Restrukturisasi Kredit Covid Berakhir, Bos BI: Perbankan Kuat

M Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
17 July 2024 14:49
Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2024 dengan Cakupan Triwulanan. (Tangkapan layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2024 dengan Cakupan Triwulanan. (Tangkapan layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan ketahanan sistem keuangan RI terjaga baik. Kondisi tersebut, menurut Perry ditopang oleh sistem perbankan yang prudent dalam penyaluran atau pembiayaan dan memitigasi risiko kredit termasuk dari berakhirnya stimulus restrukturisasi kredit pandemi covid-19.

Perry juga menegaskan ketahanan sistem keuangan RI tercermin dari kondisi likuiditas yang baik selama kuartal kedua tahun ini.

"Likuiditas bank pada Q2 tetap memadai tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) yang tercatat tinggi 25,36%," terang Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu 17 Juli 2024.

Dirinya juga menyebutkan risiko kredit bermasalah juga terjaga baik, dengan angka kredit macet (non performing loan/NPL) pada bulan Mei 2024 berada di tingkat rendah yakni 2,34% (bruto) dan 0,79% (netto).

Perry juga mengungkapkan ketahanan sistem keuangan juga ditopang oleh kemampuan korporasi dan rumah tangga yang masih kuat melakukan pembayaran kredit.

"Ke depan BI akan perkuat sinergi bersama KSSK untuk mitigasi risiko yang berpotensi ganggu sistem keuangan," jelas Perry.

Usulan Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Sebelumnya, akhir Juni lalu Jokowi meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang hingga 2025 dalam Sidang Kabinet Senin (24/6/2024). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ini dalam rangka mengurangi pencadangan kerugian akibat kredit usaha rakyat (KUR).

Seiring dengan penghentian kebijakan tersebut pada 31 Maret 2024 lalu, industri perbankan mencatat laba Rp 61,87 triliun, hanya naik 2,02% secara tahunan (yoy). Di sisi lain, kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross naik dari 2,25% pada bulan Maret menjadi 2,33% per bulan April.

Usulan ini telah mendapatkan reaksi yang beragam baik dari bankir dan ekonomi. Sebagian besar menyebut kebijakan ini baik untuk membantu pembiayaan UMKM, tetapi sebagian juga mengkhawatirkan terjadinya moral hazard.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa sebenarnya, sebelum pencabutan program tersebut, perbankan secara umum merasa keberatan untuk melanjutkan relaksasi. Karena, lanjutnya, mereka sudah merasa situasi ekonomi sudah berlangsung pulih.

Dian jugamenekankan bahwa pada dasarnya program restrukturisasi itu sudah selesai pada bulan Maret lalu.

Lalu, KetuaOJK Mahendra Siregar dalam Rapat Dewak Komisioner (RDK) OJK pekan lalu menyebut perbankan telah membentuk pencadangan (CKPN) yang sangat memadai, dengan coverage rationya sampai 33,8%. Ini menunjukkan bahwa industri perbankan secara umum telah menerapakan managemen risiko dan prisnisp kehati-hatian yang baik.

"Industri perbankan secara umum kinerja nya baik, didukung dengan tingkat permodalan yang tinggi dan kami menilainya mampu, bukan saja mempertahankan daya tahan yang baik terhadap potensi risiko kedepan tapi juga yg kami pahami bahwa target-target yang telah ditetapkan baik untuk penyaluran kredit maupun target DPK itu sampai saat ini pihak perbankan finish bisa mencapainya," jelas Mahendra.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Begini Kabar Terbaru Restrukturisasi Utang Waskita Rp 41,2 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular