Daftar Resesi yang Pernah Dialami Indonesia, Mana Paling Dahsyat?

Maesaroh, CNBC Indonesia
Kamis, 11/07/2024 09:00 WIB
Foto: Ilustrasi resesi. Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak 79 tahun kemerdekaan, Indonesia tercatat pernah menghadapi resesi sebanyak tiga kali, yakni pada 1963, 1998, dan 2020/2021.

Dari catatan CNBC Indonesia, ketiga krisis tersebut dipicu penyebab yang berbeda dan dengan dampak yang berbeda pula. Resesi pertama pada 1963 dipicu oleh hiperinflasi.

Saat itu, kondisi ekonomi dan politik Indonesia pada saat itu dikucilkan dari dunia internasional karena sikapnya yang konfrontatif, seperti keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Alhasil, inflasi Indonesia melambung hingga 119% pada 1963 dan ekonomi hancur. Produk Domestik Bruto (PDB) nasional terkontraksi 2,24% pada 1963. Pengeluaran rumah tangga terkontraksi 3,95%, ekspor-impor susut 26,58% sementara investasi kontraksi 23,69%.

Perekonomian Indonesia membaik setelah periode kelam 1965 dan melonjak pada 1970an dan 1980an. Kemudian, resesi kedua terjadi pada 1998.

Resesi hebat ini terjadi setelah ekonomi kontraksi hingga 13,13%, sementara inflasi Indonesia melambung 77,63% pada 1998. Ekonomi domestik terkontraksi 6,4% pada kuartal I. Adapun, kontraksi semakin membesar menjadi 16,8% pada kuartal II dan 17,4% pada kuartal IV.

Resesi 1998 dipicu oleh Krisis Keuangan Asia. Krisis bermula dari Thailand yang meninggalkan kebijakan nilai tukar tetapnya (fixed exchange rate) terhadap dolar AS pada Juli 1997.

Kebijakan tersebut membuat banyak perusahaan menjadi gagal bayar karena nilai mata uang yang melemah. Krisis menjalar ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Krisis menjatuhkan nilai tukar rupiah dari Rp 2.500 menjadi Rp 16.900 per dolar AS.

Krisis moneter bahkan sampai menjalar ke ranah politik dan sosial hingga menjatuhkan kepemimpinan Presiden Soeharto yang sudah berlangsung 32 tahun.

Resesi pada 1998 juga melambungkan angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 1996 berjumlah 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,3% dari total penduduk.

Sampai dengan akhir tahun 1998, jumlah penduduk miskin melonjak menjadi 49,5 juta orang, atau sekitar 24,2% dari total penduduk.

Akibat resesi, industri besar dan sedang berkurang drastis dari 22.997 perusahaan pada 1996 menjadi 20.422 pada 1998. Jumlah tenaga kerja pada periode tersebut anjlok hingga 18,5% atau 3,53 juta orang.

Lebih lanjut, resesi ketiga dialami Indonesia pada 2020/2021.

Berbeda dari resesi 1963 dan 1998 yang dipicu oleh persoalan ekonomi, resesi 2020/2021 disebabkan oleh krisis kesehatan.

Krisis bermula dari menyebarnya virus Covid-19 dari China. Virus dengan cepat menyebar ke seluruh dunia hingga Badan Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global pada 13 Maret 2020. Indonesia mau tidak mau menerapkan pembatasan aktivitas masyarat, termasuk aktivitas ekonomi saat itu.

Alhasil, PDB nasional terkontraksi selama empat kuartal yakni dari kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021.

Ekonomi Indonesia terjun bebas pada kuartal I-2020 dengan mencatatkan kontraksi sebesar 5,32% (year on year/yoy). Kontraksi mengecil pada kuartal III-2020 sebesar 3,49% (yoy), kuartal IV sebesar 2,17% (yoy), dan kuartal IV sebesar 0,70%. Ekonomi Indonesia baru bangkit pada kuartal II-2021 dengan torehan pertumbuhan sebesar 7,07%.

Absennya aktivitas ekonomi saat itu membuat angka pengangguran dan kemiskinan melonjak tajam. BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang, naik 2,76 juta orang dibandingkan September 2019 atau sebelum pandemi.

Tingkat kemiskinan juga melonjak 10,19%, level double digit yang pertama sejak September 2017.

Sementara itu, jumlah pengangguran pada Agustus 2020 tercatat 9,77 juta orang atau naik 2,67 juta dalam setahun. BPS mencatat akibat pandemi sebanyak 1,77 juta penduduk juga tidak bekerja untuk sementara waktu sementara 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BI & The Fed Diramal Bisa Turun 2 kali Lagi, Ini Hitungannya