Era Suku Bunga Tinggi Bakal Lama, Ini Tanggapan Bos BNI

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
05 June 2024 18:04
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar juga hadir dalam event CNBC Indonesia Golf Economic Outlook Edition pada Sabtu, (18/3) di Pondok Indah Golf. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar juga hadir dalam event CNBC Indonesia Golf Economic Outlook Edition pada Sabtu, (18/3) di Pondok Indah Golf. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), Royke Tumilaar menyampaikan pandangannya mengenai tantangan ekonomi global dan strategi BNI dalam menghadapi kondisi suku bunga tinggi atau 'higher for longer'.

Royke mengakui bahwa fenomena suku bunga tinggi diperkirakan akan bertahan lebih lama dari yang diharapkan. Ini menimbulkan kekhawatiran, terutama terhadap pertumbuhan kredit.

"Higher for longer awalnya agak khawatir, pasti akan ada dampaknya kepada pertumbuhan kredit. Ini lebih berat lagi dengan situasi geopolitik, perdagangan, dan investasi, banyak pertimbangan untuk investasi dalam situasi saat ini," kata Royke, dalam wawancaranya di acara CNBC Indonesia TV pada Rabu, (5/6/2024).

Ia menekankan bahwa perbankan harus lebih selektif dalam pertumbuhan kredit ke depan dan harus mengantisipasi kondisi ini dengan lebih bijaksana. Hal ini lah yang dilakukan BNI untuk menjaga arus kas yang kuat.

"Kita pasti akan sangat selektif, cash flow kuat antisipasi kredit," ujar Royke.

Ia juga menyebut bahwa BNI telah berhasil melakukan penerbitan global bond pada akhir Maret yang mengalami oversubscribe, menunjukkan kepercayaan likuiditas dari pasar internasional, baik dari ritel maupun wholesale.

Mengenai kapan suku bunga tinggi ini akan berakhir, Royke menyarankan agar tidak terlalu optimis bahwa penurunan suku bunga akan terjadi dalam waktu dekat.

"Jangan terlalu yakin, kita harus siap sampai akhir tahun suku bunga tinggi," tegasnya.

Hal ini pun patut diantisipasi Indonesia. Pasalnya, Indonesia sangat terpapar terhadap dolar AS karena banyak pembangunan di negara ini yang menggunakan mata uang tersebut.

"Indonesia terekspose dolar besar, karena pembangunan kita pakai dolar, dan harus jaga benar," jelasnya.

Diketahui, Industri perbankan mengalami sejumlah tantangan yang tidak mudah di 2024. Khususnya terkait dengan tren suku bunga tinggi di global yang diprediksi masih akan berlanjut.

Terakhir, Bank Indonesia (BI) pun sempat menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% pada April 2024. Sementara dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung di 21-22 Mei 2024, BI Rate dipertahan pada level 6,25%.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Rp 16.000, Dirut BNI Merasa Beruntung karena Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular