Rupiah Lesu Jelang Keputusan The Fed, Dolar Jadi Rp 15.600
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada awal perdagangan hari ini, rupiah dibuka melemah, melanjutkan tren negatif pada perdagangan sebelumnya jelang keputusan kebijakan suku bunga The Federal Reverse (The Fed) Amerika Serikat (AS) pada pekan ini.
Pada pembukaan perdagangan Senin (18/3/2024), rupiah dibuka melemah 0,06% terhadap dolar AS di posisi Rp15.600/US$1. Hal ini mendorong penurunan rupiah menjadi tiga hari beruntun.
Sementara melansir dari data Refinitiv, rupiah ditutup melemah pada perdagangan Jumat (15/3/2024) 0,10% di posisi Rp15.590/US$1.
Dalam sepekan kemarin, rupiah tercatat turun sebesar 0,03% terhadap dolar AS.
Adapun dolar menunjukkan penguatan dalam sepekan kemarin sebesar 0,07% di level 103,43. Dolar naik ke level tertinggi selama lebih dari satu minggu pada perdagangan Jumat setelah serangkaian data yang beragam menunjukkan perekonomian AS tetap stabil dengan sedikit kelemahan, menunjukkan bahwa The Fed dapat mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama atau mengurangi jumlah penurunan suku bunga yang direncanakan tahun ini.
Data pada hari Jumat menunjukkan sektor manufaktur AS solid, dengan output meningkat sebesar 0,8% pada bulan lalu setelah revisi turun sebesar 1,1% pada bulan sebelumnya.
Dalam catatan analis di Citi, bahwa rebound pada bulan Februari sebagian mencerminkan revisi yang lebih rendah terhadap output bulan Januari dan pembalikan hambatan terkait cuaca pada bulan Januari di sektor manufaktur barang tidak tahan lama.
Sentimen konsumen AS dan ekspektasi inflasi sedikit berubah pada bulan Maret, sebuah survei menunjukkan pada hari Jumat. Pembacaan awal Universitas Michigan mengenai indeks sentimen konsumen secara keseluruhan mencapai 76,5 pada bulan ini, dibandingkan dengan pembacaan akhir sebesar 76,9 pada bulan Februari.
Data survei mengenai ekspektasi inflasi satu tahun, yang diukur oleh The Fed, tidak berubah pada angka 3,0% di bulan Maret. Prospek inflasi lima tahun dari survei ini juga tetap stabil di 2,9% untuk bulan keempat secara berturut-turut.
The Fed dijadwalkan bertemu pada minggu ini yang akan berlangsung pada 19-20 Maret 2024 dan meskipun diperkirakan tidak akan melakukan pergerakan suku bunga apa pun, data harga produsen dan konsumen AS yang lebih baik dari perkiraan pada minggu ini telah membuat para pelaku pasar mengekang pertaruhan mengenai penurunan suku bunga di masa depan.
Sebagaimana diketahui, indeks harga produsen (PPI) memanas 1,6% yoy. Nilai ini melampaui ekspektasi pasar yang hanya proyeksi naik 1,1% yoy dari bulan sebelumnya 1% yoy.
Sementara, inflasi konsumen AS periode Februari 2024 yang dirilis Selasa pekan lalu (12/3/2024), hasilnya memanas ke posisi 3,2% year-on-year (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 3,1% yoy.
Pelaku pasar kini mulai berekspektasi the Fed tidak akan buru-buru memangkas suku bunga acuan. Menurut perhitungan CME FedWatch Tool per 17 Maret 2024, prospek pemotongan suku bunga AS pada Juni ini di level 55,2%. Nilai tersebut sudah semakin turun dibandingkan proyeksi pekan lalu yang mencapai 57.4%.
Sementara itu, sentimen dari dalam negeri tampaknya masih akan merespon hasil neraca perdagangan yang menunjukkan surplus makin menurun. Hal ini bisa menjadi kekhawatiran, pasarnya RI sudah mengalami defisit neraca berjalan.
Jika surplus neraca dagang semakin surut maka hantu twin defisit kembali membayangi pergerakan pasar keuangan Tanah Air.
Sebagai catatan pada akhir pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2024 mengalami surplus US$870 juta. Meski surplus, nilai tersebut semakin menyusut dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 2,01 miliar.
CNBC Indonesia Research
research@cnbcindonesia.com
(saw/saw)