listrik PGEO tercatat mencapai 1,208,436 MWh atau 4,84 persen di atas target yang dipatok dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk kuartal pertama 2024.

Perseroan berupaya menjaga kinerja keuangan sembari memaksimalkan belanja modal untuk akselerasi ekspansi bisnis. Realisasi belanja modal PGEO di kuartal I-2024 mencapai US$ 18,08 juta atau lebih tinggi 136% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 7,66 juta.

Lebih lanjut, belanja modal yang dialokasikan pada periode ini untuk pengembangan sekitar US$ 8,51 juta dengan belanja modal untuk pemeliharaan sebesar US$ 9,57 juta.

RI Mulai Produksi Kendaraan Listrik

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Rifky Setiawan mengungkapkan, bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk mendorong produksi kendaraan listrik di dalam negeri.

"EV ini semakin cepat, ini ada kaitannya komitmen di Indonesia, ternyata negara-negara di dunia mereka berlomba-lomba untuk melakukan produksi kendaraan listrik," jelas Rifky dalam acara Infrastructure Forum, Sewindu PSN, di Jakarta, Rabu (13/09/2023).

Selain itu, dia mengatakan bahwa Indonesia didukung dengan sumber daya alam yang melimpah untuk bisa memproduksi salah satu komponen paling penting dalam produksi kendaraan listrik, yakni baterai.

"Baterai ini masih mahal karena kita punya punya SDA yang cukup, sehingga baterai ini jadi murah, komponen bisa jadi murah, keberlanjutan dan juga saat itu ada tren global," tuturnya.

Walaupun begitu, Indonesia masih membutuhkan sumber lain yakni lithium yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah kini fokus mencari sumber bahan baku tersebut dari luar negeri.

Bisnis energi terbarukan juga tecermin dari transaksi di Bursa Karbon Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per 3 Juli 2024, akumulasi volume perdagangan di bursa karbon sebanyak 608.740 ton CO2 atau senilai Rp36,78 miliar.

"Siapa bilang [sepi peminat]? Nggak," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (22/7/2024).

Asal tahu saja, Indonesia telah memulai perdagangan kredit karbon perdananya pada 26 September 2023, ketika diluncurkannya Bursa Karbon Indonesia. Hal tersebut menjadi catatan sejarah bagi Indonesia karena memiliki misi yang cukup penting, yaitu menciptakan pasar dalam mendanai pengurangan emisi gas rumah kaca dan menjadi peserta utama dalam perdagangan karbon global.

Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan hujan terbesar ketiga di dunia. Namun, Indonesia juga dinilai sebagai salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Indonesia pun ini telah menetapkan target untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan bursa karbon ini memang hal yang baru, masih dibutuhkan pemahaman.

Meskipun perdagangannya masih jauh dari ekspektasi, Jeffrey memandang sisi positifnya, bahwa volume transaksi di IDX Carbon sudah hampir 3 kali lipat melebihi bursa karbon Malaysia yang diluncurkan 9 bulan lebih awal.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cerita Pengacara Minta Rp 87 T Usai Bikin Boncos Elon Musk Rp 865 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular