
Deindustrialisasi Jadi Momok Ekonomi RI, Ini Kata Bank Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Prabowo mendatang diharapkan tidak hanya mendorong hilirisasi tetapi juga harus memastikan kelangsungan industrialisasi. Saat ini RI hanya mengekspor barang setengah jadi dari hilirisasi mineral jadi kemudian mengimpor barang jadinya sehingga RI tidak mendapatkan dampak signifikan.
Menurut Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah, terdapat dua tantangan besar ekonomi Nasional mendatang yakni kondisi geopolitik global yang bergejolak dan deindustrialisasi dini yang tercermin dari anjlok porsi manufaktur terhadap APBN ke level 27,9%.
Menanggapi hal ini, World Bank atau Bank Dunia mengatakan bahwa pemerintah baru nanti harus memperhatikan kembali batasan pasar dari baik hilirisasi dan industrialisasi. World Bank Lead Economist for Indonesia and Timor-Leste Habib Rab mengatakan langkah itu memungkinkan perusahaan mengakses input yang lebih mudah dengan biaya yang lebih murah melalui pembebasan perdagangan.
"Misalnya, mengatasi hambatan non-tarif dalam hal akses terhadap teknologi dan input yang penting, namun juga menghapus pembatasan pada sektor jasa, termasuk pembatasan mempekerjakan pekerja asing, serta pembatasan penanaman modal di sektor jasa," katanya di Peluncuran Indonesia Economic Prospects 2024, Senin (24/6/2024).
Menurutnya, itu adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan kualitas hasil dan jasa dari industrialisasi.
Sementara itu, Senior Economist World Bank Alexandre Hugo Laure berpendapat bahwa industrialisasi harus beralih dari fokus pada alam, dan lebih fokus pada diversifikasi ekonomi. Menurutnya, perusahaan manufaktur menjadi yang paling terkena dampak buruk dari implementasi omnibus law.
Sebab, kata dia, perusahaan-perusahaan manufaktur perlu untuk memperoleh berbagai izin seperti AMDAL dan persyaratan lingkungan hidup. Hal itu membuat rumit, karena para perusahaan harus berurusan dengan lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya.
Hal lain, menurut Laure, adalah dengan menggunakan hasil impor sehingga RI dapat mengimpor lebih banyak hasil dan pasokan. Dalam hal ini, pemerintahan baru juga perlu mendorong dan menarik lebih banyak investasi berbasis pengetahuan dan teknologi untuk investasi tidak langsung di sektor manufaktur.
"Dan terdapat peluang di Indonesia yang memiliki kebijakan lokasi yang sangat progresif untuk perusahaan manufaktur yang berlokasi di kawasan industri, dan terdapat peluang yang terlewatkan untuk membangun perekonomian aglomerasi ini, khususnya untuk penghijauan sektor manufaktur," ujar Laure pada kesempatan yang sama.
Ia melanjutkan dengan menyebutkan soal pengembangan pemasok. Yakni, bagaimana adopsi teknologi teknologi digital dan ramah lingkungan yang diterapkan perusahaan manufaktur besar ke pemasok tingkat satu ke pemasok tingkat dua ke pemasok ke pemasok tingkat tiga.
"Sehingga standarnya bisa mengalir ke bawah. Sehingga perusahaan yang lebih kecil benar-benar dapat memberikan kualitas dan kuantitas untuk perusahaan yang lebih besar tersebut, pada waktu yang tepat," terang Laure.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Investor, Begini Kondisi Ekonomi dan Pasar Modal Pasca Pemilu