
Bos BI Buka Suara Soal Rupiah, Dolar Naik ke Rp15.765

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang pernyataan yang akan disampaikan ketua bank sentral AS (The Fed) serta penantian data China.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,19% di angka Rp15.765/US$. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 31 Januari 2024. Depresiasi ini juga selaras dengan pelemahan yang terjadi kemarin (4/3/2024) sebesar 0,25%.
Sementara DXY pada pukul 14:45 WIB naik ke angka 103,94 atau menguat 0,1%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 103,83.
Tekanan terhadap rupiah masih terus terjadi sekitar seminggu terakhir ini.
Hal ini ditengarai akibat sikap wait and see pelaku pasar perihal pernyataan ketua The Fed Jerome Powell serta data Consumer Price Index (CPI) China pekan ini.
Pernyataan Jerome Powell dinanti pelaku pasar khususnya perihal suku bunga dan kapan pemangkasan dilakukan karena hal ini akan berdampak kepada bank sentral lainnya dalam pengambilan kebijakan.
Sebagai catatan, The Fed masih konsisten dengan suku bunganya yang berada di level 5,25-5,5%. Para pengambil kebijakan di The Fed menilai bahwa tingkat suku bunga kebijakan kemungkinan besar akan berada pada titik puncaknya dalam siklus pengetatan ini.
Suku bunga yang ditahan di level tinggi ini salah satunya disebabkan karena inflasi AS yang masih berada di angka 3,1% year on year/yoy atau di atas ekspektasi pasar di angka 2,9% yoy serta di atas target The Fed sendiri di level 2%.
Tekanan rupiah ini juga diyakini terjadi akibat kuatnya DXY yang dipertegas oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
Ia menyampaikan bahwa untuk beberapa saat ke depan, dolar akan menguat, tetapi kita akan melihat bahwa dolar akan melemah pada semester kedua seiring dengan perubahan arah kebijakan The Fed.
Perry mengatakan, Fed Fund Rate atau FFR yang saat ini di kisaran 5,25%-5,5% akan turun sebesar 75 basis points (bps) pada semester II-2024. Dengan demikian, kebijakannya akan lebih dovish saat itu.
Beralih ke benua Asia, China pekan ini akan merilis data CPI yang menurut konsensus, China akan keluar dari deflasinya menjadi inflasi.
Sebelumnya pada Januari 2024 tercatat China berada dalam kondisi deflasi 0,8% yoy atau penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir dan lebih buruk dari perkiraan pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 0,5%.
Jika hal ini terjadi, maka indikasi bahwa roda perekonomian China mulai bergerak dan dapat berdampak baik bagi negara yang menjadi mitra dagangnya, salah satunya Indonesia. Alhasil aliran dana pun akan deras masuk ke Tanah Air dan menjadi pendorong bagi pasar keuangan domestik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Menguat Tipis, Harga Dolar Sempat Sentuh Rp15.900