
Bos BI Bantah Crowding Out, Buktikan SRBI Tak Buat RI Kekeringan Uang

Jakarta, CNBC Indonesia - Keberadaan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI disebut banyak pihak menjadi penyebab likuiditas di bank-bank saat ini mengering. Sebab, imbal hasil yang ditawarkan instrumen operasi moneter BI lebih tinggi dibanding deposito perbankan.
Meski begitu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo membantah hal itu. Ia mengatakan, imbal hasil atau yield SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 12 Juli 2024 yang tercatat masing-masing 7,30%, 7,39%, dan 7,43% tak memicu munculnya fenomena crowding out.
Crowding out itu sendiri merupakan istilah yang menggambarkan terserapnya aliran dana dari pasar keuangan ke salah satu instrumen otoritas, sehingga likuiditas sulit diperoleh oleh pelaku pasar keuangan.
"Apakah terjadi crowding out? jawabannya tidak. Dari sisi SRBI dan SBN, baik dari suku bunga dan juga lelangnya SBN untuk pembiayaan fiskal," ucap Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Selain membantah adanya pengetatan likuiditas, Perry juga menekankan, keberadaan SRBI dengan yield tinggi itu juga tak menyebabkan pengetatan likuiditas. Sebab, likuiditas perbankan masih tinggi, tergambar dari data rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi sebesar 25,36%.
"Apakah ini cukup? lebih dari cukup karena sepanjang history alat likuid per DPK pada umumnya tidak akan lebih dari 15%, jadi lebih dari cukup," tegas Perry.
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono menambahkan, ada bukti lain bahwa SRBI tidak membuat likuiditas di bank seret. Tercermin dari kemampuan perbankan yang masih sangat ekspansif dalam menyalurkan kredit.
"Misalnya Bank BUMN itu justru naik kreditnya dari 68% ke 72%. Jadi dia enggak turun. Kemudian juga bank swasta nasional buku 3 dan 4, itu juga kreditnya naik dari 61% ke 63%," ucap Doni.
Sebagaimana diketahui, terkait ketatnya likuiditas di perbankan itu sebelumnya disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit.
Berdasarkan catatan OJK pertumbuhan DPK secara tahunan mulai merangkak naik. Akan tetapi masih terpaut jauh bila dibandingkan dengan pertumbuhan kredit. Per Mei 2024, DPK naik 8,63% secara tahunan (yoy) menjadi Rp8.699 triliun per Mei 2023. Pada periode yang sama, penyaluran kredit tumbuh dua digit atau 12,15% yoy jadi Rp 7.376 triliun.
"Gap antara pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank melakukan penjualan surat berharga dan mengurangi alat likuid. Hal ini juga menyebabkan likuiditas perbankan mengalami tekanan terlihat dari menurunnya rasio likuiditas bank," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.
Ketatnya likuiditas di bank itu disebut para bankir selain karena rendahnya daya beli masyarakat, juga disebabkan bank bukan hanya berebut dana dengan bank lain, tetapi juga dengan berbagai macam instrumen investasi, seperti SBN, SRBI yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), yang menawarkan yield lebih tinggi dibanding deposito perbankan.
"Bahkan rate SRBI lebih tinggi dari SBN, sehingga ada pergeseran investasi asing dari SBN ke SRBI," kata Direktur Distribution and Institutional Funding BTN Jasmin saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (16/7/2024).
DPR pun sempat menyorot adanya perebutan likuiditas di pasar keuangan RI. Menurut Anggota Komisi VI Jon Erizal saat ini industri perbankan yang dalam hal ini adalah himpunan bank milik negara (himbara) bersaing dengan negara di pasar obligasi.
Seperti diketahui, kondisi likuiditas tengah ketat sehingga bank perlu cermat mencari pendanaan. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) guna menaik aliran dana asing dan menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Ini menarik untuk kita kaji bersama, perbankan himbara bersaing dengan negara. Negara juga jual bond-nya sendiri, surat utang sendiri. Kemudian bank-bank ini disuruh cari dana sendiri," ujar Jon saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BNI dan BTN di Gedung DPR, Senin (8/7/2024).
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aliran Modal Asing Masuk Deras, BI Raup Dana Rp775,4 T